Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Membaca Dua Surat Berbeda Dalam Satu Rakaat Shalat

Hukum Membaca Dua Surat Berbeda Dalam Satu Rakaat Shalat

MEMBACA DUA SURAT DALAM SATU RAKAAT, MERUBAH URUTAN SURAT DAN MENGULANG-ULANG BACAANNYA

674) Anas ibn Malik ra berkata:

كَانَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِى مَسْجِدِ قُبَاءَ، فَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُوْرَةٌ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلَاةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ افْتَتَحَ بِقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ثُمَّ يَقْرَأُ سُوْرَةً أُخْرَى مَعَهَا وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ ، فَلَمَّا أَتَاهُمُ النَّبِيُّ ﷺ أَخْبَرُوْهُ الْخَبَرَ فَقَالَ: وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُوْمِ هَذِهِ السُّوْرَةِ في كُلِّ رَكْعَةٍ؟ قَالَ: إِنِّي أُحِبُّهَا، قَالَ: حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَبَّةَ

"Ada seorang laki-laki dari golongan Anshar menjadi imam di masjid Quba. Setiap ia membaca surat, ia memulai lebih dahulu dengan membaca surat Al Ikhlas. Sesudah itu barulah ia membaca surat yang dikehendaki. la berbuat pada tiap-tiap rakaat. Ketika para makmum mendatangi Nabi saw., mereka mengabarkan keadaan itu kepadanya. Maka Nabi bertanya kepada imam itu tentang apa yang mendorongnya berbuat demikian. Imam itu menjawab: "Saya cinta sekali kepada surat ini." Mendengar itu Nabi berkata: "Kecintaan kamu membacanya, memasukkan kamu ke dalam surga." (HR. At-Turmudzy; Al-Muntaqa 1: 400)

675) Hudzaifah Ibnu Yaman ra. berkata:

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَحَ الْبَقَرَةَ فَقُلْتُ: يَرْكَعُ عَندَ الْمِائَةُ، ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ: يُصَلِّي بِهَا رَكْعَةً فَمَضَى فَقُلْتُ: يَرْكَعُ بِهَا فَمَضَى، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ثُمَّ افْتَتَحْ آلِ عِمْرَانَ مُتَرَتِّلَا إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيْحُ سَبَّحَ , وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ , ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُوْلُ: سُبْحَانَ رَبِّيَ العَظِيْمَِ فَكَانَ رُكُوْعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَالَكَ الْحَمْدُ، ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيْلاً قَرِيْبًا مِمَّا رَكَعَ، ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ: سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى ، فَكَانَ سُجُوْدُهُ قَرِيبًا مِنْ قِيَامِهِ.

"Pada suatu malam saya shalat beserta Rasul, maka Rasul membaca surat Al-Baqarah. Saya berpendapat bahwa beliau akan rukuk ketika cukup 100 ayat dibacanya. Tetapi Rasul meneruskan pembacaannya, karena itu saya menyangka, bahwa beliau akan shalat dengan surat Al-Baqarah dalam satu rakaat. Tetapi Rasul membaca lagi surat An-Nisa' dan sesudahnya 'Ali Imran. Rasul membaca surat-surat itu dengan perlahan-lahan. Apabila beliau melalui ayat-ayat tasbih, beliau membaca tasbih. Apabila beliau melalui ayat-ayat permintaan (permohonan), beliau memohon. Apabila beliau melalui ayat-ayat ta'awwudz, beliau memohon perlindungan kepada Allah swt. Sesudah selesai beliau membaca surat 'Ali Imran, barulah beliau rukuk. Di dalamnya beliau baca: subhana rabbiyal azhimi. Rukuknya itu sebanding dengan panjang (lama) berdirinya. Kemudian beliau bangun seraya membaca: Sami'allahu liman hamidah rabbanaa lakal hamdu. Berdirinya itu lama sekali hampir sebanding dengan lamanya rukuk. Sesudah itu beliau sujud. Di dalamnya beliau baca subhana rabbiyal a'la. Lama sujudnya berbandingan dengan lama berdirinya (HR Ahmad Muslim dan An- Nasa'y; Al-Muntaqa 1: 400)

676) Mu'adz ibn Abdullah Al-Juhany menerangkan:

إِنَّ رَجُلاً مِنْ جُهَيْنَةَ سَمِعَ النَّبِيُّ يَقْرَأُ فِي الصُّبْحِ : اِذَا زُلْزِلَتِ الأَرْضُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ كِلْتَيْهِمَا قَالَ: فَلَا أَدْرِى اَنْسِيَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ أَمْ قَرَأَ ذَلِكَ عَمَلاً.

"Seorang Juhainah mendengar Nabi saw. membaca dalam shalat Shubuh: idzá zulzilatil ardhu, dalam kedua rakaatnya. Orang Juhainah itu berkata: Saya tidak tahu apa Nabi saw. lupa atau Nabi sengaja berbuat yang demikian." (HR. Abu Daud; Al-Muntaga 1: 402)

677) Ibnu Abbas ra. menerangkan:

إِنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَقْرَأُ فِي رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ فِي الْأُوْلَى مِنْهُمَا قُوْلُوْا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا الآيَةَ الَّتِي فِي الْبَقَرَةِ وَفِي الْآخِرَةِ آمَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمِيْنَ.

"Nabi saw. membaca dalam rakaat pertama dari sunnat fajar (sunnat Shubuh): Qülü âmanna billahi wa ma unzila ilaina yaitu ayat yang terdapat dalam surat Al- Baqarah, dan dalam rakaat yang kedua membaca: âmannå billâhi, hingga wasy-had biannå muslimûn." (HR. Ahmad dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 402)

SYARAH HADITS

Hadits (674) diriwayatkan juga oleh Al-Bukhary secara ta'liq. Menurut At-Turmudzy hadits ini gharib hasan shahih. Al-Bazzar, Ath-Thabrany dan Al-Baihaqy juga meriwayatkannya. Orang laki-laki yang menjadi imam di masjid Quba itu ialah Qultsum ibn Hidim. Menyatakan kebolehan kita membaca dua surat dalam satu rakaat baik dalam rakaat yang pertama dan kedua saja, ataupun dalam rakaat ketiga dan keempat. Dan menyatakan bahwa kita boleh tetap membaca sesuatu surat atau ayat yang sangat cenderung hati kita kepadanya.

Hadits (675) diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan An-Nasa'y. Diterangkan oleh An-Nawawy, bahwa makna perkataan Hudzaifah "maka saya menyangka Nabi shalat dengan surat Al-Baqarah dalam satu rakaat", ialah saya menyangka Nabi akan shalat, yakni: Nabi membagi dua dan bersalam sesudah dua rakaat itu. Hadits ini menurut Al-Qadhi Iyadh, memberi kesan bahwa tertib surat Al-Qur'an dibuat ber- dasarkan ijtihad para sahabat bukan berdasarkan perintah Nabi saw. yang tegas.

Hadits ini menyatakan pula bahwa kita lebih baik membaca Al-Qur'an dengan tarassul (perlahan-lahan) serta bertasbih di waktu melalui ayat-ayat tasbih, memohon, ketika kita melalui ayat-ayat doa dan ber-ta'awwudz ketika kita melalui ayat-ayat ta'awwudz. Dan menyatakan pula kebagusan kita mengulang-ulangi membaca: Subhana rabbiyal azhimi, di dalam rukuk dan subhana rabbiyal a'la di dalamn sujud, serta menegaskan, bahwa berdiri i'tidal boleh dipanjangkan. Selain dari itu, memberi pengertian pula, bahwa shalat malam disukai benar kita memanjangkannya. Hadits ini memberi kesan lagi, bahwa kita boleh berimam dalam mengerjakan shalat sunat.

Hadits (676) sanad-nya tidak dikritik oleh Abu Daud dan Al-Mundziry. Hadits-hadits yang tidak dikritik sanad-nya oleh Abu Daud yang diriwayatkan dalam Sunan-nya, menurut pendapat segolongan ahli hadits, dapat kita jadikan hujjah. Tentang tidak diketahui nama sahabat dari Juhainah itu, tidak mengurangi nilai hadits. Demikian pendapat jumhur ulama. Menyatakan bahwa membaca surat sesudah Al-Fatihah adalah sunnat dan menyatakan pula, bahwa kita boleh membaca surat-surat yang pendek dari surat-surat Al-Mufashshal dalam shalat Shubuh. Juga menyatakan bahwa membaca satu surat yang sama dalam kedua rakaat dibolehkan walaupun shahabi yang memberikan penjelasan ini tidak tegas menyatakan bahwa yang demikian dikerjakan Nabi saw dengan sengaja.

Hadits (677), menurut riwayat yang lain berbunyi adalah Nabi membaca dalam dua rakaat saja. Qulu amanna billahi wa ma uzila ilaina. hingga akhir ayat dan membaca: "qul ya ahlal kitabi ta'alau ila kalimâtin sawa'in bainana wa baina-kum..... hingga akhirnya. Hadits ini menyatakan kesunnatan kita membaca ayat- ayat itu di dalam shalat sunnat fajar (sunnat Shubuh) sesudah Al-Fatihah.

An-Nawawy dalam Syarah Muslim berkata: "Al-Qadhi lyadh berkata: "Hadits Hudzaifah (675) menerangkan, bahwa tertib (urutan) surat-surat Al-Qur'an, bukan berdasarkan perintah Nabi; hanya berdasarkan ijhtihad para sahabat. Dalam menertibkan surat-surat Al-Qur'an, Nabi menyerahkannya kepada kebijaksanaan umat. Demikianlah pendapat Imam Malik dan jumhur ulama. Inilah pendapat yang dipilih oleh Abu Bakar Al-Baqillany. Beliau ini berkata: "Inilah yang lebih shahih dari dua pendapat dalam masalah ini." Beliau berkata pula: "Kami ber- pendapat, bahwa tertib itu bukan wajib, baik dalam tulisan maupun dalam pembacaan dalam shalat, dalam pelajaran, dalam talqin dan dalam ta'lim; karena tertib itu, tidak diterima dari Nabi saw. Tidak ada nash. Tegasnya, boleh kita berbeda dalam tertib suratnya. Mengingat hal ini, tertib surat mushaf-mushaf sebelum mushaf 'Utsman berbeda-beda. Ada golongan yang berpendapat, bahwa perbedaan tertib surat sebelum mushaf 'Utsman itu adalah karena belum diperoleh keterangan yang menyuruh kita menertibkannya sebagaimana tertib mushaf 'Utsman itu. 

Tentang Nabi membaca Ali-Imran sesudah An-Nisa' terjadi sebelum ada petunjuk tentang tertib surat yang diterima Nabi dari Allah swt. Kata Abu Bakar Al-Baqillany pula, tidak ada perselisihan paham tentang kita boleh membaca dalam rakaat yang kedua surat yang terletak sebelum surat yang telah kita baca dalam rakaat yang pertama. Yang demikian hanya dimakruhkan saja. kalau dilakukan dalam satu rakaat atau dibaca di luar shalat. Dalam pada itu seba- gian ulama membolehkan juga. 

Al-Baqillany mengatakan, itulah yang diterima dari Allah, disusun berdasarkan tauqif = ketetapan Allah sendiri. Membaca Al-Qur'an yang terlarang, ialah memutar-balikkan ayat, yakni membaca dari akhimya ke awalnya. Keadaan ini dinamai tankis, inilah yang dilarang.

Ulama Syafi'iyah menyunnatkan kita membaca tasbih ketika melalui ayat- ayat tasbih, membaca ta'awwudz, ketika melalui ayat-ayat ta'awwudz baik di dalam maupun di luarnya, oleh imam, oleh makmum dan oleh para munfarid.

Asy-Syafi'y serta teman-temannya, Al-Auza'y, Abu Hanifah dan ulama Kufah, Ahmad dan jumhur ulama menyukai kita mengulang-ulangi tasbih di dalam rukuk dan sujud. Malik berpendapat, bahwa mengulang-ulangi itu, tidaklah tertentu dengan tasbih "subhana rabbiyal 'azhimi dan subhana rabbiyal a'la."

Jumhur ulama menyunnatkan kita membaca sesudah Al-Fatihah dalam sunnat Shubuh, ayat-ayat yang disebut dalam hadits ini. Malik, jumhur dari teman Asy-Syafi'y tidak menyunnatkan kita membaca apa-apa sesudah Al-Fatihah dalam shalat sunat Shubuh.

Sebagian ulama menetapkan, bahwa berdasarkan bahwa Nabi pernah membaca ayat-ayat ini dalam sunnat Shubuh, maka membaca beberapa ayat saja dalam satu rakaat dalam shalat dibolehkan.

Riwayat yang menerangkan bacaaan dalam shalat sunnat Shubuh, cukup banyak dan berlain-lainan. Menurut riwayat Muslim dalam Shahih-nya, bahwa yang Nabi baca sesudah Al-Fatihah dalam shalat sunat Shubuh ialah surat Al-Kafirun dan surat Al-Ikhlash. Bahkan ada riwayat dari 'Aisyah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim yang memberi pengertian, bahwa Nabi sangat mencepatkan shalat sunat Shubuh seakan-akan beliau tidak membaca apa-apa.

Maka mengingat hal ini, kami berpendapat, bahwa dalam shalat sunnat Shubuh disukai membaca ayat-ayat atau surat-surat yang tersebut dan boleh kita tidak membaca apa-apa.

Menurut pentahqiqan Ibnul Qayyim dalam kitab Al-Shalah: "Tidak diriwayat- kan dari Nabi saw., bahwa beliau membaca ayat-ayat saja, atau akhir-akhir surat saja, selain dari dalam sunnat fajar saja. Dalam sunnat fajar Nabi membaca qülü amanna billahi, hingga akhir ayat dan qul ya ahlal kitabi ta'ālau ilâ kalimätin sawa in bainana, hingga akhir ayat.

Hadits ini menolak dengan tegas, paham ulama Syafi'iyah yang tidak membolehkan kita memanjangkan rukuk dan i'tidal."

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Hukum Kiblat dalam Shalat Dalam Buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 1 Masalah Membaca Dua Surat Dalam Satu Rakaat, Merubah Urutan Surat Dan Mengulang-Ulang Bacaannya