Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Abdullah bin Mubarak dan Kemuliaan Akhlaknya

Abdullah bin Mubarak dan Kemuliaan Akhlaknya

HABISKAN waktu siang anda bersama Abdullah bin Mubarak, agar anda melihat bagaimana seorang lelaki bisa seperti satu umat, satu individu menjelma menjadi sebuah generasi, dan seorang manusia menjadi sekumpulan jamaah, Ketahuilah bahwa ada jiwa-jiwa yang bersinar dengan nilai-nilai keutamaan laksana mentari. Memantulkan kebaikan laksana sungai dan meluapkan ilmu laksana lautan.

Ibnul Mubarak: Cerminan perikemanusiaan yang sebenamya, yang senantiasa memberi dan tidak pemah mengambil, berpengaruh namun tidak terpengaruh dan dermawan yang tidak mengharap ganti. Dia adalah punggung sebuah bangunan. Dia adalah idealisme dari satu kepribadian. Ketakwaan pada Sang Khaliq dari seorang makhluk.

Ibnul Mubarak adalah gambaran dari berbagai kebaikan, contoh dari keberanian, dan kedudukan dari berbagai sifat. Dia belajar, kemudian disinarinya orang-orang yang ada di sampingnya. Dengan ilmu, dia haluskan ruh dan sucikan jiwanya. Dia kumpulkan harta untuk disalurkan pada para tetangga. 

Dengan hartanya dia cukupi kebutuhan orang fakir, dia jenguk orang-orang miskin. Dengan hartanya, dia lindungi wajah dan kehomatannya dirinya. Dia tuntut ilmu hadits. Lalu, dia tempatkan padanya keutamaan keutamaan tiada tara. Dia gambarkan sifat-sifat ideal. Dia bentuk dalam harga diri, kejujuran, keberanian dan zuhud terhadap dunia.

Ibnul Mubarak: Senantiasa bergaul dengan alim ulama, lalu dia lampaui mereka dengan ilmu. Dia lampaui mereka dengan kejujuran diri. Dia lampaui mereka dengan keagungan jiwa. 

Dia berteman dengan para zahid, maka jadilah dia yang terbesar di antara mereka. Sebabnya, dia memiliki harta sedangkan mereka tidak memiliki apa-apa. Dia infakkan hartanya, sedangkan mereka tidak menginfakkan apa-apa. Dia memberi pada orang-orang yang membutuhkan, sementara mereka tidak memberikan apa-apa.

Dia berteman dengan banyak manusia, dan mereka mencintainya. Semua merasa terikat dengannya. Akhlaknya demikian menawan. Kedermawanannya demikian memukau. Bibirnya senantiasa merekah dengan senyuman. Hatinya senantiasa berhiaskan kasih sayang. Tangannya senantiasa terbuka lebar dan matanya senantiasa bercucuran.

Ibnul Mubarak: Jika dia membaca sebuah atsar, maka ibrah yang didapatkannya akan muncul lebih dahulu daripada kalimat-kalimatnya. Anda tidak akan mendengar darinya kecuali suara dan seruan kecil. Jika dia berjalan bersama satu kaum, maka akan sulit bagi mereka untuk berpisah dengannya. Karena demikian berat bagi mereka untuk berjauhan dengannya. Jika dia hadir dalam sebuah pertempuran, dia terjun ke medan perang tanpa memperdulikan dirinya. Ruhnya demikian tidak berarti baginya. Akhlak Ibnul Mubarak adalah seperti apa yang pernah diucapkannya:

"Jika kau berteman bertemanlah dengan orang mulia

Yang menjaga kehormatan, rasa malu dan dermawan

Dia akan berkata tidak, jika kau berkata tidak!

Dia akan berkata ya, jika kau berkata ya!."

Kesungguhannya dia gambarkan dalam sebuah syair yang dibuatnya sendiri dan demikian indah

"Wahai penyembah dua tanah suci andaikata kau melihat kami

Kau akan tahu bahua dengan ibadahmu kau bermain main."

Ibnul Mubarak mengalami beberapa peristiwa yang demikian indah dan memiliki penganuh dalam hidup dan jiwanya. Dia demikian jujur pada jiwanya dan tidak memberikan ruang baginya untuk mengeluh. Rasa takutnya mengisi seluruh relung hatinya. Pergaulannya yang supel telah membuat banyak orang menanuh sirmpati.

Dia berpuasa di saat banyak orang tidak puasa. Dia senantiasa siap memberi pelayanan dan menerima mereka sebagai tamu. Dia berjalan bersama dengan manusia dan mengeluarkan uangnya untuk kebutuhan mereka dan memberi mereka makan dari makanan yang Disebutkan padanya tentang sahabat-sahabatnya, maka dia memuji dan mengagungkan mereka serta berpaling dari menodai kehormatan mereka.

Dia mendengar hak-hak yang belum terpenuhi, maka dipenuhinya dengan penuh tanggung jawab dan bersegera untuk menunaikannya. Dibentangkan padanya kebaikan, maka dia menangkapnya dengan segera, dan beterbangan di depannya karunia dan kemenangan, maka dia menyergapnya. Dia membaca nilai-nilai utama, maka dia melaksanakan dan membiasakan diri dengannya.

Jika dia berteman dengan sekelompok kaum, dia tidak akan meninggalkan mereka hingga mereka menangis atas perpisahan dengannya karena persahabatan yang demikian indah. Jika dia tinggal dengan suatu kaum, dia tidak akan meninggalkan mereka hingga sebagian mereka merasakan kehilangan atas keindahan perilakunya.

Dia bertetangga dengan seorang Yahudi dan dia berlaku baik padanya. Dia sering bertandang dan memberikan makanan dan pakaian padanya hingga orang Yahudi itu masuk Islam dan berkata, "Sesungguhnya sebuah agama yang melahirkan orang seperti Ibnul Mubarak pastilah agama yang benar dan hak.”

Dia berangkat untuk menunaikan haji dan mernbawa barang-barang yang baik dan lezat. Suatu hari, dia melintasi sebuah desa dimana penduduknya hampir saja mati karena kelaparan yang sangat hingga mereka memakan bangkai, maka dia pun membagikan seluruh barang bawaannya dan dia kembali pulang ke rumahnya dengan penuh kerelaan. Jika pulang ke kampungnya, maka orang-orang gembera ria menyambutnya, seperti menyambut turunnya hujan dan hari raya yang datang. Jika dia melakukan perjalanan, maka tangisan akan memenuhi negerinya, Marw, sehingga di antara mereka berkata:

"Jika Abdullah berangkat dari Marw pada malam hari

Maka hilanglah cahaya dan dan keindahan malam ini

Jika orang orang tercinta disebutkan di sebuah negeri

Maka mereka adalah gemintang sedang dia adalah rembulan."

Ibnul Mubarak masuk kamamya, lalu dia memadamkan lampu. Dia mengingatkan dirinya dengan gelapnya kamar akan gelapnya kuburan. Maka menangislah dia hingga tersedu-sedu. Pena salah seorang sahabatnya tertinggal di rumahnya, sementara dia sedang dalam perjalanan dan sudah tiga hari meninggalkan rumahnya. Tatkala dia ingat akan pena itu, ia kembali ke rumah untuk mengambil pena dan mengembalikan kepada pemiliknya.

Ibnul Mubarak menulis buku Az-Zuhd. Lalu dia datang ke masjid untuk membacakan buku itu di depan banyak orang. Namun dia tidak bisa membacanya, karena terus menerus menangis. Untuk shalat malam, Ibnul Mubarak telah mengkhususkan satu pakaian untuk dikenakannya. Tatkala kematian datang menjemputnya dia meminta orang-orang untuk mengkafaninya dengan pakaian itu.

Pernah Ibnul Mubarak semalaman suntuk mengulang-ulang bacaan surat "Alhaa kum at-Takatsur" sambil menangis hingga menjelang pag, sehingga kelopak matanya sembab karena tangisannya.

Ibnul Mubarak berkata ke orang-orang, "Aku sangat benci para pelaku, meski aku tidak lebih baik dari mereka. Dan aku demikian senang terhadap orang-orang saleh, meski aku bukan bagian dari mereka." Tatkala kematian datang menjemput pada Ibnul Mubarak, dia tersenyum dan membaca ayat ini, "Untuk kemenangan serupa inilah hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja. " (Ash-Shaaffaat: 61).

Dia membuka lebar-lebar rumahnya untuk menampung sekian banyak manusia dan dia membuka koceknya untuk menafkahi mereka. Dia membentangkan bejana makanannya agar mereka bisa makan darinya. Dia memaparkan ilmunya agar mereka bisa meneguk darinya. Dia luapkan kebaikan akhlaknya agar mereka bisa mengikuti jejaknya. 

Dia tidak permah memberi ijin pada nafsunya untuk menang atas dirinya, dan dia tidak pernah membolehkan siapa saja di majlisnya untuk ghibah kepada orang lain. Dia tidak suka ada orang-orang yang mengotori kehormatan orang lain saat kehadirannya. Dia memiliki tameng, dia memiliki agama yang kokoh, dia sangat amanah dan berada dalam ketenangan.

Tawadhu' dalam pandangannya adalah: Tidak tunduk pada para durjana. Sedangkan kehinaan dalam pandangannya adalah merendah pada orang-orang kikir dan pelit. Semua orang mencintainya, baik orang-orang biasa maupun kalangan terhormat. Mereka melayangkan puncak-puncak pujian padanya dan menghadiahkan bait-bait terindah kala kematiannya. Mereka membalas cinta dengan cinta, kasih dengan kasih, pemenuhan janji dengan pemenuhan janji.

Dia hidup di kedalaman nurani orang-orang yang hidup sezaman- nya, dan namanya senantiasa abadi bagi orang yang mencintainya. 

Berdasarkan buku Hadaa'iq Dzatu Bahjah buah tangan dari Dr. 'Aidh Abdullah Al-Qarni