Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Bersyair Dalam Masjid

Hukum Bersyair  Dalam Masjid

PENJELASAN HUKUM BERSYAIR DAN DUDUK BERLINGKAR DALAM MASJID

590) Jabir ibn Samurah ra berkata:

شَهِدْتُ النَّبِيَّ أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ مَرَّةٍ فِي الْمَسْجِدِ وَأَصْحَابَهُ يَتَذَاكَرُونَ الشِّعْرَ وَأَشْيَاءَ مِنَ الْجَاهِلِيَّةِ فَرُبَّمَا تَبَسَّمَ مَعَهُمْ

"Aku telah menyaksikan Rasulullah saw. lebih dari seratus kali di dalam masjid beserta sahabatnya memperkatakan syair dan beberapa urusan lain dari urusan-urusan Jahiliyah dan terkadang Nabi saw. tersenyum menyertai para sahabatnya." (HR. Ahmad, Al-Muntaqa 1: 336-337)

591) Said ibn Al-Musayyab ra. berkata:

مَرَّ عُمَرُ فِي الْمَسْجِدِ وَحَسَّانُ يَنْشُدُ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ: كُنْتُ أَنْشُدُ وَفِيْهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ التَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ: أَنْشَدَكَ اللهُ أَسْمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: أَجِبْ عَنِّي اَللَّهُمَّ أَيَّدَهُ بِرُوْحِ القُدُسِ قَالَ: نَعَم
"Umar ibnul Khaththab telah berlalu di dalam masjid, sedang Hasan lagi ber- syair. Maka 'Umar mengertingkan matanya kepada Hasan. Maka Hasan berkata: Aku telah bersyair di hadapan orang yang lebih utama dari padamu. Kemudian Hasan pun berpaling kepada Abu Hurairah sambil berkata: Aku meminta kepada engkau dengan nama Allah (mengaku dengan terus terang), apakah engkau pernah mendengar Rasul saw. mengucapkan di kala mendengar Aku bersyair: Ya Allah, perkenankanlah permintaan Hasan. Kuatkanlah akan dia dengan Ruhud Qudus. Abu Hurairah menjawab: Benar, saya ada mendengar yang demikian itu," (HR. Al-Bukhary dan Muslim, Al-Muntaga 1: 337)

SYARAH HADITS

Hadits (590), At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan shahih." Hadits ini menyatakan, bahwa para sahabat pemah memperkatakan syair di dalam masjid di hadapan Rasulullah saw. sendiri.

Hadits (591) diriwayatkan juga oleh An-Nasa'y dan At-Turmudzy. At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan shahih gharib." Hadits ini menyatakan, bahwa bersyair di dalam masjid diperbolehkan. Kedua hadits ini berlawanan dengan hadits yang lalu pada masalah yang sama.

Karena hadits-hadits yang berhubungan dengan urusan bersyair di dalam masjid berlawanan, maka di antara para mujtahidin terjadi perbedaan pendapat. Ibnu Arabi mengatakan, "Tidak mengapa bersyair di dalam masjid, sekiranya syair-syair tersebut mengandung pujian kepada Allah.."

An-Nawawy dalam Al-Majmu mengatakan, "Tidak mengapa bersyair dalam masjid, jika isinya memuji Nabi, agama Islam, atau mengandung suatu hikmat yang tinggi, kemuliaan budi, atau yang serupa dengan itu, yang berwujud kebajikan. Adapun syair yang mengandung isi yang tercela, seperti mengejek seorang Muslim, atau menerangkan sifat-sifat benda yang haram, seperti arak, atau menyebut-nyebut kecantikan perempuan, atau muda belia, memuji-muji orang zalim, atau kemegahan, atau sejenisnya, hukumnya haram."

Al-Iraqi mengatakan, "Diperbolehkan bersyair di dalam masjid, asal tidak dikeraskan suara yang menyebabkan orang yang sedang shalat terganggu, atau orang yang sedang bertilawah Al-Qur'an, atau yang sedang menanti shalat. Kalau sampai mengganggu, hukumnya haram."

Abu Abdullah Al-Buni mengharamkan bersyair di dalam masjid dan memandang hadits yang memperbolehkan adalah mansukh (terhapus hukumnya). Al- Kahththabi mengatakan, "Hadits yang melarang kita bersyair di dalam masjid adalah yang mansukh, bukan yang memperbolehkan sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Abdullah Al-Bunk" Al-Bukhary mengatakan, "Diriwayatkan dari Ibnu Syahab dari Said, bahwa duduk melingkar adalah memutuskan shaf." Ath-Thawawi mengatakan, "Duduk berlingkar di tengah masjid jika memenuhi masjid, makruh. Jika satu tempat saja, tidak makruh."

Karena hadits-hadits tujuannya bertentangan dengan hadits-hadits sebelumnya dan wujud haditsnya juga tidak diketahui dengan pasti, sukar bagi kita untuk menetapkan mana yang dihapuskan dan mana yang menghapuskan di antara hadits-hadits ini. Karena itu, kita harus berusaha lebih dahulu mencari jalan untuk menyesuaikannya. Apabila larangannya digantungkan kepada tanzih (memandang, bahwa larangan yang dikehendaki adalah larangan untuk keheningan saja) dan kita menggantungkan izin kepada kebolehan, berkumpullah kedua hadits yang berlawanan syair yang tidak baik, syair bermegah-megahan (tafakkur), atau mengandung penghinaan kepada seorang yang tidak layak dihinakan, dan kita kaitkan keizinan kepada syair yang baik, yang mengandung adab dan sopan-santun.

Ulama-ulama yang memperbolehkan bersyair yang baik dan mengharamkan syair yang buruk, seperti Al-Iraqi, tidak memandang ada yang terhapus hukumnya dari hadits-hadits yang bertentangan ini. Al-Iraqi dalam kitab Syarah At-Turmudzy mempertemukan hadits ini. Duduk berlingkar di dalam masjid, dilarang dengan nash hadits ini. Membedakan setempat dengan dua tiga tempat adalah semata-mata ijtihad. Kita dilarang duduk seperti itu adalah di hari Jumat. Adapun bila dilakukan, sesudah shalat, tidak lagi dilarang. Juga diharamkan duduk melingkar di masjid pada hari Jumat sebagaimana ditegaskan oleh satu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim dari Abu Waqid Al-Laitsi.

Kita diperbolehkan bercakap-cakap dalam urusan keduniaan dan semua obrolan sehingga menimbulkan tawa bersama, asal masih dalam lingkungan mubah, mengingat hadits yang diberitakan oleh Jabir ibn Sammurah, bahwa Nabi tetap duduk di dalam masjid sesudah shalat Subuh sebelum terbit matahari. Apabila matahari telah terbit, Beliau baru bangun dari tempat shalatnya. Sahabat sering mengobrol membicarakan keduniaan, urusan jahiliyah, mereka tertawa-tawa dan Nabi saw, pun tersenyum. Kita sengaja mempergunakan masjid untuk duduk berkumpul membicarakan keduniaan, tidak dibenarkan.

Pengarang Al-Ibda' mengatakan, "Di antara bid'ah makruhah ialah kita duduk di dalam masjid di malam hari untuk bercengkerama membicarakan hal-hal keduniaan, dan terkadang pembicaraan tersebut diselingi sekali-kali oleh ledakan tawa" Hadits yang diberitakan Ibnu Mas'ud, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya, Nabi menerangkan bahwa pada akhir zaman kelak masjid-masjid tersebut akan dipergunakan untuk tempat mengobrol. Mereka yang berbuat demikian, tidak disukai Allah.?

Referensi: Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum Jilid-1, Bab Hukum-Hukum Mendirikan Masjid Masalah Bersyair Dan Duduk Berlingkar Di Dalam Masjid