Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TIDUR SEBELUM MENUNAIKAN ISYA' DAN DUDUK BERCAKAP-CAKAP SESUDAHNYA

TIDUR SEBELUM MENUNAIKAN ISYA' DAN DUDUK BERCAKAP-CAKAP SESUDAHNYA

Dalam Islam, disarankan untuk tidak tidur sebelum menunaikan shalat Isya'. Hal ini karena waktu Isya' adalah waktu terakhir sebelum tidur malam. Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada umatnya untuk tidak tidur sebelum melaksanakan shalat Isya' agar tidak terlelap dan melewatkan waktu shalat tersebut. Jika seseorang tidur sebelum Isya', ada risiko besar bahwa mereka akan melewatkan waktu shalat Isya'.

Namun, jika seseorang merasa sangat lelah atau ada keperluan yang memaksa mereka untuk tidur sejenak sebelum Isya', ada beberapa hal yang dapat dilakukan:

  1. Mengatur alarm: Pastikan Anda mengatur alarm untuk bangun sebelum waktu Isya' berakhir. Dengan demikian, Anda dapat memastikan bahwa Anda tidak melewatkan shalat Isya' meskipun tidur sejenak sebelumnya.
  2. Meminta bantuan: Jika Anda memiliki anggota keluarga atau teman dekat yang juga berada di sekitar, Anda dapat meminta mereka untuk membangunkan Anda sebelum waktu Isya' berakhir, terutama jika mereka tahu bahwa Anda ingin tidur sejenak sebelumnya.
  3. Menjaga niat: Tetapkan niat yang kuat dalam hati Anda untuk bangun tepat waktu dan melaksanakan shalat Isya'. Jika niat Anda sungguh-sungguh, Anda akan memiliki motivasi yang lebih besar untuk bangun dan tidak melewatkan shalat tersebut.
Setelah menunaikan shalat Isya', duduk berbicara atau bercakap-cakap tidak ada larangan dalam Islam. Namun, penting untuk diingat bahwa waktu malam setelah shalat Isya' juga merupakan waktu yang berharga untuk beribadah, beristirahat, dan mempersiapkan diri untuk tidur. Oleh karena itu, disarankan untuk menggunakan waktu tersebut dengan bijaksana dan memperhatikan prioritas ibadah serta istirahat yang sehat.

Ingatlah bahwa tidur yang cukup adalah penting bagi kesehatan fisik dan mental kita. Jadi, pastikan untuk mengatur jadwal tidur yang seimbang dan tidak mengorbankan waktu shalat Isya' atau ibadah lainnya.

DALIL TIDUR SEBELUM MENUNAIKAN ISYA' DAN DUDUK BERCAKAP-CAKAP SESUDAHNYA

346) Abu Barzah Al-Aslami ra. menerangkan:

اِنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَسْتَحِبُّ أن يُؤَخِّرَ الْعِشَاءَ الَّتِي تَدْعُوْنَهَا العَتْمَةَ وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا وَالْحَدِيْثَ بَعْدَهَا

"Bahwasanya Nabi saw. suka menta'khirkan Isya' yang kamu namakan "atamah" dan beliau tidak suka tidur sebelum Isya', sebagaimana tidak suka duduk bercakap-cakap lagi sesudah Isya'." (HR. Jamaah ahli hadits; Al-Muntaqa 1: 225)

347) Ibnu Mas'ud ra. berkata:

جَذَبَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ السُّمَرَ بَعْدَ العشاء 

"Rasulullah melarang kami duduk bercakap-cakap sesudah shalat Isya'." (HR. Ibnu Majah; Al-Muntaga 1: 225)

348) 'Umar ra. berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يَسْمُرُ عِنْدَ أَبِي بَكْرٍ اللَّيْلَةَ كَذَلِكَ فِي الْأَمْرِ مِنْ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِينَ 

"Rasulullah duduk bercakap-cakap dengan Abu Bakar pada suatu malam membicarakan beberapa urusan umat." (HR. Ahmad dan At-Turmudzy; Al-Muntaqa 1: 225)

SYARAH HADITS

Hadits (346), menurut riwayat Ahmad dan Abu Ya'la dari Ibnu Mas'ud, bahwa Nabi saw bersabda: "Tidak boleh duduk bercakap-cakap sesudah shalat Isya', melainkan oleh orang yang hendak shalat lagi, atau orang yang dalam perjalanan." Disebut dalam Majma uz Zawa'id: "Perawi-perawi, riwayat Ahmad dan Abu Ya'la, kepercayaan." Hadits ini menyatakan, bahwa kita tidak diperbolehkan tidur sebelum melaksanakan shalat Isya'. 

Hadits (347), semua perawinya adalah shahih. Keshahihannya diakui oleh Ibnu Sayyidin Nas. Hadits ini menyatakan, bahwa kita tidak disukai duduk bercakap- cakap sesudah shalat Isya'.

Hadits (348), At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan." Hadits ini menya- takan, bahwa duduk berbincang sesudah shalat Isya' disukai kalau yang diperbincangkan tersebut adalah urusan yang berharga, penting dan berisi.

Ibnu Isa dan At-Turmudzy mengatakan, "Kebanyakan ulama tidak memperbolehkan kita tidur sebelum Isya'. Sebagian kecil memperbolehkannya." 

Ibnu Mubarak mengatakan, "Kebanyakan hadits menyatakannya makruh, dan sebagian ada yang memperbolehkan kita tidur sebelum shalat Isya' di dalam bulan puasa saja."

Ibnu Sayyidin Nas dalam Syarah Ar-Turmudzy mengatakan, "Sebagian ulama tidak menyukai kita tidur sebelum kita mengerjakan shalat Isya'. Di antara yang berpendapat demikian, ialah 'Umar dan Ibnu Abbas." Pendapat ini dipegang oleh Malik, Asy-Syafi'y dan Ahmad.

Sebagian ulama yang lain, diantaranya ulama Kuffah, Abu Hanifah dan teman-temannya memperbolehkan. Di antara sahabat yang memperbolehkan, ialah Ali dan Abu Musa Al-Asy'ari. Sebagian ulama mensyaratkan boleh tidur, jika ada orang yang membangunkannya. Paham ini dipegang oleh Ath-Thahawi, ada yang diriwayatkan dari Ibnu Umar.

Ibnu Arabi mengatakan, "Tidur sebelum Isya', boleh bagi mereka yang yakin akan bangun dari tidurnya sebelum habis waktu, karena terbiasa, atau ada orang yang membangunkannya. Hikmah dimakruhkan tidur sebelum shalat Isya' ialah karena takut akan tidur terus sehingga waktu shalat Isya' lewat."

At-Turmudzy mengatakan, "Para sahabat, tabi'in dan ulama-ulama setelah- nya, berbeda pendapat dalam hal duduk bercakap-cakap sesudah shalat Isya'. Sebagian mereka memakruhkan. Sebagian yang lain memperbolehkan duduk memperbincangkan pengetahuan dan urusan-urusan yang penting dan berguna."

An-Nawawy mengatakan, "Ulama sepakat memakruhkan duduk sesudah shalat Isya' memperbincangkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang nyata tidak berfaedah."

Hadits Abu Basrah dan Ibnu Abbas memakruhkan duduk bercakap-cakap sesudah shalat Isya', secara umum. Hadits 'Umar memperbolehkan bercakap-cakap dalam urusan-urusan yang berfaedah. Maka dengan mengumpulkan hadits- hadits ini, kelihatan bahwa duduk memperbincangkan soal-soal yang tidak berfaedah, sesudah shalat Isya', dimakruhkan. Adapun duduk mendiskusikan soal-soal ilmu dan kepentigan-kepentingan yang diperlukan diperbolehkan.

Tentang kemakruhan tidur sebelum Isya', menurut pentahqiqan kami, adalah karena dikhawatirkan terlewatnya shalat Isya'. Jika ada yang membangunkan untuk mengerjakan shalat sebelum akhir waktunya sebelum separuh malam, tentulah illat (sebab) kemakruhan, menjadi boleh, berdasar kaidah "segala hukum berkisar sekitar illatnya. Apabila illat-nya hilang, maka hilanglah hukumnya."

Referensi Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Dalam Bab Waktu-waktu Shalat Fardhu (Shalat Maktubah)