Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Keutamaan Puasa Daud

Hadits Keutamaan Puasa Daud
Orang yang senang berpuasa menginginkan agar berpuasa sepanjang waktu dan shalat sepanjang malam. Mereka telah merasakan lezatnya berpuasa dan shalat malam sehingga meninggalkan aktifitas yang lainnya dan hanya fokus pada puasa dan ibadah shalat saja. Model seperti ini biasanya dilakukan oleh orang sufi yang ingin membunuh nafsu syahwat dan meninggalkan makan dan minum dalam tenggelam dalam nikmatnya beribadah kepada Allah. 

Para shahabat Nabi di masa awal Islam ada yang kuat berpuasa wishal dan shalat sepanjang malam. akan tetapi Nabi Melarang dan menegur mereka secara tegas sebagaiman riwayat dari Abdullah ibn Amr ra, berkata:

قال لى النبي ﷺ: إنك لتصوم الدهر وتقوم الليل ؟ فقلت: نعم ,قال: إنك إذا فعلت ذلك ، هجمت له ونفت له النفس , لاصام من صام الدهر,   صوم ثلاثة ايام صوم الدهر كله ، فقلت: فإني أطيق أكثر من ذلك , قال: فصم صوم داود علیه السلام كان يصوم يوما ويفطر يوما ، ولايفراذا لاقى 

"Nabi saw. berkata kepadaku Engkau berpuasa sepanjang masa dan bershalat malam semalam suntuk ? Aku menjawah Benar ya Rasulullah. Nabi berkata: Apabila engkau berbuat demikian, tentulah mata engkau akan tenggelam dan redup cahayanya dan tentulah badan engkau menjadi letih. Tidak berpuasa orang yang berpuasa sepanjang masa. Aku berkata: Aku sanggup berbuat lebih dari itu. Nabi menjawab: Berpuasalah dengan puasa Daud. Dia berpuasa sehari dan berbuka sehari dan tidak pernah mundur apabila menghadapi musuh. " ( Al Bukhary dan Muslim ) 

Abdullah ibn Amr ibn Ash ra. menerangkan:

  أن رسول اللہ ﷺ قال لعبدالله بن عمر وابن العاص: أحب الصلاة الى الله صلاة داود عليه السلام ، وأحب الصيام إلى الله صيام داود ، وكان ينام نصف الليل ويقوم ثلثه وينام سدسه ويصوم يوما ويفطر يوما   

" Bahwasanya Rasulullah saw, berkata kepadanya: Shalat malam yang paling disukai Allah, ialah shalat Daud. Puasa yang paling disukai Allah, ialah puasa Daud. Beliau tidur separuh malam, bershalat sepertiganya, tidur seperenamnya dan berpuasa sehari, berbuka sehari. " ( Al Bukhary 19: 7; Muslim 13: 35, Al Lu'l-u wal Marjan 2: 26 ). 723 ) 

Abdullah ibn Amr ra. menerangkan

  أن رسول اللہ ﷺ ذکرله صومی فدخل علي ، فألقيت له وسادة من أدم , حسوهالف  فجلس على الأرض ، وصارت الوساد بين وبينه فقال: أما يكفيك من كل شهر ثلاثة أيام ؟.. قال: قلت: يارسول الله قال: خمسا ،قالت  يارسول الله ! قال: سبعا ، قلت يارسول الله ! قال تسعا ، قلت با رسول الله ؛ قال: إحدى عشرة ، ثم قال النبي ﷺ لاصوم فوق صوم داود علیه السلام ، شطر الدهر صم يوما وافطر يوما 

" Bahwasanya ada seseorang yang menceritakan kepada Rasulullah tentang puasaku, Pada suatu hari beliau masuk ke tempatku. Aku berikan kepadanya bantal yang dibuat dari kulit, sedang isinya adalah sabut kurma. Nabi duduk di atas lantai Bantal diletakkan antaraku dengan beliau. Kemudian Nabi berkata: Apakah tidak cukup untuk engkau tiga hari di tiap-tiap bulan ? Aku menjawab Ya Rasulullah ( aku sanggup lebih dari itu ) Nabi berkata: Berpuasalah lima hari. Aku berkata Ya Rasulullah Nabi menjawab: Berpuasalah tujuh hari. Aku berkata: Ya Rasulullah ! Nabi menjawab: Berpuasalah sembilan hari. Aku berkata Ya Rasulullah ! Nabi menjawab Berpuasalah sebelas hari Kemudian Nabi berkata: Tidak ada puasa di atas puasa Daud. Daud berpuasa separuh masa Berpuasalah sehari dan berbukalah sehari. " ( Al Bukhary dan Muslim )

Penjelasan Hadits

Abdullah ibn Amr mengatakan bahwa ada orang yang mengabarkan kepada Rasulullah bahwasanya dia telah bersumpah akan terus-menerus berpuasa setiap hari ( kecuali pada hari-hari yang dilarang ) dan terus-menerus bershalat malam di setiap malam sepanjang hayat. 

Pada suatu hari Nabi bertanya kepadanya: “Apakah benar engkau telah bersumpah sedemikian ?" Dia menerangkan bahwa benar dia telah bersumpah demikian, dan akan menebus Rasulullah dengan ayah dan ibunya. Mendengar itu Nabi berkata: “Wahai Ibnu Amr, engkau tidak sanggup melaksanakan apa yang telah engkau janjikan, yaitu berpuasa terus-menerus setiap hari dan berqiyamul lail terus-menerus setiap malam, karena perbuatan itu amat menyukarkan. Apalagi engkau harus pula mengerjakan urusan urusan lain yang menjadi kebutuhan engkau dan keluargamu. Karena itu, berpuasalah dan berbukalah, tidurlah dan berjagalah untuk qiyamul lail, dan berpuasalah dalam tiap-tiap bulan tiga hari." 

Berpuasa tiga hari pada tiap-tiap bulan, karena sesuatu kebajikan dibalas dengan sepuluh ganda dan yang demikian itu sama dengan berpuasa sepanjang masa. 

Kata para ulama: “Menurut kaidah apa yang ditakdirkan tidaklah sama dengan apa yang dipastikan. Maka bagaimana disamakan pahala orang yang setiap hari membuat sesuatu kebajikan dengan orang yang berbuat setiap hari sepuluh kebajikan. 

Untuk menghilangkan kemusykilan ini kita mengatakan bahwa penyerupaan di sini bukanlah penyerupaan dalam segala segi.

Mendengar perkataan Nabi, Abdullah mengatakan bahwa dia sanggup berpuasa lebih dari tiga hari pada tiap-tiap bulan. Jika demikian, kata Nabi berpuasalah sehari dan berbukalah dua hari, atau berpuasalah pada tiap-tiap Jum'at tiga hari.

Namun bagi Abdullah, puasa seperti itu masih ringan. Jika demikian pula, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari. Demikianlah dahulu Nabi Daud berpuasa. Dan itulah puasa sunnat yang paling utama dan puasa Daud itu adalah puasa yang paling disukai Allah. 

Nabi menandaskan bahwa tidak ada puasa sunnat yang lebih utama daripada puasa Daud yaitu sehari berbuka dan sehari berpuasa. Kata Al Mutawally: “Berpuasa sehari dan berbuka sehari adalah lebih utama daripada berpuasa sepanjang masa".

Menurut pendapat Ibnu Abdis Salam dalam Fatawa-nya, berpuasa sepanjang masa adalah lebih utama, karena lebih lebih banyak. Pendapat ini sesuai dengan penetapan Al Ghazaly. 

Para ulama membedakan antara puasa sepanjang masa dengan shalat pada tiap-tiap malam sepanjang malam, adalah karena puasa sepanjang masa tidak menimbulkan kesukaran bagi kegiatan orang dan tidak menghilangkan hak orang lain. Berbeda dengan shalat sepanjang malam pada tiap-tiap malam, pasti menimbulkan kemudaratan dan mengganggu hak orang lain. 

Para ulama berselisih pendapat tentang puasa sepanjang masa. Ahluzh zhahir tidak membolehkan mengingat zhahir hadits ini. Jumhur ulama membolehkan asal saja tidak dikerjakan pada hari-hari yang dilarang. 

Menurut mazhab Asy Syafi'y, berpuasa terus-menerus dan berbuka pada hari led dan hari-hari tasyrik, adalah amal yang disukai, asal saja tidak menimbulkan sesuatu kemudaratan dan tidak merusakkan hak orang lain. Kalau timbul kemudaratan atau menganggu hak orang lain, makruh hukumnya. Beliau berdalil dengan hadits Hamzah ibn Amr yang diriwayatkan oleh Al Bukhary Muslim. 

Pada suatu hari Hamzah berkata: “Ya Rasulullah, se sungguhnya saya terus-menerus berpuasa, bolehkah saya berpuasa di dalam safar ? " Nabi menjawab: “Jika engkau mau, berpuasalah. " Umar ibn Khaththab juga terus-menerus berpuasa sunnat. Abu Thalhah dan Aisyah, berbuat pula seperti itu. Adapun hadits "la shama man shamal abada" tidak berpuasa orang yang berpuasa terus-menerus", dihadapkan kepada orang yang dengan berpuasa menimbulkan kemudaratan baginya Andai puasa sehari, berbuka schari itu yang lebih utama untuk semua orang, tentulah Nabi menerangkannya, karena melambatkan penjelasan dari waktu yang diperlukan tidak dibolehkan Allah sendiri dalam Al Qur-an telah mencela orang yang membanyakkan ibadah pada mula-mulanya kemudian tidak sanggup melaksanakannya. 

Setelah Abdullah tua dan menjadi lemah, beliau pun menyesali perbuatannya, lalu berkata: “Alangkah baiknya kalau saya menerima dengan baik apa yang telah diberikan Nabi, yaitu berpuasa sehari dan berbuka sehari." 

Abdullah berkata demikian adalah karena Nabi pernah menempelak ( menegur ) seorang sahabat yang pada mula-mulanya beribadah banyak tapi kemudian tidak sanggup melaksanakannya. Abdullah tidak mau disamakan dengan orang itu. 

Maksudnya adalah hendaklah kita apabila mengerjakan sesuatu kebajikan yang telah menjadi adat kebiasaan kita  maka tidak boleh ditinggalkan lagi. Rasulullah memerintahkan Shahabatnya Abdullah menamatkan Al Qur'an sebulan sekali. Dia mengatakan kepada Nabi saw. bahwa dia mengkhatamkan lebih dari sekali pada tiap-tiap bulan. 

Nabi menjawab: “Kalau demikian khatamkan dalam dua puluh hari sekali." Ini tersebut dalam riwayat Muslim. Abdullah tetap mengatakan bahwasanya dia sanggup mengkhatamkan lebih dari satu kali dalam tiap tiap dua puluh hari. Maka akhirnya Nabi memberi tekanan, yaitu menyuruhnya mengkhatamkan dalam tujuh hari sekali. 

Ulama salaf dalam mengkhatamkan Al Qur-an berbeda kebiasaannya. Ada yang mengkhatamkan Al Qur-an sebulan sekali, ada yang dua puluh hari sekali, ada yang sepuluh hari sekali dan ada yang tujuh hari sekali. Banyak juga di antara mereka yang mengkhatamkan dalam tiga hari sekali. Bahkan ada yang mengkhatamkan dua hari sekali, dalam sehari sekali, dalam sehari semalam tiga kali dan sebanyak-banyaknya, delapan kali dalam sehari semalam. 

An Nawawy berkata: “Yang baik, ialah kita biasakan apa yang kita dapat kerjakan secara tetap. Dan hal ini adalah di kala kita tidak mempunyai tugas-tugas yang lain. Kalau ada tugas-tugas yang lain, hendaklah kita membaca tiap-tiap hari atau tiap-tiap malam sekedar yang dapat kita lakukan secara tetap. 

Rasulullah memberikan peringatan kepada Abdullah ibn Amr: “Jangan engkau bertindak seperti si fulan, yang pada awalnya dia sangat rajin shalat malam, tetapi kemudian dia meninggalkan shalat malamnya tersebut." 

Hadits ini memberi pengertian bahwa syara ' tidak menyukai kita meninggalkan sesuatu sunnat yang telah pernah kita lakukan. Agar kita dapat mengerjakan sesuatu sunnat secara tetap, hendaklah kita biasakan ( wiridkan ) sebanyak yang sanggup kita kerjakan secara tetap. Nabi melarang kita berpuasa terus-menerus, tidak pernah terbuka. 

Sebagian ulama berhujjah dengan sabda ini untuk memakruhkan puasa sepanjang masa. Ulama-ulama yang tidak memakruhkan puasa sepanjang masa, menakwilkan hadits ini dengan berbagai-bagai takwil.

Pertama, puasa sepanjang masa terlaranga pada hari led dan hari-hari tasyrik.  Takwil ini sebenarnya boleh dikatakan lemah, karena hari led dan tasyrik itu memang hari-hari yang dikecualikan untuk berpuasa dalam islam. 

Kedua, hadits ini dihadapkan kepada orang yang menjadi mudarat tubuhnya atau terganggu sesuatu kemaslahatan hidupnya jika berpuasa terus menerus. Dan larangan ini khusus dihadapkan kepada Ibnu Amr. Inilah takwil yang dikemukakan oleh An Nawaw y. 

Nabi mengatakan: “Tidak ada puasa bagi orang yang berpuasa sepanjang masa, Maksudnya, Nabi berdoa supaya puasa orang ini jangan diterima Allah. Atau Nabi menerangkan bahwa orang yang berpuasa itu dipandang seperti belum pernah berpuasa, karena tidak mengikuti perintah syara ' yang melarang dia berpuasa terus-menerus 

Kesimpulan 

Hadits-hadits ini menyatakan bahwa Nabi saw. sangat benar memperhatikan keadaan umatnya dan selalu memberi petunjuk dan menggariskan jalan-jalan yang harus ditempuh. 

Hadits-hadits ini memberi pengertian, bahwa sangatlah disukai apabila kita mengerjakan sesuatu, hendaklah sekedar yang dapat secara terus menerus kita kerjakan. 

Juga hadits-hadits ini memberi pengertian bahwasanya salah satu dari adab-adab pergaulan, ialah orang yang lebih utama menziarahi orang yang kurang utama. 

Referensi dari Buku Mutiara Hadits Jilid 4 kr. Hasbi Ash-Shiddieqy