Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Penuntut Ilmu Dan Kesabaran Terhadap Kefakiran

Penuntut Ilmu Dan Kesabaran Terhadap Kefakiran
Mayoritas ulama dari umat ini dan para cendekiawannya yang sangat tekun dalam menuntut ilmu sehingga hidup dalam kefakiran. Hanya sedikit dari mereka yang hidup kaya. Sebagaimana yang disebutkan Dalam Muruj Adz-Dzahab disebutkan bahwa Al-Waqidi berkata, "Aku demikian berhasrat menuntut ilmu hingga aku jual hewan pengangkut barangku. 

Aksi ini pun didengar oleh Yahya bin Khalid Al-Barmaki, dan karenanya dia memberikan uang sebanyak lima ratus dinar kepadaku. Saat itu datang seorang lelaki dari keturunan Abu Bakar Ash-Shiddiq, aku pun memberikan uang tersebut kepadanya. Dan karenanya, aku tidak bisa memberi hewan pengangkut barang dan keperluanku. Al-Barmaki lalu mendengar apa yang aku lakukan dan dia menanyakan padaku tentang hal itu.


Maka, aku pun menceritakan kepadanya kalau uang itu telah aku berikan kepada salah seorang keturunan Abu Bakar. Al-Barmaki bertanya ke orang itu untuk memastikan. Orang itu pun menjawab, "Ya, aku telah menerimanya dari Al-Waqidi, namun Yahya bin Said Al-Anshari datang dan meminta uang itu. Aku pun memberikannya kepadanya." Mendengar itu, Al-Barmaki lalu memberi Yahya bin Khalid Al-Waqidi seribu dinar, Al-Bakari (keturunan Abu Bakar) seribu dinar, dan Al-Anshari seribu dinar. und Lihatlah, alangkah indahnya pribadi ini.

Betapa menariknya akhlak yang mulia, jiwa yang demikian ridha, dan hati yang agung. Semoga Allah memberikan pahala-Nya atas kemurahan Yahya bin Khalid Al-Barmaki. "Dia melihat persahabatanku dari tempat persembunyiannya Maka jadilah dia kotoran dua matanya hingga berhias Selamat baginya atas pujian nan indah sungguh dia Lebih mulia dari bintang syi'ra" saat dia naik." Dalam buku AI-Ansab yang ditulis oleh As-Sam'ani disebutkan bahwa Abu Dalb Al-Amir datang berkunjung kepada Qubaishah bin Uqbah, seorang ahli hadits. Dia disertai oleh seorang pelayan dan pemuda yang bertugas menuliskan hadits-hadits. Ketika tiba di rumah Qubaishah, Abu Dalb pun segera mengetuk pintu. 


Pelayan Qubaishah pun berteriak, "Amir (pangeran) di depan pintu!" Mendengar itu, Qubaishah segera keluar dan di ujung kain pakainnya ada potongan kecil roti. Lalu dia berkata pada mereka, "Seorang lelaki yang ridha dengan dunia seperti ini apa yang bisa dilakukan buat Abu Dalb, demi Allah saya tidak akan pemah meriwayatkan hadits padanya!" Sungguh sosok jiwa nan penuh harga diri, ruh menjaga kesuciannya, Ini adalah penyucian buat ilmu agar tidak terjebak dalam kehinaan, dan dijaganya kehormatan dari kedurjaan dunia, dan sebagai penjagaan kedudukan dari kedinaan.

"Mereka mengatakan padaku, dalam dirimu ada kemurungan
Dan mereka melihat lelaki menerjang sikap yang hina dina
Jika dikatakan ini tempat air, aku katakan melihatnya
Jiwa merdeka senantiasa sabar menahan rasa haus”.

Dalam buku Manaqib Imam Ahmad karya Ibnul Jauzi disebutkan bahwa Affan bin Muslim seorang ahli hadits menolak untuk menjawab ujian berat tentang kemakhlukan Al-Qur'an-di zaman Al-Makmun. Maka orang-orang jahat mengatakan padanya, "Semua bayarannya akan ditahan!" Yakni, sebanyak seribu dirham setiap bulan. Maka berkatalah dia dengan mengutip firman Allah,
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu." (Adz-Dzariyat: 22)

Sementara itu di rumahnya terdapat empat puluh jiwa yang menjadi tanggungannya. Tiba-tiba ada seorang lelaki mengetuk pintu dan memberinya sebuah kain yang di dalamnya terdapat seribu dirham. Orang itu berkata, "Ini untukmu setiap bulan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengokohkan pendirianmu sebagaimana kokohnya agama Mahasuci Allah yang memberikan kekayaaan pada mereka pada saat krisis, tatkakla mereka menghormati ilmu, menjaganya, dan mengagungkan serta mengangkatnya.

Aku tak sembunyikan yang selainku bahagia dengannya
Walau dibawakan padaku zaman nan penuh di dalamnya."

Dalam Tahdzib At-Tahdzib disebutkan bahwa Yahya bin Main, imam ilmu hadits dalam bidang jarh wa taa'dil (yakni, cabang ilmu hadits yang membahas kredibelitas seorang perawi hadits) mewarisi harta sebanyak sejuta lima puluh ribu dirham. Lalu dia infakkah semua harta warisan itu untuk hadits sampai tidak bersisa untuk membeli sandal pun.

Perhatikan, apakah setelah ini adalah kemurahan yang lebih tinggi tingkat pengorbanannya dalam menuntut ilmu! Tidakkah jiwa-jiwa agung ini adalah menara hidayah, yang menerima wahyu langit bersama dengan embun fajar hidayah. Yang kemudian mengirimkan sinar cemerlangnya yang terpuji, moralitasnya yang tanpa tanding, dan contoh tertinggi.

"Mereka kaum, jika berucap demikian indah Jika dipanggil, pasti menjawab
Dan jika memberi, demikian murah dan melimpah
Tidak seorang mampu melakukan apa yang mereka lakukan
Walau mereka berusaha meniru dan berusaha sekuatnya."

Dalam buku Thabaqat Al-Mu'tazilah karya Al-Qadhi Abdul Jabbar disebutkan bahwa Abu Ja'far bin Mubasysyir Ats-Tsaqafi seorang alim yang sangat wara' mengembalikan uang sebanyak lima ratus dinar yang diberikan oleh seorang pedagang kepadanya, karena orang itu sangat kagum dengan nasehatnya. Dia berkata, "Kami tidak mengambil dari doaku kepada Allah dan nasehatku satu ongkos pun." Padahal dia saat itu sangat miskin.

Namun demikianlah gambaran jiwa yang mulia. Tekad untuk selalu berada pada martabat tertinggi, keengganan untuk mengalah dalam mempertahankan posisi ilmiahnya, teladan dalam dakwah dan idealisme.

"Andaikata satu kaum bisa duduk di atas matahari dengan
Ayah dan kemuliaan mereka, maka mereka akan duduk di sana"

Dalam buku Tadzkiratul Huffazh disebutkan bahwa pangeran Thahir bin Abdullah Al-Khuzai mengirim uang sebanyak lima ribu dirham kepada Al-Hafidh Al-Muhaddits Al-Qudwah guru Imam Bukhari, Muhammad bin Rafi An-Naysaburi yang dibawa oleh seorang pelayan. Syaih Muhammad saat itu sedang makan roti dengan buah lobak. Maka pelayan itu meletakan bungkusan uang tadi di depannya.

Berkatalah Syaikh Muhammad bin Raf, "Ambil, ambil Saya tidak membutuhkannya, karena sesungguhnya matahari kini telah sampai ke ujung tembok, dia sebentar lagi akan segera enggelam Aku kini telah melewati umur delapan puluh tahun, lalu hingga kapan aku akan hidup?" Dia mengembalikan uang itu dan tidak mau menerimanya. Sementara itu anaknya sedang berteriak, "Wahai ayahanda darimana kita dapatkan roti untuk malam ini?"
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya pada manusia agung dan terhormat itu, Semoga Dia melimpahkan keridhaan-Nya, menumpahkan semua maghfirah-Nya. Allah berfirman,
"Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An’am ayat ke-98)

Telah tampak pada mereka berkah dari hadits, telah muncul cahaya- cahaya hidayah dalam kehidupan mereka, dan telah semerbak jiwa mereka dengan keimanan. Dalam Mu'jam Al-Udaba'disebutkan bahwa seorang Yahudi datang menemui Utsman Al-Muzanni An-Nahwi dengan membawa seratus dinar agar dia membacakan buku Sibawaih padanya.

Namun dia tidak mau membacakan buku itu padanya, padahal sangat membutuhkan uang dan dia demikian miskin. Dikatakan padanya, "Kenapa kau menolaknya?" Dia menjawab, "Di dalam buku itu ada sekitar tiga ratus ayat Al-Qur'an lebih, dan aku bukan orang yang akan membiarkan orang Yahudi ini dengan leluasa membacanya." Ini adalah sebuah gairah tinggi dan perlindungan pada Kitab Allah. Semoga Allah memberikan pahala besar padamu wahai orang baik yang menjaga amanah. Semoga Allah memberikan kemulian atasmu sebagaimana kau telah memuliakan Kitab-Nya. Semoga Allah memuliakan kedudukanmu tatkala kau muliakan firman-Nya:
"Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutra." (Al-Insan: 12).

Jika bukan karena kelembutan perbuatan Allah
Tak mungkin tumbuh kemuliaan pada orang terpandang

Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik darinya. Khalifah Al-Watsiq memanggil Al-Muzanni untuk memperbaiki syair miliknya. Maka dia pun memberinya seribu dinar. Al-Muzanni berkata, "Kami kembalikan seratus dinar karena Allah, dan Allah ganti dengan seribu dinar." Demikianlah nama mereka sedap didengar, pujian atas mereka menyebar luas. Demikianlah sanjungan terlimpah buat mereka.

Pujianku memanjang sepanjang pakaiannya
Sesungguhnya pujian atas kecerdikan adalah kecerdikan.

Barangsiapa yang ingin menulis sejarahnya, maka hendaknya ia menuliskannya sendiri dengan jiwanya, dengan cucuran air matanya, dengan perjuangannya, dengan melek malamnya, dengan susah payahnya, dengan semua keletihan dan kegetirannya. Setiap orang adalah musuh hawa nafsunya. 

Maka barangsiapa yang melakukan kebaikan, sesungguhnya kebaikan itu adalah untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang melakukan kejelekan, sesungguhnya dia telah mencelakakan dirinya sendiri.

"Seorang pemuda menyebutkan umur kedua dan hajatnya
Apa yang telah lewat dan kelebihan hidup adalah kesibukan”.





Sumber:

Buku "Hadaa'iq Dzatu Bahjah" yang di tulis oleh 'Aidh Abdullah Al-Qarni