Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Akad



Menurut istilah fuqaha, ialah:

ارْتَبَاطُ إِيجَابِ بِقَبُوْلٍ عَلَى وَجْهٍ مَشْرُوْعٍ يَظْهَرُ أَثَرُهُ فِي مَحَلِّهِ.

"Perikatan ijab dengan kabul secara yang disyari'atkan agama nampak, bekasannya pada yang diakadkan itu"."

Masuk ke dalam uqud, dari segi menjadi sebab milkiyah atau malakiyah:

  • Uqud jabariyah, yaitu: akad-akad yang harus dilakukan berdasarkan kepada keputusan hakim, seperti menjual harta orang yang berhutang secara paksa. Maka penjualan itu sah walaupun dia menjual karena dipaksa oleh hakim, dan hakim memaksa menjual barang itu untuk membayar hutang kepada orang lain. Dan masuk ke dalam uqud ini, tamalluk jabry, yaitu: seperti syufah.
  • Istimlak untuk maslahat umum. Umpamanya tanah-tanah yang di samping masjid, kalau diperlukan untuk masjid, harus dapat dimiliki oleh masjid dan pemilik harus menjualnya. Ini dikatakan tamalluk bil jabri. (pemilikan dengan paksa).
Kedua-dua ini baik akad jabriyah, maupun tamalluk jabry masuk ke dalam bidang akad.

Khalafiyah

حُلُوْلُ شَخْصٍ أَوْ شَيْءٍ جَدِيْدٍ مَحَلِّ قَدِيمٍ زَائِلٍ فِي الْحُقُوْقِ.

"Bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru di tempat yang lama yang telah hilang, pada berbagai macam rupa hak".

Khalafiyah ini ada dua macam:
  • Khalafiyah syakhsy 'an syakhsy dan itulah yang dikatakan irts dalam istilah kita.
  • Khalafiyah Syai' 'an syaiin dan itulah yang dikatakan tadl- min, atau ta'widl (menjamin kerugian).
Irts, adalah khalafiyah di mana si waris menempati tempat si muwarits dalam memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh si mu- warits, yang dinamakan tarikah dan tentang segala masuliyah maliyah terhadap tarikah itu.

Maka apabila yang meninggal tidak meninggalkan harta atau harta itu kurang dari jumlah hutangnya, maka si waris tidak bertanggung jawab terhadap hutang itu. Karena irts sebab bagi memiliki harta, bukan sebab membayar hutang. Karena inilah tidak diharuskan membayar hutang-hutang si muwarits.

Tadimin dan Ta'widl

Apabila seseorang merugikan milik orang lain, atau menyerobot barang orang lain, kemudian rusak di tangannya, atau hilang, maka dalam keadaan ini wajiblah dibayar harganya dan diganti kerugian-kerugian si pemilik harta. Karena demikian, orang yang dirugikan berhak menerima iwadl. Dalam hal ini masuklah diat, dan arsyul jinayat. Semuanya ini dimiliki dengan jalan khalafiyah.

Tawallud minal mamluk (timbulnya kepemilikan dari benda yang dimiliki)

Di antara sebab-sebab dan dasar-dasar yang telah tetap, tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, ialah: segala yang terjadi dari benda yang dimiliki, menjadi hak bagi yang memiliki benda itu.

Contoh:
  • Anak binatang menjadi milik pemilik binatang.\
  • Bulu domba menjadi milik pemilik domba dan sebagainya.
Sebab-sebab milik yang empat itu dibagi kepada dua i'tibar: Pertama, l'tibar wujudil ikhtiyar wa'adamihi fiha. (Mengingat adanya ikhtiar dan tidak adanya terhadap hasil-hasil yang dimiliki itu). Kedua, I'tibar atsariha. (mengingat bekasnya).

Dari segi ikhtiar, sebab pemilikan ini dibagi dua macam pula: ikh- tiyariyah (usaha) dan jabariyah (tanpa usaha). Sebab-sebab ikhtiyariyah, ialah:

مَا كَانَ الْإِنْسَانُ مُخْتَارًا فِي إِيْجَادِهَا.

"Sesuatu yang manusia mempunyai hak ikhtiar pada mewujudkannya".

Sebab ini ada dua:

  • Thrazul mubahat dan
  • Ugud.
Sebab-sebab jabariyah, ialah:

مَا لَيْسَ الْإِنْسَانِ فِي إِيْجَادِهَا اخْتِيَارٌ

"Sesuatu yang manusia tidak mempunyai ikhtiar dalam mewujudkannya".

Sebab-sebab ini juga ada dua, yaitu:

  • Irits.
  • Tawallud minal mamluk.
Dari segi mahall, milik terbagi tiga: milku. 'ain, milkul manfa'ah dan milkuddain.

Milkul 'ain dinamakan juga milik raqabah, ialah: "Benda itu sendiri benda yang dapat dimiliki, seperti memiliki benda-benda yang bergerak, dapat dipindah; alat perabot dan binatang dan seperti kebun-kebun atau harta-harta yang tidak dapat bergerak: rumah, toko dan sebagainya.

Milkul manfa'ah, ialah: "Memiliki hak memanfaatkan saja, seperti membaca kitab, mempergunakan alat perabot, mendiami rumah orang lain dengan sewa, pinjam ataupun yang lain-lainnya".

Milkuddain, ialah: "seperti sejumlah uang yang dihutangkan ke- pada seseorang, seperti harga barang, atau pengganti barang dan seperti harga benda yang dirusakkan". Hutang, dinamakan hutang kalau jumlah yang menjadi hutang harus dibayar dan diakui dan dibayar.

Milkul 'ain dan milkul manfa'ah dibagi kepada milkiyah ammah dan milkiyah naqishah.

Milkiyah ammah, ialah: "memiliki benda dan manfaatnya (memiliki sepenuhnya)".

Milkiyah naqishah, ialah: "memiliki benda tanpa manfaatnya, atau manfaatnya saja (tak penuh).

Milkiyatul manfa'ah seperti dengan jalan: ijarah, i'urah, wagaf, washiyah dan seperti berhak mendiami suatu rumah, atau memiliki benda tanpa manfaat.

Apabila seseorang mewasiatkan, bahwa si A boleh memanfaatkan sesuatu dari kepunyaannya, untuk masa tertentu, boleh mendiami rumahnya untuk masa tertentu, maka selama masa itu, para waris memiliki benda itu saja, tidak memiliki manfaatnya. Inilah contoh memiliki benda tidak memiliki manfaatnya. Dan hal ini termasuk milkiyah naqishah."

Dari segi shurah atau cara berpautan milik dengan mamluk, terbagi dua juga: milik mutamayyiz (yang terang dari yang lain), milik sya-i (yang tidak terang yang mana).

Milik mutamayyiz, ialah:

مَا تَعَلَّقَ بِشَيْءٍ مُعَيَّنٍ ذِي حُدُودٍ تَفْصِلُهُ مِنْ سِوَاهُ.

"Sesuatu yang berpautan dengan sesuatu yang tertentu, yang mempunyai batasan-batasannya, yang memisahkannya dari yang lain".

Umpamanya memiliki seekor kambing, memiliki sebuah kitab. Milik sya-i' atau dikatakan juga milkul musya, ialah:

الْمِلْكُ الْمُتَعَلِّقُ بِجُزْءٍ نِسْبِيٍّ غَيْرَ مُعَيَّنٍ مِنْ مَجْمُوْعِ الشَّيْءِ مَهْمَا كَانَ ذَلِكَ الْجُزْءِ كَبِيرًا أَوْ صَغِيْراً.

"Milik yang berpautan dengan suatu suku yang nisbi, lagi tidak tertentu, dari kumpulan sesuatu, walaupun betapa besarnya atau kecilnya suku itu".

Umpamanya, memiliki separoh rumah, atau seperempat kuda Dan bagian, yang demikian bersama itu dikatakan: hishshah sya-i'ah. Hal ini berlaku pada sesuatu yang diperkongsikan". Bagaimana syuyu' hutang?

Dalam masalah hutang, syuyu'nya, tidak khusus dengan memiliki benda, bahkan hutang-hutang sendiri merupakan sesuatu yang diperkongsikan secara syuyu'. Itulah yang dinamakan dain musytarak. Jelasnya, hutang yang dibayar oleh seseorang kepada orang lain lantaran sebab-sebab yang sama, seperti seseorang merusakkan suatu benda kepunyaan dua orang, yang harus dibayar dengan qimah.

Qimah itu dinamakan, dain musytarak (hutang yang diperseri- katkan antara dua pemilik) yang berada dalam tanggungjawab si perusak.

Referensi dari Tulisan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam buku Pengantar Fiqh Muamalah