Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Imam Asy-Syafi'i dan Keagungan Ilmunya

Imam Asy-Syafi'i dan Keagungan Ilmunya

DIA adalah imam para jenius dan sosok jenius dari para imam. Dia memiliki 'sebab' dalam pencapaian ilmu, nasab yang baik, dan kepribadian yang tidak perlu 'dihisab'. Angin taufik bertiup kencang membawa ilmunya, maka mengalirlah air di lembah-lembah sesuai dengan ukurannya. Daya ingatnya disiram oleh hujan lebat, maka ia menghasilkan buahnya dua kali lipat.

Imam Asy-Syafi'i telah menemukan ruhnya atsar, sarinya fikih dan ubun-ubunnya ilmu bayan. Dia telah berhasil merasakan manisnya syair, dan mencapai puncaknya kemuliaan. Dia menulis kaidah bagi para ulama, sehingga marahlah musuh- musuh syariah, sebab mereka sendiri telah merelakan diri mereka bersama orang-orang yang tertinggal.

Orang-orang Quraisy bangga dengannya (dia bernasab Quraisy, pen) pun orang-orang Irak demikian adanya. Dia kemudian menuju Mesir. Dia berdialog dengan Muhammad bin Hasan. Dan dia mampu mengalahkannya. Dia membantah Al-Murisi dan mampu memadamkan apinya. Dia hidup dengan Ahmad, maka Ahmad bersyukur bisa bertemu dengannya.

Asy-Syafi'i bagi dunia ilmu adalah matahari. Bagi malam gulita adalah rembulan. Dalam syariah ada syairnya. Dalam kebenaran ada pengorbanannya. Akhirat adalah tuntutannya. Dan usahanya adalah menemui Allah. Tatkala ia tinggalkan Baghdad, seluruh kota berkabung. sehingga malamnya kembali pekat. Lafazhnya adalah gula. Kasidahnya adalah mutiara. Dia telah menggali kubur bagi orang-orang mulhid (ingkar Allah), mengisolir orang-orang mu'tazilah di penjara keterasingan dan membantah kesesatan orang-orang yang tidak memberi sifat bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Jika kita bertanya padanya tentang ahli ilmu kalam. Maka imam Syafi'i akan menjawabnya dengan kalimat: Pukul dengan cambuk dan sandal.

Jika kita bertanya padanya tentang Ahlu Sunnah, jawabnya: Orang- orang yang akan menuju surga.

Jika kita bertanya padanya tentang para Filosof, jawabnya: Orang- orang bodoh.

Jika kita bertanya padanya tentang Imam Malik, jawabnya: Bintang kerajaan-kerajaan.

Jika kita bertanya padanya tentang Ahmad bin Hanbal, jawabnya: Tanaman yang tumbuh subur.

Harta datang padanya, namun dia lari darinya dan pergi menemui ilmu. Dunia datang menemuinya, maka dia lari menuju akhirat. Dia belajar firasat di Yaman, maka dia berhasil menyingkap orang- orang sesat dan salah jalan. Dia menekuni hujjah-hujjah sehingga dia mampu membungkam para dajjal. Dia menebarkan jalan ushul pada musuh Rasul. Dia belajar kedokteran, maka sakitlah tubuhnya. Dan dia obati manusia, maka bertambahlah dombanya. Muru'ah (kewibawaan) menurut pandangannya: Andaikata syair tidak bersama ulama, maka dia akan menipu. Tawadhu' dalam pandangannya: Aku menyenangi orang-orang saleh, namun aku bukan bagian dari mereka.

Kelebihannya, ia adalah seorang ulama tanpa tanding dan tanpa banding dalam pemahaman. Dia memeras dari bunga kecerdasannya, wewangian nan harum. Diabdikan hidupnya demi menegakkan kebenaran, sehingga dia mampu menenun dari benang-benang syariat pakaian yang lebar. Wangi namanya memenuhi setiap hidung. Alangkah bahagianya orang yang menciumnya! Dia hancurkan kebatilan, sehingga wanginya menjadi busuk. Asy-Syafi'i adalah suluh api yang cemerlang, dengannya setan-setan manusia dibakar dan bagi mereka siksa yang pedih.

"Wahai Ibnu Idris, wahai otak yang agung

Kau adalah pedang kebenaran yang dihunus di llya".

Kasihan, orang yang menyanggah Asy-Syafi'i dan membantahnya. Kasihan, orang yang menentang dan bersombong diri padanya. Kasihan, orang yang mengenalnya tetapi tidak mempelajarinya. Muhammad bin Idris belajar ilmu dari Muhammad, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dia wariskan ilmu yang tidak bisa diguyur air. tidak bisa dipadamkan angin, tidak bisa ditenggelamkan gelap dan tidak bisa dilupakan zaman. Ilmunya orisinil dan benderang, kreatif dan inovatif.

Orang-orang Persia mengenalinya, orang-orang Cina menyebutnya, orang-orang Spanyol Andalusia memujinya. Sementara itu, orang-orang yang cinta pada kebatilan demikian membencinya. Jika berbagai pendapat berkembang dan bersebrangan, maka pendapat Asy-Syafi'i tampil ke puncak laksana bintang yang menembus malam. Jika berbicara, maka dia mampu mendiamkan para khatib. Jika menggubah puisi, maka semua sastrawan terdiam seribu bahasa.

Dia demikian cinta pada agamanya sehingga agama merasuk ke dalam ruhnya. Dia demikian merindukan ilmu, sehingga menggunakan seluruh umur untuknya. Dia ikhlas menjalankan risalah, sehingga jiwanya diabdikan untuknya, Dia senantiasa mendambakan nilai-nilai ideal, mencari tujuan-tujuan tinggi, berkepribadian, menebar sunnah diantara ahlinya dan membelanya di tengah musuh-musuhnya.

Dia tokoh yang menjaga sunnah dan yang menjelaskannya bagi yang menukilnya. Jika dia pergi dari suatu tempat, maka tempat itu akan menangisi kepergiannya. Jika dia pindah, maka dia akan diarak oleh seluruh penduduk. Dia sinari akalnya dengan wahyu. Dia kumpulkan ilmu orang- orang sebelumnya. Orang-orang sezamannya berkata,

 "Kami tak pernah melihat orang seperti dia."

"Kau lebih menonjol dari manusia sedang kau dari mereka

Sungguh minyak misik itu berasal dari sebagian darah kijang."

Dia mewarisi cahaya risalah Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam, sehingga dikarangnya buku dengan judul Ar-Risalah. Ayahnya meninggal, lalu dia dipelihara oleh ibunya. Maka, ia persembahkan buku Al-Umm kepada manusia. Jika Asy-Syafi'iberbicara, maka seakan-akan air sedang mengalir, fajar telah terbit dan cahaya telah bersinar. Makhrajnya benar, lafazhnya manis, hujjahnya kuat, dalilnya kokoh, bentuk kalimatnya tidak cacat. Ini adalah karunia yang Allah berikan kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya.

Asy-Syafi'i, dalam fikih adalah imam. Dalam naql, dia adalah hujah. Dalam ibadah, ia adalah panji. Dalam bahasa, dia adalah ustadz. Dan dalam kecerdasan, ia adalah tanda kebesaran Tuhan. la dibawa ibunya dari Ghazzah. Mahasuci Allah yang telah memper- jalankan hamba-Nya. Dia hidup di Makkah untuk memberikan manfaat pada Ummul Qura.

Asy-Syafi'i, tidak pernah menggantungkan nasibnya pada nasab, meskipun Al-Muththalibi (turunan Abdul Muthallib, kakek Rasulullah) adalah nasabnya. Dia tidak menggantungkan pada kedudukan, walaupun dia keturunan Ubayyi. Dia jauhi semua sebab-sebab kefanaan. Sehingga dia mampu membunuh nafsu amarah pada saat hidupnya. Dengan kematiannya dia mampu menghidupkan nafsu muthmainnah, sehingga dia dipanggil, "Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai. " (Al-Fajr: 28).

Imam Asy-Syafi'i hidup semasa dengan lima raja. Mereka hidup kaya, sementara Asy-Syafi'i demikian miskin. Mereka berada dalam keramaiaan dan dipenuhi pelayan-pelayan, sementara Asy-Syafi'i hidup dalam keterasingan. Namun kemudian, nama Asy-Syafi'i abadi, sementara mereka entah kemana. Asy-Syafi'i diingat semua orang, sementara mereka dilupakan, Dia hidup, sementara mereka mati. Sebabnya, Asy-Syafi'i telah mampu mematikan dunia saat hidupnya dan menghidupkan akhirat setelah kematiannya. Adapun para raja, mereka terpana oleh sesuatu yang sementara. Mereka belakangkan akhirat dalam pikiran mereka, dan rela bergabung dengan orang-orang yang tertinggal.

Dalam pandangan Asy-Syafi'i, mengikuti atsar adalah ibadah. Berjalan di atas rel naql adalah tanda berakal. Menghormati para sahabat adalah akidah. Menolak syubhat itu adalah jihad. Mengajari manusia adalah tindakan rabbaniyah. Meninggalkan maksiat adalah hijrah. Para ahli hadits adalah pemimpin. Para ahli bid'ah adalah orang-orang rendah. Ilmu kalam sama dengan kebodohan. Kedudukan duniawi sama dengan kehinaan. Dunia baginya hina.

Dia datang di Badiyah. Dipotongnya dengan cepat syair Hudzail. Dia adalah kepala sedangkan selainnya adalah ekor. Dia menghirup ilmu Malik dan menyedot pemahaman Abu Hanifah. Dia mampu menggabungkan antara narasi dan syair, antara riwayat dan dirayat, antara akal dan naql. Arabnya Asy-Syafi'i adalah Hijaz. Fashashahnya berkembang di Irak. Didapatkannya kelembutan di Mesir. Yang paling mengagumkan dalam dirinya adalah spirit tajdid dalam madzhab lamanya, dan menghadirkan orisinalitas pada madzhab barunya.

Dia taklukkan syair demi syariah, Nahwu demi wahyu, ra'yu (rasio) demi riwayat, ta'lil demi takwil. Semangatnya membawa untuk terus mencari. Dia tinggalkan dunia dan dikenakannya mahkota penerimaan ditengah-tengah dunia. Dia takut terhadap dunia dan kehinaan. Dijauhinya setan, kejelekan, syahwat dan syubhat.

Jika dia berkhutbah, dia mampu melakukannya dengan urut dan indah. Dia datang dengan semua yang terbaik. Jika memberi fatwa, maka fatwanya menyejukkan dan memuaskan. Dia kalahkan musuh-musuh Islam dan dia turunkan panji-panji mereka. Dia berhasil mengabadikan namanya sepanjang zaman. Dia runtuhkan kesesatan dan luluhkan kebodohan. Dengannya punggung kalangan jabariyah terkoyak hebat, dan periuk-periuk orang-orang Qadariyah dihancurkan. Hujah-hujahnya telah menghapus hujah orang-orang Khawarij, dan di tangannya mata lembing sunnah bergoyang keras.

Tulisan ini Berdasarkan buku Hadaa'iq Dzatu Bahjah Tulisan Dr. 'Aidh Abdullah Al-Qarni