Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bahaya Mengurangi Timbangan

Bahaya Mengurangi Timbangan

Syaikh dan muridnya lalu berangkat menuju pasar pada suatu kampung untuk kemudian masuk ke pasar biji-bijian. Ketika mereka berdua sedang berjalan memasuki pasar tersebut, tiba-tiba Syaikh berhenti secara mendadak.”Baik ya Syaikh -semoga Allah memuliakanmu-,”kata Ammar.”Jangan lupa wahai Ammar untuk membaca doa masuk pasar.”“Apa itu ya Syaikh ? Aku tidak hafal.”“Doa itu adalah doa yang diriwayatkan dari Ibn Umar ra, bahwa Nabi bersabda:


من دخل الشوق فقال: لا إله إلا الله وحده لاشريك له ، له الملك وله الحمد ، يحيي ويميت. وهو حي لايموت بيده الخير ، وهو على كل شيء قدير ، كتب الله له ألف ألف حسنة ، ومحا عنه ألف ألف سيئة ، ورفع له ألف ألف درجة ، وبنى له بينا في الجنة
Barang siapa yang memasuki pasar, lalu ia mengatakan: Tidak ada Tuhan ( yang Hak ) kecuali Allah, yang tidak ada sekutu bagi-Nya ; bagi-Nya kekuasaan dan bag-Nya puji-pujian Yang Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia hidup ( dan ) tidak mati, di tangan-Nya segala kebaikan, dan Dia atas segala sesuatu ( itu ) Mahakuasa. Maka Allah akan menuliskan untuk nya beribu-ribu kebaikan, menghapus darinya beribu-ribu kesalahan, dan meninggikan untuknya beribu-ribu derajat, dan membangun untuknya rumah di surga.

Ammar lalu membaca doa masuk pasar dan keduanya kemudian pasar. Ketika keduanya berjalan di pasar, tiba-tiba Ammar melihat laki-laki yang sedang menakar beras. Ammar melihat lelaki itu, sementara ia telah memenuhi takaran dengan penuh. Ia meletakkan tangannya di atas takaran, sambil mengganjal beras tersebut dengan tangannya, agar beras tidak jatuh kembali. Sehingga, nyaris saja lelaki itu meletakkan beras di atas takaran tersebut lebih kurang sama dengan beras yang ada di dalam takaran. Ammar terhenti memperhatikannya.

Setelah itu, Ammar melihat lelaki itu pindah menakar gandum. Ternyata, lelaki itu tidak menakar gandum tersebut sebagaimana ia menakar beras. Bahkan, ia mengurangi takaran cukup banyak. Bahkan, ia mengubah takaran yang sebelumnya telah dipergunakan untuk menakar beras.

Ammar:”Syaikh, apa pendapatmu tentang metode yang dipraktikkan oleh orang ini, dan apa hukumnya ?”

Syaikh:”Haram, tanpa keraguan sedikit pun.”

Ammar:”Apakah Syaikh mengizinkanku untuk berbicara dengannya ?”

Syaikh:”Silakan !”

Ammar kemudian menghampiri orang itu. Setelah sampai, ia terse nyum dan berkata,”As-Salámu ' alaikum warahmatullah.”

“Wa'alaikum salam warahmatullah,”jawab orang itu sambil sibuk dan tidak acuh.

Ammar:”Siapa namamu ? Semoga Allah melindungi, memelihara, dan memberkatimu”.

“Ya,”sahut lelaki itu.

Ammar:”Aku bertanya, siapa namamu ?”“Mengapa kau tanya namaku ?”jawab lelaki itu, balik bertanya.

Ammar:”Aku ingin berbicara denganmu sebentar. Jadi aku ingin tahu namamu sehingga aku dapat memanggilmu dengan namamu.”

“Baiklah, Rajab Khalifah Abu Syauqi,”jawabnya.

Ammar:”Semoga Allah melindungimu wahai Abu Syauqi. Aku pun meminta semoga Allah memberkatimu dalam jual belimu, serta mem berikan rezeki yang luas dan halal. Aku, saudaramu di jalan Allah, Ammar Muhammad Abd Ar-Rahman.”

Abu Syauqi:”Amin. Selamat datang !”

Ammar:”Semoga Allah merahmati dan memberkatimu, apa yang kamu buat ?”

Abu Syauqi:”Aku menimbang beras yang akan aku beli untuk diriku, dan menimbang gandum yang akan aku jual.”

Ammar:”Semoga Allah memberkatimu. Ketika kamu menimbang beras yang kamu katakan bahwa kamu akan membelinya untuk dirima aku melihatmu meletakkan beras yang beratnya lebih kurang sama dengan yang ada di dalam takaran. Lalu kamu memucungkan dengan kedua ta nganmu supaya beras tersebut tidak jatuh lagi. Setelah itu kamu mengambil beras lebihan itu, sementara aku tidak melihatmu melakukan begitu ketika kamu menimbang gandum yang kamu bilang bahwa kamu akan menjualnya. Apa perbedaan antara menimbang beras yang akan kamu beli dengan menimbang gandum yang akan kamu jual wahai Abu Syauqi ?”

Abu Sauqi:”Ya Ustadz, ini keringanan tangan, kecerdikan, dan keterampilan dalam jual beli, dan rezeki itu suka pada keringanan.”

Ammar:”Sampai di sini wahai Abu Syauqi, apabila kamu menimbang untuk orang lain, kamu menguranginya. Tapi apabila kamu menimbang untuk diri sendiri, kamu memenuhinya.”

Abu Syauqi:”Bukankah telah aku katakan bahwa rezeki itu suka keringanan, sedang bisnis itu licik.”Ammar:”Setujukah kamu bila aku berbeda pendapat denganmu da lam hal itu. Aku katakan padamu bahwa perbuatan yang aku lihat dan kamu lakukan itu tidak boleh, bahkan itu haram.”

Dengan nada marah dan otot-otot yang menggelembung, Abu Syauqi berkata:”Kamu mengharamkan segala sesuatu untuk kami.”Abu Syauqi marah hebat di hadapan Ammar, sementara Ammar hanya tersenyum dan berkata kepadanya:”Semoga Allah memberikan pahala kepadamu. Kita tidak akan berbeda pendapat. Ini ada Syaikh, mari kita bertanya kepadanya !”

Abu Syauqi:”Sesungguhnya, alangkah santun budi pekertimu. Tapi, di mana Syaikh itu ?”

Ammar:”Semoga Allah melindungimu, ini dia.”Keduanya lalu menghadap Syaikh Shalih dan berkata secara bersama an,”As-Salamu ' alaikum warahmatullah.”

Syaikh menjawab,”Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.”

“Syaikh semoga Allah memberkatimu. Bagaimana hukumnya cara yang dipraktikkan oleh Abu Syauqi pada takaran yang kamu lihat sekarang ?”tanya Ammar.

“Semoga Allah melindungimu, jangan kamu kira kami mengharam kan sesuatu dari diri kamu. Tapi yang menghalalkan, mengharamkan, dan mensyariatkan adalah Allah. Perintah itu adalah perintah-Nya,”ungkap Syaikh.”

Agama adalah apa yang Allah syariatkan, halal adalah apa yang Allah halalkan, dan haram adalah apa yang Allah haramkan. Di hadapan syariat yang hany, kita tidak boleh untuk mengedepankan ucapan, per buatan, atau pemahaman yang menyalahi perintah Allah dan Rasul Nya. Pedoman kita dalam menghalalkan dan mengharamkan adalah Ki tab Allah dan sunah Nabi-Nya dengan dalil yang tetap, shahih, dan sharib,”sambung Syaikh.

“Ya, aku tahu itu,”jawab Abu Syauqi.”Kamu telah tahu akan hal itu. Maka, jika kita melihat perbuatan yang kamu lakukan sekarang, tentu kita akan menemukan bahwa syariat yang laif telah merumuskan sebuah nama yang makruf, yaitu At-Tathi ( kecurangan ) dalam takaran dan timbangan.

“At-Tuthfif adalah, apabila seorang manusia menakar untuk diri sendiri, maka ia melebihkan takaran dan memenuhinya. Namun bila ia menakar untuk orang lain, maka ia mengurangi takaran tersebut dan menyem bunyikan hak mereka. Ini merupakan akhlak yang tercela, yang oleh Allah diharamkan dari atas langit ketujuh. Dalam hal ini Allah menurun kan ayat yang terus dibaca sampai hari kiamat. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Muthaffifin ( 83 ) ayat 1 sampai 5.

Allah mengancam dengan lembah dalam neraka jahanam yang mengalirkan nanah penduduk neraka yang mengurangi takaran dan timbangan orang lain. Kepada mereka Allah menerangkan dalam firman Nya Surah Al-Muthaffifin ( 83 ) ayat 1-5. Yakni, apabila mereka membeli dari orang lain, mereka memenuhi takarannya. Demikian pula apabila mereka menimbang. Yakni, mereka menakar untuk keuntungan mereka, dan menimbang pun untuk keuntungan mereka pula. Yakni, mereka melakukan pengurangan. Allah mencela dan mengingkari mereka: orang-orang yang curang ; dari kuburan mereka ; pada hari pembalasan dan perhitungan.

Mereka khusyuk dan merendahkan diri seraya menunggu keputusan Nya untuk mereka. Masa penungguan mereka itu berlangsung dalam waktu yang lama. Salah seorang dari mereka dikendalikan oleh keringat dengan kendali yang kokoh. Sementara sebagian dari mereka pun ada yang ringatnya sampai pada separuh dari kedua telinganya.”

Jadi, Ar-Tathfif dalam takaran dan timbangan -yaitu melakukan kelebihan meskipun sedikit, ataupun pengurangan terhadap sesuatu secara sengaja, meskipun itu sedikit pula adalah haram, berdasarkan ayat yang ada dalam hal ini. Rasulullah bersabda: Sehingga salab seorang dari mereka menghilang dalam keringatnya sampai separuh kedua telinganya.”

Rasulullah bersabda:

خمس بخمس ما نقض قوم العهد ، سلط عليهم عدوهم ، وما حكموا بغير ما أنزل الله إلا فشافيهم الفقر ، ولا ظهرت فيهم الفاحشة إلا فشافيهم الموت ، ولا طففوا المكيال إلا منعوا النبات ، وأخذوا بالسنين ، ولا منعوا الزكاة إلا حبس عنهم القطر

Lima hal ( dibalas ) dengan lima hal: tidaklah suatu kaum melanggar janji kecuali musuh mereka dikuasakan atas mereka, tidaklah mereka berhukum kepada selain apa yang Allah turunkan kecuali kemiskinan menyebar pada mereka, tidaklah kekejian tampak pada mereka kecuali kematian menyebar pada mereka, tidaklah mereka mencurangi timbangan kecuali mereka mencegah tumbuh-tumbuhan dan menghilangkan tahun-tahun, dan tidaklah mereka menahan zakat kecuali hujan ditahan untuk mereka. (HR. Thabrani)

Dengarlah wahai Abu Syauqi tentang kisah yang memilukan dan menyakitkan ini. Kisah ini terjadi pada salah seorang dari mereka yang melakukan kecurangan dalam takaran semasa hidupnya.

"Apa itu ya Syaikh ?”tanya Abu Syauqi.

Syaikh menjawab,”Malik bin Dinar -semoga Allah merahmatinya berkata:”Aku menemui tetanggaku yang sedang sekarat. Ia berkata: ' Dua gunung api, dua gunung api. Aku berkata:”Tenang. Ia berkata,”Ya Abu Yahya, aku mempunyai dua takaran yang salah satunya aku gunakan menimbang untukku, sementara yang lain aku gunakan menimbang untuk orang lain.”

Malik berkata,”Aku lalu memukulkan salah satu timbangan itu dengan timbangan yang satunya sampai keduanya pecah.”

Orang itu berkata,”Ya Abu Yahya, setiap kali kamu memukulkan salah satu timbangan dengan timbangan yang satunya lagi, semakin besar pula gunung itu.”Orang itu kemudian meninggal karena amar pedih -yakni karena sakitnya itu.

Sementara orang Arab berkata,”Janganlah kamu meminta maruah kepada orang yang muruah-nya berada di atas takaran dan jangan pula kepada lidah timbangan.”

Allah de berfirman:


أوفوا الكيل ولا تكونوا من المخبرين, وزنوا بالفسطاس المستقيم
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. ( QS. Asy Syu'ari ' ( 26 ): 181-182 )

Maksud dari ayat tersebut, sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu menguranginya. Janganlah kamu menjadi bagian dari mereka y yang mengurangi takaran dan timbangan. Dan timbanglah olehmu dengan timbangan yang adil.

Semua ini adalah mash-nash yang memutuskan tentang keharaman tathfif dan menerangkan keharaman tindak kriminal yang menjijikkan ini.

Abu Syauqi berkata,”Semoga Allah memberkatimu. Demi Allah, aku tidak mengetahui apa pun tentang hal itu. Aku bersaksi kepada ka lian semua bahwa sekarang apa yang aku timbang akan dikembalikan kepada timbangan syara ' yang banif. Aku pun akan menasihati semua kaum muslimin yang ada di belakangku, yang melakukan perbuatan tersebut dengan nasihat terhadap seorang teman.”

Ammar berkata,”Bagus, baik sekali yang Anda katakan ya Syaikh. Semoga Allah menguatkan langkahmu dan memberikan kemanfaatan karenamu.”

Syaikh berkata,”Dengan perjalanan ini aku ingin melatihmu dalam memberikan keputusan praktis mengenai persoalan kaum muslimin. Sebab, kadang di benak pelajar itu ada keterpecahan yang besar antara teoretis dari buku dengan realitas praktis. Oleh karena itu, aku ingin melatihmu dalam permasalahan seperti ini.”

Ammar menjawab,”Semoga Allah memuliakanmu.”

Ketika Syaikh, Ammar, dan Abu Syauqi tengah berdiri dan Syaikh ingin berlalu dan meninggalkan Abu Syauqi, tiba-tiba ia bertemu dengan penjual ' Arqasus yang memanggil-manggil. Maka, Abu Syauqi bersumpah untuk ingin memberi minum mereka dengan ' Arqasús.

Syaikh berkata,”Semoga Allah memberkatimu, tak perlu repot.”

Abu Syauqi menjawab,”Harus.”.

Syaikh berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.”

Abu Syauqi menghidangkan ' Arqasûs itu dan mereka pun meminum nya. Abu Syauqi kemudian memeluk Syaikh dan menampakkan rasa cinta kepadanya, seandainya kondisinya mengizinkan untuk menemani Syaikh. Maka Syaikh pun mendoakan kebaikan untuknya.

Syaikh berkata,”Kami berterima kasih kepadamu atas ruh Islam itu dan respons yang tanggap terhadap kebenaran. Aku memohon agar Allah memberkatimu dalam mata pencaharianmu. Wassalamu'alaikum warah matullahi wabarakatuh.”

Abu Syauqi menjawab,”Wa'alaikum salâm warahmatullahi, fi ri'âyatillah.”


Kutipan Dari Buku Uang Haram yang ditulis oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir