Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits I'tikaf Sepuluh Terakhir Ramadhan

Hadits I'tikaf Sepuluh Terakhir Ramadhan
Di antara amalan yang paling penting dan memiliki keutamaan yang besar dilakukan pada bulan Ramadhan adalah Beriktikaf pada sepuluh hari yang Akhir di bulan Ramadhan. Ini senagaimana Hadits riwayata dari Abdullah ibn Umar ra berkata: 

 . كان رسول اللہ ﷺ يعتكف العشر الأواخر من رمضان 

“Rasulullah saw. beriktikaf pada puluhan yang akhir dari bulan Ramadhan. ( Al Backdhary 3: 1 ; Muslim 14: 1 ; Al Lulu-at wal Marjun 22: 229 ), 730 ) 

Begitu juga hadits dari Aisyah ra, menerangkan:

 أن النبي ﷺ كان يعتكف العشر الأواخر من رمضان ، حتى توفاه الله , ثم اعتكف أزواجه من بعده 

Bahwasanya Nabi saw beriktikaf pada puluhan yang akhir dari bulan Ramadhan sehingga Allah mewafatkannya. Kemudian isteri-isteri beliau beriktikaf sesudah beliau wafat. " ( Al Bukhary 33: 1 ; Muslim 14: 1 ; Al Lu'lu-u wal Marjan 2: 29 ). 

Artikel Terkait:

Penjelasan Hadits

Iktikaf dalam pengertian bahasa ialah menahan, berhenti dan tetap di sesuatu tempat. Dalam pengertian syara ' ialah berdiam di dalam masjid dengan cara yang tertentu. Dan iktikaf itu disebut juga "jiwar." 

Muslim telah menerangkan tentang iktikaf Nabi di puluhan yang akhir bulan Ramadhan dan puluhan yang pertama dari bulan Syawal. Maka hadits hadits itu semuanya menunjukkan kepada kesunnatan iktikaf, lebih-lebih lagi pada puluhan yang akhir dari bulan Ramadhan. 

Seluruh ulama Islam menyunnatkan iktikaf, tidak mewajibkan, kecuali jika dinazarkan. Dan mereka semua menetapkan bahwa iktikaf merupakan amalan yang utama. Dalam pada itu kita tidak dapat menemukan hadits yang khusus menerangkan keutamaan iktikaf.

Menurut mazhab Asy Syafi'y bahwasanya puasa itu bukan syarat sah iktikaf. Dan sah iktikaf yang dilakukan hanya sejam saja atau sekejap saja. Karena itu, seyogianyalah bagi orang-orang yang berada di dalam masjid dengan menanti shalat, atau sesuatu pekerjaan lain supaya berniat iktikaf agar dia memperoleh pahala. Jika dia keluar dari masjid kemudian dia masuk kembali, hendaklah dia memperbarui niatnya. 

Iktikaf ini tidak mempunyai dzikir-dzikir yang khusus dan tidak mempunyai amalan-amalan yang khusus, selain duduk berdiam di dalam masjid dengan niat iktikaf. 

Si Mu'takif ( orang yang beriktikaf ) diperbolehkan berbicara yang tidak merupakan dzikir, atau mengerjakan sesuatu yang bukan merupakan pekerjaan ibadah seperti menjahit. 

Malik dan Abu Hanifah mensyaratkan sah iktikaf dengan berpuasa. Mereka itu berhujjah dengan hadits-hadits yang menerangkan bahwasanya Nabi beriktikaf di puluhan yang akhir bulan Ramadhan, sedang Asy Syafi'y berhujjah dengan hadits-hadits yang menerangkan bahwa Nabi pernah beriktikaf di puluhan yang pertama dari bulan Syawal dan karena sah iktikaf di malam hari, padahal malam hari bukan waktu untuk berpuasa. 

Hadits-hadits yang mengenai masalah ini menyatakan bahwa iktikaf itu harus di masjid. Nabi, para isteri beliau dan para sahabat selalu beriktikaf di dalam masjid. Kalau boleh di rumah, tentulah para isteri Nabi dan para sahabat tidak berpayah-payah untuk mengerjakannya di masjid. Tidak sekali pun mereka beriktikaf di rumah. 

Demikianlah menurut mazhab Malik, Asy Syafi'y, Ahmad, dan jumhur, baik terhadap laki-laki maupun terhadap perempuan. Abu Hanifah berkata: “Iktikaf kaum perempuan di mushala rumahnya sah. Orang laki-lakilah yang diharuskan beriktikaf di masjid. " 

Segolongan ulama Malikiyah dan segolongan teman-teman Asy Syafi'y membolehkan kita ( laki-laki dan perempuan ) beriktikaf di mushala rumahnya. 

Kemudian para ulama berselisih pendapat tentang masjid yang harus dipergunakan untuk tempat iktikaf, menurut Malik, Asy Syafi'y dan jumhur sah iktikaf di segala masjid, baik masjid yang tetap didirikan jamaah, atau tidak.

Menurut Ahmad, iktikaf hanya sah di masjid yang secara tetap melaksanakan jamaah. Menurut Abu Hanifah, di masjid yang menyelenggarakan didirikannya seluruh shalat fardhu. Az Zuhry mengkhususkan dengan Al Jami ', yaitu masjid di mana diadakan jamaah Jum'at, Hudzairah Ibnul Yaman mengkhususkan tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha. Para ulama tidak membatasi jangka waktu iktikaf. Su'aid ibn Ghaflah mensyaratkan untuk iktikaf, berthaharah dahulu. 

Kesimpulan 

Hadits-hadits ini menyatakan bahwa Nabi saw. beriktikaf di dalam masjid pada puluhan yang ketiga bulan Ramadhan untuk memperoleh Lailatul Qadar. 

Dan menyatakan pula bahwasanya Nabi tetap beriktikaf setiap tahun sehingga beliau wafat dan iktikaf itu tetap dikerjakan oleh para isterinya sepeninggal beliau.

Dari Buku Mutiara hadits Jilid 4 Hasbi Ash-Shiddieqy