Penghalang Akad (Mani' Nufudz)
Mani nufudz banyak macamnya. Namun demikian dapat kita kembalikan kepada dua macam saja, yaitu: ikrah (paksaan) dan haqqul ghair (hak orang lain).
Ikrah telah kita jelaskan. Mengenai haqqul ghair ini perlu dijelaskan sedikit. Haqqul ghair mempunyai tiga keadaan.
Pertama, haqqul ghair, akad yang berpautan dengan benda. Seperti menjual milik orang lain, tindakan orang sakit menjelang maut, dan seperti tasharruf orang murtad menurut jumhur atau menurut Abu Hanifah.
Kedua, berpautan dengan maliyah, benda obyek akad; bukan dengan benda ('ain)nya, hanya dengan maliyahnya, dengan hartanya, seperti tasharruf si madin yang tidak majhur secara yang menimbulkan kerugian pihak dain, lantaran hak-hak si dain itu berpautan dengan maliyah benda itu, bukan dengan zatnya benda itu.
Uang si dain bukan bersangkut dengan rumah si madin, tetapi bersangkut dengan harga si madin. Maka jika si madin dapat membawakan harta-harta yang lain untuk bayar hutang, sahlah tabarrunya itu. Ini, perbedaan perpautan hak dengan 'ain, dengan perpautan hak dengan maliyah 'ain. Kalau berpautan dengan hak si dain berpautan dengan maliyah si madin, maka kalau si madin itu bisa membayar walaupun dengan bukan yang itu, niscaya si madin dapat bertasharruf dengan hartanya itu.
Ketiga, berpautan dengan dapat tidaknya tasharruf itu sendiri, bukan dengan benda, yang dikatakan dalam istilah fiqh shalahiatul tasharruf; (boleh bertasharruf), seperti tasharruf si mahjur alaih, baik karena masih kecil, maupun karena safih (boros), atau lantaran hutang Apabila wali atau washi setuju, maka persetujuan ini berlaku surut. Ini penting kita perhatikan.
Referensi berdasarkan Tulisan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Yang berjudul Pengantar Fikih Muamalat