Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Cara Mengucapkan Amin Dibelakang Imam

Hadits tata Cara Mengucapkan Amin Dibelakang Imam

BER-TA'MIN DAN MEN-JAHAR-KANNYA

665) Abu Hurairah ra. menerangkan:

إِنَّ رَسُولَ الله ﷺ قَالَ: إِذَا أَمَّنَ الْإِمَامُ فَأَمِّنُوْا فَإِنَّ مَنْ وَافَقَ تَأْمِيْنُهُ تَأْمِيْنَ الْمَلَائِكَةَ غُفَرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

Rasulullah saw. bersabda: "Apabila imam membaca amin, hendaklah kamu membacanya, karena seseorang yang bersamaan amin-nya dengan âmin malaikat, diampunilah dosanya yang telah lalu." (HR. Al-Jama'ah; Al-Muntaqa 1: 393)

666) Abu Hurairah ra. menerangkan:

اِنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ: إِذَا قَالَ الإِمَامُ: غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ، فَقُولُوا اَمِيْنَ, فَإِنَّ الْمَلائِكَةَ يَقُوْلُ: آمِيْنَ وَإِنَّ الْإِمَامَ يَقُوْلُ: آمِيْنَ فَمَنْ وَافَقَ تَأْمِيْنُهُ تَأْمِيْنَ الْمَلائِكَةَ، غُفَرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

Rasulullah saw, bersabda: "Apabila imam membaca ghairil maghdhûbi 'alaihim waladh-dhållin, bacalah âmin, dan karena para malaikat membaca âmîn, karena imam sendiri membaca amin. Sesungguhnya, barangsiapa bersamaan amin-nya dengan amin malaikat, diampunilah dosanya yang telah lalu." (HR. Ahmad dan An-Nasa'y; Al-Muntaqa 1: 394)

66) Abu Hurairah ra berkata

كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا تَلَا : غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِيْنَ، قَالَ: آمِيْنَ, حَتَّى يَسْمَعَ مَنْ يَلِيْهِ مِنَ الصَّفِّ الْأَوَّلِ.

"Rasulullah saw, apabila selesai membaca: ghairil moghdhibi 'alaihim wa ladh-dhöllin, selalu membaca amin, sehingga didengar bacaannya oleh orang-orang dalam shaf petama." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah Al-Muntoga 1: 394)

668) Wail ibn Hujr ra, berkata

َسَمِعْتُ النَّبِيِّ قَرَأَ: غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِيْنَ فَقَالَ: آمِيْن يَمُدُّ بِهَا صَوْتَهُ

"Saya mendengar Rasulullah saw, membaca: ghairil moghdhübi 'alaihim waladh-dhallin, lalu membaca amin, beliau memanjangkan suaranya." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Turmudzy, Al-Muntago 1: 396).

SYARAH HADITS

Hadits (665) menyatakan kesunnatan kita membaca amin sesudah membaca Al-Fatihah, khususnya bagi imam.

Hadits (666) sanad-nya tidak cacat. Hadits ini menyatakan kesunnatan kita membaca amin sesudah Al-Fatihah.

Hadits (667) diriwayatkan juga oleh Ad-Daraquthny dan menurutnya, sanadnya, hasan shahih." At-Turmudzy juga berpendapat demikian. Dalam riwayat Ibnu Majah bahwa sesudah "... sehingga didengar oleh orang-orang shaf pertama" ada tambahan perkataan: "maka bergemalah suara min di dalam masjid Hadits ini menyatakan bahwa imam dan makmum men-jahar-kan min.

Hadits (668) menyatakan kesunnatan imam men-jahar-kan âmîn dan me manjangkan suaranya.

Imam Malik berkata: "Membaca amin tidak dituntut terhadap imam dalam shalat jahar. Dalam suatu riwayat dari Malik, bahwa membaca amin sama sekali tidak dituntut terhadap imam. Pendapat yang semacam ini diriwayatkan juga dari Abu Hurairah dan ulama Kufah.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Ashqalany mengatakan: "Jumhur ulama berpendapat, bahwa membaca amin, disunnatkan: Ibnu Buzaizah menerangkan, bahwa sebagian ahli ilmu mewajibkan para makmum membaca amin. 

Ulama Zhahiriyah mewajibkan amin atas semua para mushalli (orang yang bershalat)." Tetapi diriwayatkan oleh Al-Mahdi dalam Al-Bahar, bahwa ulama 'Itrah membid'ahkan bacaan amin ini.

Al-Khaththaby berkata bahwa yang dimaksud dengan perkataan: "Apabila imam membaca waladhdhållin, bacalah amin...", ialah membacanya bersama imam, supaya bacaan amin itu serentak disuarakan oleh imam dan makmum."

An-Nawawy berkata: "Dikehendaki dengan malaikat di sini, ialah malaikat hafazhah, dan disepakati dalam hal hadits ini ialah bersamaan waktu pembacaannya."

Al-Hafizh berkata pula: "Dikehendaki dengan amin malaikat, ialah permohonan ampun yang dimohon oleh malaikat untuk orang-orang yang shalat, bukannya malaikat ikut membaca lafazh âmîn."

Hadits-hadits ini menyatakan dengan tegas, bahwa membaca âmîn sesudah Al-Fatihah, disyariatkan. Lahir hadits ini mewajibkan bacaan amin atas makmum, apabila imam membacanya. Terhadap imam sendiri dan munfarid (orang yang shalat sendiri) disunnatkan saja. 

Diterangkan oleh At-Turmudzy, bahwa hukum disyariatkan bacaan amin atas imam dan makmum, diamalkan oleh kebanyakan sahabat Nabi, para tabi'in dan tabi'it-tabi'in. Demikianlah pula pendapat Asy-Syafi'y Ahmad dan Ishaq.

Kebanyakan ulama Hanafiyah menurut keterangan Al-Mubarakfuri, meng- akui kebenaran hadits yang disampaikan oleh Wa'il ibn Hujr. Di antara ulama Hanafiyah yang mengamalkan hadits ini, ialah: Abdul Haq Ad-Dahlawy dalam Syarah Al-Misykah, Abu Thayyib Al-Madany dalam Syarah At-Turmudzy, berkatalah Al- Luknuwi: "Sesudah masalah ini diperhatikan dengan seksama, nyatalah, bahwa men-jahar-kan amin, itulah yang paling shahih, karena demikianlah yang diriwayatkan dari penghulu keturunan Adam (Muhhammad saw.). Riwayat yang menerangkan, bahwa Nabi melemahkan suaranya dalam membaca amin, adalah lemah. 

Mengatakan, bahwa Nabi saw. mula-mula mengeraskan suara kemudian melemahkannya, lebih lemah lagi. Wa'il yang meriwayatkan pendengarannya itu, memeluk agama Islam sesudah Nabi bermukim lama di Madinah." Dengan keterangan yang demikian ini, tertolaklah pendapat ulama-ulama Hanafiyah yang tidak menyunnatkan kita men-jahar-kan amin.

Lahir riwayat hadits yang pertama (665) memberi pengertian bahwa para ulama membaca âmîn bersama-sama dengan imam, yakni ketika imam membacanya, para makmum pun membacanya dengan serentak. Lahir riwayat yang kedua memberi kesan, bahwa para makmum membaca âmîn begitu imam selesai membaca waladh-dhallin

Maka jumhur ulama mengumpulkan dua hadits ini dengan jalan menetapkan, bahwa dikehendaki dengan "apabila imam membaca amin", ialah: "apabila imam hendak membaca amin" dengan demikian bersama-samalah âmîn itu dibaca oleh imam dan makmum. Dalam pada itu, sebagian ulama menyukai supaya para makmum mengemudiankan âmîn dari âmîn imam, mengingat perkataan "apabila imam telah membaca amin." 

Para jumhur telah mengumpulkan hadits-hadits ini sebagai yang telah diterangkan. Kami condong kepada membacakan âmîn serentak antara imam dan makmum. Karena itu para makmum hendaklah berhati-hati memperhatikan pembacaan imamnya.

Tentang waktu membacanya, telah ditegaskan oleh An-Nawawy dalam Al- Ma mengatakan "Ulama Syafi'iyah dan segolongan ulama lain berpendapat, "Bahwa tidak boleh lafazh amin disambung terus sesudah waladh-dhallin; hendaklah berdiam sebentar sekedar menarik napas baru, antara waladh-dhallin dengan amin, supaya tidak disangka, bahwa amin, dari Al-Fatihah juga." 

Di antara para muhaqqiqin yang mentahqiqkan begini, ialah Al-Qadhi Husain dalarn ta'liqnya, Abu Hasan Al-Washith dalam Al-Washith, Al-Baghawy dalam At-Tahdzib, pengarang Al-Bayan dan Ar-Rafi'i."

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Hukum Kiblat dalam Shalat Dalam Buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 1 Masalah Berta'mim Dan Menjaharkannya