Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Puasa Mulai Sejak Terbit Fajar

Hadits Puasa Mulai Sejak Terbit Fajar

Ady ibn Hatim ra. berkata:

   لمانزلت - حتى يتبين لكم الخيط البيض من الخيط أسود - عمدت إلى عقال اسود وإلى عقال أبيض ،فجعلتهما تحت وسادتي ، فجعلتُ أنظرفي الليل فلايستبين لي ، فغدوت على رسول اللہ ﷺ  فذكرت له ذلك ، فقال:”إنما ذلك سواد الليل وبياض النهار

”Manakala turun ayat - hatta yatabayyana lakumul khaithul abyadhu minal khaithil aswadi- hingga nampak kepada kamu benang putih dari benang hitam, saya pun mempergunakan seutas tali yang berwarna hitam dan seutas tali yang berwarna putih. Saya letakkan di bawah bantal. Di malam hari saya melihatnya. Kedua-duanya tidak jelas warnanya kepadaku. Karena itu aku pergi menjumpai Rasul dan menerangkan hal itu. Maka Nabi saw. bersabda: Sebenarnya yang dimaksudkan, ialah hitam malam dan putihnya siang.”( Al Bukhary 30: 16 ; Muslim 13: 8 ; Al Lulu-u wal Marjan 2: 6 ). 

Sahal ibn Saad ra. berkata:

  انزلت ـ وكلوا واشربوا الأسود حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود، ولم ينزل - من الفجر - فكان رجال ، إذا أرادوا الصوم ، ربط أحدهم في رجله الخيط الأيض والخيط الأسود , ولم يزل يأكل حتى يتبين له رؤيتهما فأنزل الله بعد - من الفجر -  فعلموا أنه إنما يعنى الليل والنهار. 

Diturunkan ayat - makan dan minumlah kamu sehingga mampak kepada kamu benang putih dari benang hitam - dan belum diturunkan - minal fajrin - (dari fajar). Karena itu apabila orang-orang mau berpuasa, mereka mengikat benang putih dan benang hitam dikakinya. Mereka terus makan hingga nampak mana benang putih dan mana benang kitam, Kemudian Allah menurunkan - minal fajri-. Sesudah itu barulah mereka mengetahui bahwa yang dimaksudkan, ialah malam dan siang”( Al Bukhary 30. 16 ; Muslim 13: 8, Al Lulu-s al Marjan 2: 6 ).  

Abdullah ibn Umar ra berkata:

  إن بلالايؤذن فكلوا واشربوا حتى ينادي ابن أم مكتوم 

”Nabi saw bersabda: Sesungguhnya Bilal membaca azan di malam hari. Karena itu kamu boleh makan dan boleh manum, sehingga Ibnu Ummi Maktum membaca azanya”CAl Bukhary 30:16, Maslon 13: 8 ; Al Lalu-u al Marjan 2: 6 ). 

Aisyah ra, menerangkan:

 بلالا كان يؤذن ،قال النبي ﷺ فكلوا واشربوا حتى يؤذن ابن أم مكتوم، فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر 

”Bahwasanya Bilal berazan di malam hari ( di waktu masih jauh malam ) Karena itu Rasul bersabda: Makan dan minumlah kama sehingga Ibnu Ummi Maktum membacakan azannya, Ibnu Ummi Maktion tidak berazan sebelum terbit fajar.”( Al Bulary 30 17 ; Muslim 13: 8 ; ( Al La'he-u wal Marjan 2: 6 ).  

Abdullah ibn Mas'ud ra, berkata:

  قال النبی ﷺ لا يمنعن أحدكم أو أحدا منكم اذان بلال من  سحوره فإنه يؤذن ، او ينادى بليل ليرجع قائمكم ولينبه نائمكم,وليس أن يقول الفجر أوالصبح ، وقال بأصابعه ورفعها إلى فوق وطأطأ إلى اسفل - حتى يقول هكذا

”Nabi saw bersabda: Janganlah seseorang kan atau seseorang dari kamu dihalangi oleh azan Bilal dari makan sahur, karena Bilal berazan atau berseru semasih jauh malam untuk mengembalikan orang-orang yang sedang bershalat kepada shalatnya dan untuk membangunkan, padahal fajar belum lagi terbit. Nabi berisyarat dengan jari-jarinya serta mengangkatnya ke atas dan Nabi menundukkan kepalanya hingga nyata begini”( Al Bukhary 10: 13 ; Muslim 13: 8 ; Al La'lu-u wal Marjan 2: 7 ). 

Artikel Terkait:

Setelah beberapa lama ayat ini diturunkan, Ady datang ke Madinah memeluk Islam dan mempelajari hukum-hukumnya.

Menurut zhahir perkataan ini Ady hadir di majelis Nabi pada waktu ayat ini diturunkan. Dan hal ini memberi pengertian bahwa Ady telah Islan di awal hijrah, karena ayat ini turun di permulaan hijrah, padahal 'Ady it sebenarnya memeluk Islam pada tahun 9 atau 10 Hijrah. 

Karena itu kita harus menakwilkan perkataan Ady ini dengan salah satu makna: 

  • Kita menetapkan bahwa ayat ini tidak sekaligus turunnya, bersama sama ayat yang memfardhukan puasa. Takwil ini sangat jauh dari yang dapat diterima 
  • Kita memaknakan”manakala telah turun ", manakala dibaca ayat ini kepadaku sesudah aku masuk Islam. 
Diriwayatkan oleh Ahmad bahwa 'Ady berkata:

 علمني رسول اللہ ﷺ الصلاة والقيام فقال: صل كذا أو ضم كذا فإذا غابت الشمس فكل حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود

”Rasulullah mengajar aku shalat, dan puasa. Beliau berkata: Shalat begini dan berpuasa begini. Apabila matahari telah terbenam, maka makanlah sehingga nyata kepadamu benang putih dari benang hitam.”

Untuk mengetahui beda benang putih dari benang hitam, saya pun mencari seutas tali hitam dan seutas tali putih saya letakkan keduanya di bawah bantalku. 

Aku memperlihatkan warna tali-tali itu tidak terang dan tidak dapat aku membedakan. Menurut pendapatku apabila sedah nyata mana benang putih, maka berakhirlah waktu boleh makan dan minum di malam hari dan mulailah kita berpuasa. 

Yang dimaksudkan dengan benang putih dan benang hitam bukanlah tali yang berwarna putih dan yang berwarna hitam, tetapi yang dimaksudkan adalah gelap malam dan putih siang hari. 

Al Qadhi Iyadh berkata:”Makna hadits ini ialah”Ady mengambil dua utas tali dan meletakkannya di bawah bantal, karena begitulah pendapat beliau mengenai benang putih dan benang hitam ini. Banyak pula orang yang jauh dari kota atau orang yang tidak memakai kata benang putih dan hitam untuk makan siang dan malam, berpendapat demikian. Sebenarnya mereka yang memahami maksud benang di sini sudah mengetahui apa yang dimaksudkan. 

Hal yang demikian itu berlangsung beberapa lama sehingga turun firman: minal fajri- dari fajar. Sesudah turun ayat ini barulah umum mengetahui bahwa yang dimaknakan benang putih dan benang hitam ialah siang dan malam. Inilah sebabnya Nabi mengkritik ' Ady dengan sabdanya: ”Kalau begitu bantalmu lebar sekali sehingga siang dan malam dapat masuk.”

Kata Abu Ubaid: benang putih, ialah fajar shadiq dan benang hitam ialah malam hari. Benang di sini bermakna warna. Sabda Nabi itu ini memberi pengertian bahwa sesudah fajar digolongkan ke dalam siang hari, bukan kepada malam. Tidak ada pemisah antara siang dan malam. Dalam suatu riwayat berbunyi: "lamma nazzalat hadzihil ayatu ja ' alar rajulu ya ' khudzu khaithan aswada fa yadha ' uhuma tahta wisadatihi fayanzhuru hatta yastabina huma" manakala ayat ini turun, mulailah orang-orang mengambil benang putih dan benang hitam lalu meletakkannya di bawah bantal. 

Kemudian dia melihatnya sehingga nyata mana yang putih dan mana yang hitam. Tidak ada pertentangan antara dua lafal ini, karena mungkin sebagian para muslimin ketika itu mengikat tali di kakinya dan sebagian yang lain meletakkannya di bawah bantal. 

Tetapi apabila telah masuk waktu sahur barulah mereka ikat tali itu di kaki, agar mereka dapat melihatnya. Untuk menghilangkan salah paham itu Allah menurunkan firman minal fajri yang dimaksudkan tali hitam dan tali putih, ialah pekat malam dan terang fajar sehingga menghilangkan kemusykilan. Bahkan ada yang mengatakan antara keduanya berjarak setahun lamanya. 'Ady menganggap bahwa yang dimaksud dengan benang hakikatnya benang dan mengartikan perkataan minal fajri, karena fajar. 

Untuk mengumpulkan kedua hadits ini hendaklah kita menetapkan bahwa hadits 'Ady terkemudian dari hadits Sahal. 'Ady tidak mengetahui apa yang berlaku atas Sahal. 'Ady mendengar ayat dan memahaminya, kemudian Nabi menerangkan makna yang dimaksud. Sejarah pun menegaskan bahwa 'Ady terkemudian Islamnya.

Menurut Al Baidhawy, boleh jadi ayat ini turun sebelum Ramadhan, selain dari minal fajri. Setelah Ramadhan masuk dan memerlukan penjelasan yang tegas, Allah pun mengumpulkan al fajri.

Sesudah turun minal fajri barulah para sahabat mengetahui bahwa yang dimaksudkan, ialah pekat malam dan putih siang. Putih siang ini berwujud dengan terbit fajar shadiq. 

Ada yang berkata:”Dimaksud dengan benang putih, ialah tali yang berwarna putih yang mula mula nampak dari fajar yang terlintang dari ufuk seperti benang yang diulurkan. 

Dan dimaksud dengan benang hitam, ialah pekat malam yang masih terus menyertai benang yang putih itu.”Golongan yang tidak membenarkan penta'khiran penjelasan dari waktu yang diperlukan, yaitu kebanyakan fuqaha dan mutakallimin menetapkan bahwa hadits Sahal ini, tidak shahih. 

Kata Al Hafizh:”Menetapkan hadits ini tidak shahih, tidak dapat dibenarkan, karena hadits ini diterima oleh semua ulama. Masalah menelatkan penjelasan dari waktu yang diperlukan, adalah masalah yang diperselisihkan ulama. 

Dalam masalah ini Ash Shan'any mengemukakan 4 pendapat:

  • Boleh. Demikian pendapat Ibnu Suraih, Al Istakhry, Ibnu Abi Hurairah dan Ibnu Khairan. 
  • Tidak boleh. Ini pendapat Abu Ishak Al Marwazy, Abu Hamid dan Ash Shairafy. 
  • Boleh menta'khirkan bayan mujmal, tidak boleh menta'khirkan bayan 'am. 
  • Sebaliknya dari yang ke 3 di atas. 
Kata Ibnul Hajib: ”Menta'khirkan bayan dari waktu yang ditentukan, tidak boleh terkecuali menurut paham ulama yang membolehkan Tuhan membebankan kita dengan bebanan yang tidak sanggup kita jalankan, yaitu golongan Asy'irah.”

Menurut pendapat Ibnu Buzaizah, kejadian ini dari bab menta ' khirkan penjelasan ibarat yang mempunyai zhahir padahal yang dimaksudkan bukan yang zhahir itu. Karena Bilal berazan di waktu masih malam atau jauh sebelum fajar, maka kita masih boleh makan dan masih boleh minum schingga Ibnu Ummi Maktum membaca azannya.

Ibnu Ummi Maktum namanya Amr, atau Abdullah ibn Qais Rafidah Al Qurasyi. Ummu Maktum namanya Atikah bintu Abdillah Al Makhzumiyyah. Ibnu Ummi Maktumlah yang dimaksud dengan orang buta dalam surat Abasa. Tiga belas kali beliau ditunjuk menjadi pengganti Nabi sebagai imam shalat di Madinah. 

Dalam Shahih Ibm Khuzaimah diterangkan bahwa Nabi bersabda:

  إذا اذن عمروفانه خريرالبصر فلا يغرنكم , وإذا أذن بلال فلا يطعم منكم أحدا 

”Apabila Amr membaca azamnya, maka sesungguhnya Amr itu seorang yang kabur matanya. Karena itu janganlah memperdayakan kamu. Tetapi apabila Bilal membaca aannya, maka janganlah seseorang kamu makun lagi.”

Hadits Ibnu Khuzaimah ini menyalahi hadits ini. Untuk mengumpulkan kedua hadits ini kita berkata:”Mungkin kedua beliau itu berazan secara berganti-ganti, berdasarkan gilirannya masing-masing, atau Bilal mula-mula seorang diri membaca azan yaitu di waktu permulaan azan disyariatkan dan Bilal hanya berazan untuk Shubuh sesudah terbit fajar. 

Kemudian Nabi menyuruh Ibnu Ummi Maktum membaca azan di malam hari jauh sebelum fajar Bilal terus menjalankan tugasnya. Kemudian Ibnu Ummi Maktum dita khirkan dan didahulukan azan Bilal. Maka di dalam keadaan itulah maka Ibnu Ummi Maktum telah berazan sebelum waktu.”

Dari hadits inilah düsbatkan kesunnatan azan dilakukan oleh seorang demi seorang dan kita boleh mengkritik seseorang apabila kita maksudkan untuk memberi penjelasan kepada umum. 

Kata An Nawawy:”Hadits ini memberi pengertian bahwa azan untuk Shubuh itu boleh sebelum fajar, dan masih membolehkan makan minum, mendekati isteri dan lain-lain sebelum terbit fajar. Dan untuk Shubuh diadakan dua azan. Pertama sebelum fajar dan kedua sesudah fajar.”

Malik dan Al Muzany mempergunakan hadits ini untuk membolehkan syahadah ( kesaksian ) orang buta. Jumhur tidak membolehkan. Kata jumhur”Syahadah itu memerlukan pengetahuan dan pengetahuan itu tidak bisa diperoleh dengan mendengar suara, lantaran suara-suara itu hampir-hampir sama satu sama lainnya. Mengenai azan dan waktu shalat kita dapat berpegang kepada perkiraan semata. 

Dan hadits ini menjadi dalil bahwa kita boleh berniat sesudah sahur, tidak rusak puasa lantaran makan sesudah berniat, karena Nabi saw membolehkan makan sebelum terbit fajar. Dan sudah dimaklumi bahwa niat itu tidak boleh sesudah fajar. Kalau demikian nyatalah bahwa niat itu dilakukan sebelum makan. 

Ada yang mengatakan bahwa apabila kita makan sesudah berniat, atau mendekati isteri sesudah berniat, maka rusaklah niat itu, dan niat harus diperbarui. Ini ternyata keliru. Juga hadits ini menunjukkan kepada disukai kita menelatkan sahur serta membolehkan kita mempergunakan 2 orang muazzin untuk sesuatu masjid besar. 

Ulama-ulama Syafi'iyah berkata: ”Jika kebutuhan memerlukan, maka kita boleh mempergunakan lebih dari 2 muazzin, sebagaimana Utsman telah mengangkat 4 orang muazzin, dan jika kita berhajat lebih dari itu, maka kita boleh mengangkat lebih dari 4 orang, sesuai dengan kemaslahatan dan keperluan.”

Bilal berazan sebelum fajar. Kemudian sambil berdoa menunggu fajar terbit. Sesudah fajar terbit Bilal turun dari menara memberitahukan kepada Ibnu Ummi Maktum bahwa Shubuh telah masuk. Ibnu Ummi Maktum setelah berwudhu naik ke menara lalu membaca azan. Al Qasim mene rangkan bahwa azan pertama dan kedua tidak lama berselang. Ada yang berkata:”Sekedar lama turun yang seorang dan naik yang seorang lagi.

Oleh karena Bilal berazan di malam hari, maka kita masih boleh makan dan minum hingga mendengar azan Ibnu Ummi Maktum, Dialah yang ditugaskan untuk berazan di waktu telah terbit fajar. Bilal berazan atau menyuruh manusia bershalat waktu masih malam atau belum lagi terbit fajar untuk mengingatkan orang yang sedang bershalat malam supaya tidur sejenak agar dalam menghadapi Shubuh badan terasa segar alau supaya makan sahur kalau berpuasa.

Azan itu berfungsi membangunkan orang yang sedang tidur supaya bersiap-siap untuk bershalat, seperti bertahajud sedikit, atau berwitir atau bersahur, atau mandi atau wudhu atau lain-lain yang perlu dikerjakan sebelum fajar. Kata Abu Hanifah dan Muhammad:”Azan pertama ini hanyalah untuk keperluan-keperluan tersebut. Lantaran itu perlu ada azan lagi untuk shalat. Azan yang pertama ini bukan untuk shalat.”Perkataan”atau dia menyeru,”maknanya ; atau dia berazan. 

Kesimpulan 

Hadits pertama, menyatakan bahwa pada permulaan puasa disyariatkan ada para sahabat yang berpendapat bahwa, dimaksud dengan benang putih dan benang hitam, ialah hakikat benang yang berwarna putih dan berwarna hitam. Setelah Nabi menerangkan apa yang sebenarnya dimaksudkan, barulah para sahabat mengetahui maknanya. 

Hadits kedua, menyatakan bahwa kebolehan makan dan minum di malam hari diakhiri dengan terbit fajar. Maka apabila seseorang sedang makan dan minum dan terbitlah fajar, lalu dengan serta merta diapun menghentikan makan dan minum, maka sah puasanya. Kalau dia makan menurut sangkanya fajar belum terbit menurut pendapat jumhur puasanya tidak rusak. 

Hadits ketiga, menerangkan bahwa azan yang menentukan bahwa waktu Shubuh ( di masa hayat Nabi di Madinah ), ialah azan Ibnu Ummi Maktum. 

Hadits yang keempat, fajar yang menimbulkan hukum, yaitu fajar yang kedua yakni fajar shadiq. Apabila fajar shadiq telah menyingsing, mulailah puasa, haramlah segala yang membatalkan puasa terhadap mereka yang berpuasa. 

Bari Buku Mutiara Hadits Jilid 4 (Yang Keempat) Karangan Hasbi Ash-Shiddieqy