Hukum Air Dua Qulah
سمعت رسول الله ﷺ قال: اذا كان الماء قلتين لم يحمل الخبث
Hukum tentang Air Hadits ini ( 5 ) juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim dan Ibnu Hibban serta men-shahih-kannya. Ibnu 'Abdil Barr men-dha'if-kan hadits ini.
Disebut dalam Tahdzibus Sunan, bahwa hadits ini, syadz dan mudhtharab. Karena itu, tidak diambil oleh Ashhabush Shihah, oleh Al-Bukhary, Muslim.
Ibnu Daqiqil Id mengatakan: "Hadits ini, shahih menurut kaidah fuqaha, karena ke-maudhtharab-an ( berlain-lain lafazhnya ), dapat dihilangkan dengan dikumpulkan semua riwayatnya. Akan tetapi aku tidak mengambil hadits ini, karena tidak ada keterangan yang dapat dipegang, yang menerangkan kadar dua qulah."
Hadits ini menyatakan, bahwa: "Air yang dua qulah, tidak menjadi najis, apa bila kejatuhan barang najis ke dalamnya, berubah atau tidak."
Akan tetapi karena telah terjadi kesepakatan para ahli ijtihad menetapkan kenajisan air yang berubah maka lalu dipahamkan bahwa air yang sampai dua qulah banyaknya tidak najis jika tidak berubah.
Segolongan ahli tahqiq menyatakan: "Qulah itu, artinya kendi, kecil atau besar." Ada juga yang mengatakan, bahwa qulah itu kendi yang dapat dibawa oleh seorang diri.
Hampir seluruh ulama madzhab Asy-Syafi'y beramal dengan hadits ini. Karena itu mereka menetapkan, bahwa air yang dua qulah, tidak najis, lantaran jatuh najis ke dalamnya selama tidak berubah. Tetapi jika kurang dari dua qulah, walaupun tidak berubah, dihukum najis.
Ibnu Abdil Barr dalam At-Tahmid mengatakan "Pendirian madzhab Asy Syafi'y dalam masalah ini, dha'if, karena hadits dua qulah ini, tidak dapat dipastikan berasal dari Rasul saw. dan telah dinyatakan cacat oleh kebanyakan ulama-ulama hadits. Lagi pula tidak ada keterangan dari Rasul tentang kadar dua qulah itu."
Dalam Al-Istidzkar beliau berkata: "Hadits dua qulah, adalah cacat, ditolak serta dicela sanad-nya oleh Imam Ismail Al-Qadhi."
Dalam masalah ini Ath-Thahawy mengatakan bahwa beliau tidak berpedoman pada hadits tentang dua qullah ini. Karena kadar dua qulah itu tidak pasti berasal dari Nabi. Menentukan kadar dua qulah dengan sesuatu ketentuan, adalah semata-mata pikiran para pemikir saja. Nabi tidak memberi keterangan."
Ringkasnya, mereka ini tidak menetapkan kadar banyaknya air yang tidak najis karena kejatuhan najis yang tidak mengubahnya dengan kadar dua qulah, karena hadits ini, tidak dapat dipegangi.
Hadits inilah yang menyebabkan ulama Syafi'iyah membebaskan air banyak yang tidak najis karena terkena najis yang tidak mengubah sifatnya, dengan dua qulah.
Sekiranya hadits ini tidak dha'if, memanglah dapat dipegang untuk menetap kan kadar banyak itu. Tetapi, karena telah nyata dha'if-nya, gugurlah penetapan yang ditetapkannya.
Hasbi Ash-Shiddieqy tidak memandang shahih, adalah berdasarkan kaidah: "Cacat yang beralasan diutamakan daripada pujian."Jadi berkenaan dengan air yang terkena najis akan menjadi najis apabila salah satu dari sifatnya berubah. Ini tidak tidak dipandang kepada sedikit banyaknya air tersebut. Maka selama tidak berubah, tetaplah air itu suci menyucikan walaupun dia sedikit.
Tegasnya dasar yang dipegang ialah berubah tidaknya, bukanlah banyak sedikitnya. Dalam pada itu harus diingat "dasar kesehatan." Apabila kita memakai air yang dijatuhi najis, merusakkan kesehatan, terlarang jugalah kita memakainya. Memakai sesuatu karena memudaratkan, mempunyai hukum sendiri.
Kalaupun kita pandang hadits ini, shahih, tidak dapat jugalah kita mengamalkannya, karena kadar dua qulah, tidak dapat ditetapkan dengan keterangan syara ' sendiri. Menetapkan kadar dua qulah dengan: 5oo rithil ( kati ) atau menurut ukuran isi satu seperempat hasta atau dengan ± 60 cm lebar dan dalamnya, ( 216 liter ), adalah berdasar kepada hadits mursal.
Ibnu Mundzir dari golongan Syafi'iyah, Al Qadhy Ismail dari golongan Malikiyah mengatakan bahwa kadar dua qulah dengan qulah Hijr yang dua qulah-nya sebanyak yang telah diterangkan di atas. Itu merupakan ketetapan yang berdasarkan dugaan-dugaan dan sangkaan-sangkaan semata-mata."