Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tempat Yang Dilarang Untuk Shalat

Tempat Yang Dilarang Untuk Shalat

TEMPAT-TEMPAT YANG DILARANG DAN YANG DIIZINKAN UNTUK SHALAT

563) Jabir ibn 'Abdullah ra, berkata:

قَالَ رَسُولُ الله جُعِلَتْ لِي الْأَرْضَ طَهُورًا وَمَسْجِدًا، فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَهُ الصَّلاةَ فَلْيُصَلِّ حَيْثُ أَدْرَكَتْهُ
"Bersabda Nabi saw.: Telah dijadikan bumi untukmu menjadi alat bersuci dan tempat bersujud. Karena itu, hendaklah seorang diantara kamu shalat di mana saja ia dapati." (HR. Al-Bukhary dan Muslim, Al-Muntaqa 1: 320)

564) Abu Zarr ra. berkata:

سَأَلْتُ النَّبِيَّ : أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ اَوَّلُ؟ قَالَ: الْمَسْجِدُ الْحَرَامِ، قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الْمَسْجِد الْأَقْصَى. قُلْتُ: كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: اَرْبَعُونَ سَنَةً، قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: حَيْتُمَا أَدْرَكْتَ الصَّلاةَ فَصَلِّ فَكُلُّهَا مَسْجِدٌ.
"Saya telah bertanya kepada Nabi saw.: Manakah masjid yang mula-mula didirikan dalam dunia ini: Nabi menjawab: Al-Masjidil Haram. Sesudah itu aku bertanya pula: Masjid mana yang dibuat sesudah itu? Nabi menjawab: Al-Masjidul Aqsha. Aku bertanya: Berapa lama antara dua masjid itu? Nabi menjawab: 40 tahun. Sesudah itu aku bertanya lagi: Masjid mana yang diperbuat sesudah Al-Masjidil Aqsha? Maka bersabdalah Nabi: Di mana saja kamu mendapati shalat, kerjakanlah. Semuanya adalah masjid." (HR. Ahmad, Al-Bukhary, Muslim, Al- Muntaga 1: 321)

565) Abi Said Al-Khudri ra. berkata:

قَالَ النَّبِيُّ : الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةِ وَالْحَمَّامِ

"Nabi saw. bersabda: Bumi (tanah) semuanya masjid, selain dari kuburan dan kamar mandi." (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Turmudzy dan Ibnu Majah, Al-Muntaqa 1: 321) 

566) Abu Martsad Al-Ghanawi ra. berkata:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : لَا تَصَلُّوْنَ إِلَى الْقُبُوْرِ وَلَا تَجلَسُوْا عَلَيْهَا
"Nabi saw. bersabda: Janganlah kamu shalat di kuburan dan janganlah kamu duduk di atasnya." (HR. Jamaah selain Al-Bukhary dan Ibnu Majah, Al-Muntaga 1: 322)

567) Ibnu Umar ra, berkata:

قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ اجْعَلُوْا مِنْ صَلَاتِكُمْ فِي بُيُوتِكُمْ وَلَا تَتَّخِذُوْهَا فُبُوْرًا
"Nabi saw. bersabda: Kerjakanlah sebagian shalatmu di rumah-rumahmu. Janganlah kamu jadikan rumah-rumahmu seperti kuburan di dalamnya tak pernah dikerjakan shalat." (HR. Al-Jama'ah selain Ibnu Majah, Al-Muntaqa 1: 323)

567) Jundub ibn Abdullah Al-Bajali ra. berkata:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَبْلَ أَن يَمُوْتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ: إِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَاءِهِمْ وَسَالِحِيْتِهِمْ مَسَاجِدَ , أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبْوْرَ مَسَاجِدَ إِنِّيْ أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

"Lima hari sebelum beliau wafat, saya mendengar Rasullullah saw. bersabda: Bahwasanya orang-orang yang sebelum kamu (umat-umat dahulu) memperguna kan kuburan-kuburan Nabi-nabinya dan orang-orang salehnya menjadi masjid. Aku mencegah kamu berbuat demikian." (HR. Muslim, Al-Muntaqa 1: 323) 

568) Abu Hurairah berkata:

قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: صَلُّوْا فِي مَرَابِضِ الغَنَمِ وَلَا تَصِِلُوْا فِي أَعْطَانِ الإِبِلِ

"Bersabda Rasul saw.: Shalatlah kamu di kandang-kandang kambing. Tetapi janganlah sekali-kali kamu shalat di kandang-kandang unta." (HR. Ahmad dan At-Turmudzy, Al-Muntaqa 1: 324)

SYARAH HADITS

Hadits (563), menyatakan bahwa semua tanah yang suci (tidak terlihat najis atasnya), boleh menjadi tempat shalat.

Hadits (564), menyatakan bahwa shalat di mana saja boleh, karena semua bumi Allah menjadi masjid, tempat bersujud dan mengerjakan shalat.

Hadits (565), diriwayatkan juga oleh Asy-Syafi'y, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini mundhtharab." Ad- Daraquthni mengatakan, "Hadits ini mursal." An-Nawawy mengatakan, "Hadits ini dhaif." pengarang Al-Imam mengatakan, "Hadits ini dapat dianggap maushul. Sebenarnya, hadits ini telah dianggap shahih oleh Hakim, Ibnu Hazm, Ibnu Daqiqil Id, juga mengisyaratkan shahihnya." 

Ibnu Hazm mengatakan, "Hadits yang mencegah shalat di kuburan adalah mutawatir, tidak dapat kita meninggalkannya." Abu Asybal mengatakan, "Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Darimi, At-Turmudzy, Al- Hakim dari jalan Abdul Aziz ibn Muhammad dari Amer ibn Yahya dari ayahnya (Yahya) dari Abu Said dari Nabi saw., dan hadits ini marfu', Abu Daud, Asy-Syafi'y meriwayatkannya dari jalan Sufyan, dengan sanad yang mursal." Al-Hakim mengatakan, "Hadits ini shahih. Sedikit pun tidak dapat diragukan lagi tentang ke- shahihannya." Hadits ini menyatakan, bahwa shalat di pekuburan dan dalam tempat-tempat mandi umum dilarang.

Hadits (566), menyatakan bahwa shalat menghadap ke kuburan, berdiri shalat dengan melintang kubur di muka kita, jika kita sujud jatuh dahi kita atasnya adalah tidak boleh. Menyatakan, bahwa kita dilarang shalat di atas kuburan, dilarang juga duduk di atas kubur. Lahir hadits yang melarang ini menunjukkan hukumnya haram. Hadits ini tidak menerangkan kadar jarak antara kita dengan kuburan tersebut. 

Hadits (567), menyatakan bahwa kita disuruh mengerjakan sebagian shalat di rumah kita sendiri. Jangan semua shalat dilakukan di masjid. Bahkan hadits ini menyatakan bahwa kita tidak boleh mengubur orang mati di dalam rumah. Yang boleh dikubur di dalam rumah hanyalah Nabi saw., seorang saja.

Hadits (568). An-Nasa'y juga meriwayatkan hadits ini. Hadits ini menyatakan, bahwa mempergunakan kubur Nabi-nabi dan kubur orang shaleh menjadi tempat shalat adalah haram.

Hadits (569), menurut At-Turmudzy shahih. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Hadits ini menyatakan, bahwa kita tidak boleh shalat di kandang unta tetapi boleh di kandang kambing.

An-Nawawy mengatakan, "Hadits Jabir (563), menyatakan kebolehan shalat di semua tempat, selain tempat yang dikecualikan agama, seperti kuburan dan beberapa tempat yang ada najis, seperti tempat menumpuk kotoran binatang, tempat memotong dan tempat-tempat yang telah datang larangan shalat, seperti di dalam kandang unta, di tengah-tengah jalan raya dan di dalam kamar mandi.

Shalat di kuburan

Ahmad mengharamkan shalat di pekuburan dengan tidak ada batasan. Beliau tidak membedakan antara kuburan yang digali dengan yang tidak, antara digelar- kan tikar di atasnya untuk memelihara diri dari najis, atau tidak dan antara di dalam tempat kuburan, ataupun di tempat yang terasing, seperti kuburan di dalam rumah. Ahluzh zhahir semuanya sependapat dengan Ahmad. Mereka tidak membedakan antara kuburan Muslim dengan kuburan orang yang bukan Islam.

Ibnu Hazm mengatakan, "Sebagian ulama salaf berpendapat tidak boleh shalat di kuburan. Di antara sahabat yang berpendapat demikian ialah 'Ali, Abu Hurairah, Anas dan Ibnu Abbas. Kami tidak mengetahui ada sahabat yang menentang pendapat lima sahabat ini. Di antara Tabi'in yang berpendapat demikian ialah Ibrahim An-Nakha'y, Nafi' ibn Jubair, Thawus, Amer ibn Dinar dan Khaitsamah." Sebagian ulama ahlul bait juga mengharamkan shalat di kuburan. Di antara ulama ahlul bait yang mengharamkan ialah Al-Mansur Billah, Al-Hadawiyah. Mereka berpendapat, bahwa shalat yang dilakukan di kuburan tidak sah. 

Asy-Syafi'y berpendapat, jika kuburan tersebut, terbuka dan terhambur padanya daging dan nanah, maka shalat ditengah-tengah tempat itu tiada sah, tetapi jika shalat di tempat yang suci, sah. Ar-Rafi mengatakan, "Shalat di kuburan, makruh." Ast-Tsauri, Al-Auza-y dan Abu Hanifah berpendapat, bahwa shalat di kuburan, makruh, baik kuburan terbuka atau tidak. Malik memperbolehkan kita shalat di pekuburan.

Shalat di dalam kamar mandi

Ahmad mengatakan, "Tidak sah shalat dilakukan dalam kamar mandi umum. Shalatya wajib diulang" Ibnu Hazm mengatakan, "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa beliau melarang shalat di kuburan, kamar mandi dan tempat membuang kotoran. Tidak ada sahabat yang membantah pendapat Ibnu Abbas."

Jumhur ulama berpendapat, shalat di kamar mandi yang suci adalah sah, walaupun makruh. Jumhur mempertanggungkan cegahan kepada kamar mandi yang bernajis. Mereka berpegang kepada umum hadits yang pertama (563).

Shalat menghadap ke kubur

Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla mengatakan, "Tidak diperbolehkan shalat meng- hadap ke kuburan dan tidak diperbolehkan di atasnya, walaupun kuburan Nabi. Sekiranya tidak diperoleh tempat untuk shalat selain kuburan, tempat mandi, kandang unta, tempat membuang kotoran, atau tempat yang terdapat benda yang disuruh kita menjauhinya, hendaklah kita jangan shalat di tempat tersebut, baik shalat Jum'at ataupun jamaah. Akan tetapi, jika kita dipenjara di tempat-tempat tersebut, maka kita boleh shalat di tempat lain. Ketika sujud, janganlah kita letakkan dahi, tetapi kita letakkan tangan dan lutut di atasnya."

Barangsiapa mengatakan, bahwa kuburan yang dikehendaki oleh larangan adalah kuburan orang musyrikin, berarti orang tersebut telah berbuat dusta terhadap Rasulullah, karena Rasulullah menyebut kuburan secara umum. Bahkan Nabi mencela orang yang shalat di kuburan orang shalih.

Diriwayatkan dari Jabir dan Nafi' ibn Jubair, ujarnya dilarang shalat, di tengah kuburan, kamar mandi, tempat membuang air. Ibnu Abbas mengatakan, "Jangan kamu shalat dengan benar ke tempat orang membuang kotoran, di tempat mandi dan di kuburan." Anas mengatakan, "Umar pernah melihat aku shalat dengan menghadap kuburan, beliau mencegahku, sambil mengatakan, "Kuburan di mukamu."

Ibnu Juraij mengatakan, "Aku pernah bertanya kepada Atha', apakah tuan mem- benci orang mengerjakan shalat di tengah-tengah kuburan atau menghadap kepa- danya?" Beliau menjawab, "Benar saya tidak suka. Tetapi jika ada sutrah (batas pelindung) di antara engkau dengan kubur, barulah engkau boleh shalat dengan menghadap kepadanya."

Walhasil, tidak boleh shalat di atas kuburan atau di belakang kuburan selain shalat jenazah. Shalat jenazah dibolehkan kita mengerjakannya di kuburan, di atas kuburan orang yang dishalatkan. Rasullullah pernah mengerjakannya. Tentang duduk di atas kubur diperdebatkan ulama. Malik tidak memakruhkan duduk di atas kubur, Al-Muwaththa' menyebutkan, bahwa 'Ali ra. pernah bersandar ke kuburan dan pernah berbaring di atasnya.

Di dalam Shahih Al-Bukhary disebutkan, Yazid ibn Tsabit saudara dari Zaid ibn Tsabit pernah duduk di atas kubur dan beliau mengatakan, "Tidak disukai kita duduk di atas kubur, kalau duduk untuk melepaskan hadats." Akan tetapi, banyak benar hadits yang melarang duduk di atasnya. Karena itu, kita tidak dapat berpegang kepada perkataan sahabat-sahabat itu, karena berlawanan dengan hadits- hadits yang shahih.

Abu Daud, At-Turmudzy, Ibnu Hibban, Ibnu Majah dan Al-Hakim meriwa- yatkan dari hadits Jabir, bahwa mengapuri kubur, membikin rumah di atasnya, membuat tulisan padanya dan menginjak-injaknya dilarang.

Shalat yang dikerjakan di rumah

Al-Qurthubi mengatakan, shalat yang kita disuruh mengerjakannya di rumah ialah shalat sunnat. Semua shalat fardhu disukai bagi kita untuk mengerjakannya di masjid. Maksudnya, "jangan kamu menjadikan rumahmu sebagai kuburan," ialah kerjakanlah sebagian shalatmu di rumahmu, agar rumahmu tidak menyerupai kuburan. Shalat tidak dikerjakan di pekuburan.

Kuburan Nabi dan orang shalih dijadikan tempat shalat

An-Nawawy dalam Syarah Muslim mengatakan, "Semua ulama mengatakan, bahwa sebab Nabi melarang kita menjadikan kuburnya dan kuburan lainnya, tempat bersujud atau tempat shalat, karena beliau khawatir akan berlebih-lebihan dalam membesarkannya dan memuja-mujanya. Berlebih-lebihan membawa kepada kekufuran, seperti yang telah tejadi pada umat-umat yang telah lalu."

Al-Iraqi mengatakan, "Sekiranya seseorang mendirikan masjid dengan ber- maksud akan dikubur seseorang di dalamnya, maka pekerjaan tersebut mendapat laknat dari Allah. Haram menguburkan seseorang di dalam masjid. Jika disyaratkan oleh seseorang memberi wakaf supaya kita mnguburkannya dalam masjid yang ia wakafkan, syaratnya tidak sah."

Shalat di dalam kandang unta

Ahmad mengatakan, "Tidak sah shalat yang dikerjakan di dalam kandang unta. Barangsiapa shalat di dalam kandang unta, hendaklah shalat itu diulang kembali." Pernah seseorang bertanya kepada Malik tentang orang yang tidak mendapat tempat untuk shalat selain di kandang unta, bolehkah ia shalat di situ? Malik menjawab: "Tidak boleh, walaupun tempat itu dibentangi kain." Ibnu Hazm mengatakan, "Tidak diperbolehkan seseorang shalat di kandang unta."

Jumhur mengatakan, "Larangan shalat di kandang unta adalah larangan makruh dan menjadi haram kalau dalam kandang tersebut ada najis." Abu Bakar Ibnu Arabi mengatakan, "Tempat-tempat yang tidak diperbolehkan kita shalat, ada tiga belas

  1. Tempat membuang kotoran.
  2. Tempat memotong hewan.
  3. Tempat pekuburan.
  4. Di tengah jalan. 
  5. Kamar mandi.
  6. Kandang unta.
  7. Di atas Baitullah.
  8. Menghadap kuburan
  9. Di dalam kamar mandi menghadap ke dinding kakus yang terdapat najis.
  10. Dalam gereja.
  11. Dalam candi.
  12. Menghadap patung.
  13. Dalam rumah penyiksaan.
Al-Iraqi menambahkan, 
  1. Dalam rumah yang dirampas.
  2. Menghadap orang yang sedang tidur.
  3. Berhadap orang yang sedang berbicara.
  4. Di tanah yang dirampas.
  5. Dalam Masjid Dhirar. 
  6. Menghadap ke dapur.
Ibnu Hazm menambahkan,

  1. Dalam tempat-tempat yang di sana dihina dan rendahkan nama Allah, atau Rasul, atau suatu hukum agama.
  2. Di tempat orang-orang kufur kepada Allah, Rasul, atau mengingkari hukum agama.
Hadawiyah menambahkan, 
  1. Menghadap orang fasik.
  2. Menghadap ke lampu.
Menurut pemeriksaan, peletakan pondasi Baitul Maqdis dilakukan oleh Ya'qub 40 tahun setelah Ibrahim mendirikan Ka'bah. Lebih dari seribu tahun setelah itu, Nabi Sulaiman baru memperbaharui bangunan Al-Masjidul Aqsha.

Jika engkau renungkan hadits-hadits yang melarang shalat di kuburan, kita akan menyakini bahwa pendapat Ahmad adalah yang lebih kuat dan yang dapat dipegang, yakni tidak mensahkan shalat yang dikerjakan di kuburan dan di tempat mandi umum. Illat melarang shalat di tempat mandi umum, bukan karena kena- jisannya dan bukan karena disangka najis. Illat yang sebenarnya ialah karena tempat-tempat mandi tersebut adalah rumah setan. Pekuburan ialah kubur sese- orang atau pekarangan luas tempat mengubur orang yang mati. Bahkan masuk ke dalam kata kuburan adalah kuburan-kuburan yang didirikan sebagai kuburan resmi bagi seseorang, walaupun tidak ada jenazah di dalamnya. Di Mesir, banyak kejadian ini. Illat larang di sini ialah khawatir membesarkan dan memuja kuburan, yang membawa kesyirikan.

Ibnu Hazm mengatakan, "Tidak dibenarkan shalat di tempat mandi umum, baik di pintunya, lotengnya, atau di mana saja yang dianggap menjadi bagian tem- pat mandi. Demikian pula, tidak boleh shalat di kuburan, baik kuburan orang Islam, maupun kuburan orang kafir. Tetapi, jika telah digali, dan dikeluarkan semua isinya, barulah sah shalat di tempat tersebut. Sering kita lihat orang-orang shalat dengan khusyuk di atas atau di samping kuburan, padahal mereka tidak dapat khusyuk, jika shalat dalam masjid. Bahkan banyak diantara mereka yang shalat di pekuburan, karena mengharap suatu berkah. Dengan jelas dan tegas Nabi menyatakan, bahwa mendirikan masjid di atas kuburan, dan menjadikan kuburan tempat shalat tidak diperbolehkan.

Ibnul Qayim dalam Iqhastatul Lahfan mengatakan, "Di antara tipu daya terbesar ialah memperdaya manusia supaya mamuja kubur, hingga sebagian di antara kita, ada yang sampai mengibadahi seorang penghuni kuburan. Penyakit ini mulanya timbulnya dalam sejarah dunia ialah di zaman Nabi Nuh."

Ibu Jarir mengatakan, "Ada beberapa orang shalih dari anak Adam yang mem punyai banyak pengikut. Sesudah mereka mati, tergeraklah hati pengikut-penga nya membuat patung-patung untuknya." Mereka mengatakan, "Jika kita mem buat patung-patung ini, timbullah keinginan kita kepada ibadah. Setelah golongan ini meninggal, diganti oleh golongan baru, mulailah setan memperdaya." 

Iblis mengatakan, "Patung-patung itu disembah oleh mereka-mereka yang telah terdahulu, dan dengan patung-patung itu dapat menurunkan hujan." Waswas setan itu pun dituruti. Karena itu, agama melarang kita shalat di atas kuburan, walaupun kita shalat bukan yang dimaksud oleh mereka, untuk menutupi jalan-jalan yang menyampaikan kita kepada kesyirikan.

Tegasnya, larangan shalat di kuburan, bukan karena najisnya. Tetapi untuk menyumbat jalan yang menyampaikan umat kepada syirik dengan pelan-pelan.

Shalat di dalam gereja dan candi, diperselisihkan para ulama. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Abbas, bahwa kita tidak disukai shalat dalam gereja, jika di dalamnya ada patung, Pendapat Al-Hasan juga demikian. Adapun Asy-Sya'bi dan Atha' ibn Abi Rabah memperbolehkan kita shalat dalam gereja. Ibnu Sirin berpendapat demikian. Abu Musa Al-Asy'ari dan 'Umar ibn Abdil Aziz pernah shalat di dalam gereja.

Dimaksud dengan masjidil Dhirar ialah masjid yang semata-mata didirikan untuk memecah belah umat."

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Tempat Shalat dan Keharusan Menjauhkan Diri dari Najis Masalah  Tempat-Tempat Yang Dilarang Dan Yang Diizinkan Untuk Shalat