Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ulama Umat Lemah dalam Masalah Politik

Ulama Umat Lemah dalam Masalah Politik

GHALIBNYA para ahli ilmu, ahli hisbah dan dakwah, mereka lemah dalam politik (dunia), minim pengalaman dalam masalah pemerintahan dan segala tetek bengeknya Kenapa ? Sebab mereka lebih mengarahkan pikirannya untuk menghasilkan pahala, dan memfokuskan pemahaman mereka terhadap ilmu agama saja. Padahal, barangsiapa yang mendalami sesuatu, dia akan mendapatkan hikmahnya.


Sayangnya, sangat sedikit ulama yang bisa memfokuskan diri secara intens pada masalah akhirat dan dunia sekaligus, khususnya yang berhubungan dengan masalah-masalah pemerintahan. Sesungguhnya masalah pemerintahan membutuhkan perhatian, latihan dan kejelian yang lebih besar daripada mendalami nagl.


Oleh sebab itu, anda sering mendapatkan seorang penguasa, walaupun ilmunya tentang masalah agama sangat minim, dia lebih arif, lebih berpengalaman dan lebih luwes dalam pemerintahan daripada seorang alim. Kenapa ? Sebab dia terlibat langsung dengan beragam peristiwa, dia berinteraksi langsung dengan realitas. Dengan bergulimya hari dia semakin terlatih.

Sebagaimana dikatakan oleh Muawiyah. " Tidak ada seorang penguasa kecuali dia harus memiliki pengalaman. "

Al-Mawardi menyebutkan dalam Adab Ad-Dunya wa Ad-Din, " Sesungguhnya Ar-Rasyid berkata kepada Al Ashmu'i. " Kami lebih berakal daripada kalian, namun kalian lebih berilmu daripada kami. "

Perkataan ini adalah benar dan demikian indah. Anda sendiri mendapatkan para penguasa, pada ghalibnya, memiliki kemampuan dalam memetakan masalah, mengerti efek dan dampak dari segala sesuatu lebih cerdik dan berpengalaman daripada para ahli agama, walaupun yang terakhir lebih banyak ilmu agamanya, lebih utama dan lebih besar ketakwaannya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri memberikan wewenang dan kekuasan pada sebagian sahabatnya karena kecerdasan akal, kejemihan pemikiran dan kebaikan pandangan mereka.

Seperti pada Khalid bin Al-Walid, ' Amr bin Ash, Abu Sufyan. Dan beliau tidak memberikan wewenang tersebut pada selain mereka. Sebab ilmu dan keutamaan ini satu hal, sementara kecerdikan dan pengalaman dengan urusan dunia adalah hal yang lain.


Ibnu Khaldun telah memberikan gambaran singkat tentang hal tersebut dalam Muqaddimah-nya pada pasal " Sesungguhnya dakwah keagamaan tanpa adanya fanatisme tidak mungkin sempurna ! " Dalam kitabnya, dia menguraikan pendapat yang intinya menyatakan bahwa minimnya pengalaman para ahli hisbah (para ulama) dalam masalah kenegaraan dan pemerintahan, adalah sebagaimana ketertipuan mereka dengan orang-orang yang pandai membuat makar, atau keterjebakan mereka dengan tipuan para ahli tipu, dan seringnya mereka terperosok dalam berbagai kesulitan, karena kekurang pahaman mereka dalam melihat akibat dari suatu perbuatan Ini adalah sebuah pandangan yang brilian dari Ibnu Khaldun.

Barangsiapa yang membolak-balik buku sejarah. maka dia akan mendapatkan kebenaran apa yang diucapkan olehnya. Sampai-sampai tatkala Umar memecat Ziyad bin Abihi (anak bapaknya) dari kekuasaan dia berkata, " Saya khawatir kelebihan akalnya akan membebani manusia, sebab kecerdikan yang berlebihan serta kelicinan otak akan sangat membahayakan rakyat yang menghajatkan pada sesuatu yang sedikit lalai tentang kesalahan yang dilakukan, dan pura-pura bodoh atas kesalahan kecil. " Ini persis seperti yang dikatakan oleh Abu Tamam :

"Seorang yang bodoh bukanlah pemimpin kaumnya
Pemimpin kaum adalah yang pura-pura tak paham."

Anda akan dapatkan dari Marwan bin Hakam dan anaknya Abdul Malik, Muawiyah dan anaknya Yazid, Ziyad bin Abihi dan anaknya Ubaidillah kecerdikan, tipu muslihat, dan penggunaan waktu yang tepat serta kemampuan mengendalikan pemerintahan yang tidak anda dapatkan pada para sahabat dan tabi'in yang saleh dan ulama-ulama mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing)." (Al-Baqarah : 60).

Politik dunia memiliki rambu-rambu yang tidak bisa dilalui kecuali oleh orang-orang yang terbiasa bertarung dengan gelombang hidup. berhadapan dengan realitas dan terlatih dalam menghadapi ujian dan cobaan, sebagaimana dikatakan oleh Abu Thayyib :

"Mereka yang paling berhak untuk mendapat kemuliaan
Adalah mereka yang menerjang ujian
Dan orang yang menghadapi persoalan besar
Namun menganggap ringan."

Sementara itu para ulama lebih banyak disibukkan oleh halagh dan majlis ilmu, membawa tinta-tinta, mengulang-ulang hafalan, memperdalam dalil, memakmurkan batin, dan menghisab diri, sehingga pengetahuan mereka tentang politik dan siasat dunia--pada ghalibnya-sangat minim. Firman-Nya, " Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. " (Al-Baqarah : 148). Maka, berikanlah busur pada pemiliknya :

"Bagi perang perang ada pahlawan-pahlawan
Untuknya mereka diciptakan
Bagi syair syair ada penulis-penulis
Dan penghitung yang diciptakan.”


Sumber:

Buku "Hadaa'iq Dzatu Bahjah" yang di tulis oleh 'Aidh Abdullah Al-Qarni