Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HADITS MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHALAT

MEMBACA AL-FATIHAH DI DALAM SHALAT

MEMBACA AL-FATIHAH DI DALAM SHALAT

654) Ubadah ibn Shamit ra. menerangkan:

اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.

Nabi saw. bersabda: "Tidak ada shalat bagi mereka yang tidak membaca Fatihatul-Kitab (Al-Fatihah) di dalamnya." (HR. Al-Jama'ah; Al-Muntaqa 1: 383)

655) "Ubadah ibn Shamit ra, menerangkan

اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: لَا تُجْزَى صَلَاةٌ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.

Nabi saw, bersabda: "Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul-Kitab di dalamnya." (HR: Ad-Daraquthny; Al-Muntaqa 1: 383)

656) 'Aisyah Ummul Mu'minin ra. berkata:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأُ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ.
Saya mendengar Rasulullah bersabda: "Barangsiapa mengerjakan sesuatu shalat padahal dia tidak membaca di dalamnya Ummul Qur'an, maka shalatnya khidaj (kurang tidak sempurna) seperti anak binatang yang lahir sebelum sempurna rangka tubuhnya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 1: 383)

657) Abu 'Utsman ra, menerangkan:

اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَمَرَ أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ يَخْرُجَ فَيُنَادِى: لَاصَلَاةَ اِلَّا بِقَرَاءَةِ فَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَمَازَادَ.

"Nabi saw. menyuruh Abu Hurairah menyerukan perkataan: "Tidak ada shalat, kecuali dengan membaca Al-Fatihah dan sedikit lebih dari itu." (HR. Ahmad dan Abu Dawud; Al-Muntaqa 1: 383)

658) Abdurrahman menerangkan

إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ: لَا تُجْزِئُ صَلَاةٌ لَا يُقْرَأُ فِيْهَا بَفَاتِحَةِ الْكِتَابِ قُلْتُ: وَإِنَّ كُنْتُ خَلْفَ الإمَامِ ؟ قَالَ: فَأَخَذَ بِيَدَيَّ وَقَالَ اِقْرَأْ فِي نَفْسِكَ
"Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Tidak sah shalat yang tidak membaca di dalamnya Fatihatul-Kitab (Al-Fatihah)." Ketika aku (Abdurrahman) bertanya: "Bagaimana jika aku shalat di belakang imam?" Maka Abu Hurairah memegang tanganku dan berkata: "Baca dengan hatimu." (HR. Ibnul Khuzaimah; Al-Muntaqa 1: 383)

SYARAH HADITS

Hadits (654) menyatakan bahwa bacaan yang dibaca di dalam berdiri waktu shalat ialah: Al-Fatihah; tidak sah membaca yang selainnya, walaupun dari ayat-ayat Al-Qur'an juga.

Hadits (655) menurut Ad-Daraquthny, sanad-nya shahih. Hadits ini menyatakan bahwa shalat yang di dalamnya tidak membaca Al-Fatihah, tidak sah.

Hadits (656) di dalam sanad-nya ada seorang perawi yang diragukan, yaitu Muhammad ibn Ishaq. Akan tetapi, dikuatkan shahih-nya oleh hadits yang pertama ini. Hadits ini menyatakan bahwa shalat yang tidak dibaca Al-Fatihah di dalamnya, kurang, tidak dianggap sah.

Al-Khaththaby dalam Ma'alimus Sunan berkata: "Dimaksud dengan khidaj oleh hadits ini, ialah: tidak sah." Al-Bukhary dalam kitab Juz'ul Qira'ah: "Yang dimaksud adalah keluar dari perut ibunya dalam keadaan mati, tidak bernyawa (keguguran)."

Hadits (657) menurut pengarang Aunul Ma'bud, derajatnya dha'if, karena diriwayatkan dari jalan Ja'far ibn Maimun, seorang yang kurang dipercaya seperti yang telah ditegaskan oleh An-Nasa'y. 

Akan tetapi hadits ini dikuatkan kebenaranya oleh riwayat Muslim, Ibnu Hibban dan Abu Dawud dari hadits yang diterima dari "Ubadah ibn Shamit dengan lafazh: "Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah dan sedikit lebih dari padanya." 

Dikuatkan pula kebenarannya oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadits Abu Sa'id yang lafazhnya: "Kami diperintahkan membaca Al-Fatihah dan apa yang mudah." Ibnu Sayyidin Nas: "Sanad hadits ini shahih, karena semua perawinya dapat dipercaya."

Hadits ini menyatakan bahwa disamping wajib membaca Al-Fatihah dalam berdiri, wajib juga membaca barang sedikit dari ayat-ayat Al-Qur'an yang lain.

Hadits (658) diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dari Syu'bah ibn 'Ala, Ibnu 'Abdurrahman dari Abdurrahman yang menerimanya dari Abu Hurairah. Hadits ini menyatakan bahwa Al-Fatihah wajib dibaca walaupun kita shalat di belakang imam. Hanya saja, kalau kita shalat di belakang imam secara berjamaah, hendaklah Al-Fatihah dibaca dalam hati.

Jumhur ulama berpendapat bahwa membaca Al-Fatihah dalam shalat adalah salah satu fardhu shalat atau suatu rukun shalat. Malik, Asy-Syafi'y, Ahmad dan lain-lainnya menetapkan demikian.

Abu Hanifah dan ulama-ulama Hanafiyah berkata: "Membaca Al-Fatihah di dalam shalat, wajib. Tetapi bukan syarat bagi sah shalat. Hal ini mengingat, bahwa tuntutan membaca Al-Fatihah, didapat dari sunnah Nabi (hadits), bukan dari Al-Qur'an. Yang dipandang fardhu, menurut ulama Hanafiyah, adalah yang didapati di dalam Al-Qur'an. Yang di fardhukan hanyalah membaca mana yang mudah dari Al-Qur'an, tidak ditentukan hanya Al-Fatihah. Menentukan Al-Fatihah diperoleh dari hadits. Sesuatu yang diperoleh dari hadits dipandang wajib, berdosa orang yang meninggalkannya, akan tetapi shalatnya dipandang sah.

Al-Hafizh menerangkan, bahwa yang dimaksud dengan: "Bacalah apa yang mudah kamu bacakan", adalah sebagai di bawah ini:

Diberitakan oleh Abu Dawud dari hadits Ibnu Nafi', bahwa Nabi bersabda: "Apabila kamu berdiri untuk shalat, maka menghadaplah ke kiblat, lalu ber- takbirlah. Sesudah itu bacalah Ummul Qur'an dan apa yang Allah kehendaki kamu membacanya (apa yang kamu hafal dari Al-Qur'an). Dan apabila kamu rukuk, letakkanlah kedua tanganmu atas lututmu." 

Dalam riwayat yang lain terdapat perkataan: "Kemudian sesudah membaca Al-Fatihah, bacalah apa yang ada beserta kamu dari Al-Qur'an (jika kamu ada menghafalnya) barang sedikit. Jika tidak ada yang kamu hafal, pujilah Allah, bertakbir dan bertahlillah kamu."

Apabila lafazh hadits-hadits ini dikumpulkan semuanya, nyatalah bahwa yang difardhukan untuk dibaca hanyalah Al-Fatihah bagi mereka yang dapat menghafalnya dan sebagian ayat Al-Qur'an lainnya. Jika mereka belum dapat mempelajari Al-Fatihah, hendaklah dibaca ayat-ayat yang lain dari Al-Qur'an yang dihafalnya.

Jika tidak ada satu ayat pun yang dibacanya, hendaklah ia membaca dzikir (tahmid, takbir dan tahlil). Dan dapat pula dikehendaki dari perkataan: "bacalah apa yang mudah dari Al-Qur'an, ialah: "membacanya sesudah Al-Fatihah."

Al-Hafizh, sesudah menerangkan mana yang terkuat dari dua pendapat yang tersebut, berkata pula: "Para fuqaha berselisihan paham tentang apakah wajib kita membaca Al-Fatihah pada tiap-tiap rakaat karena masing-masing rakaat dipandang shalat, ataukah cukup kita membacanya sekali saja dalam seluruh shalat, lantaran mengingat, bahwa yang dihukum shalat ialah sesudah tercakup semua rakaatnya. Nabi bersabda: Tidak ada shalat, yang tidak dibaca di dalamnya Al-Fatihah."

Kata "shalat" ini mencakup keseluruhan rakaatnya. Jumhur ulama mem- fardhukan kita membaca Al-Fatihah pada tiap-tiap rakaat. Menurut penerangan Ibnu Mundzir, bahwa Al-Hasan Al-Bishry menganggap cukup kita membacanya sekali saja. Dawud dan Ishaq ibn Rahawaih, menyetujui pendapat Al-Hasan dalam masalah ini.

Dalil jumhur dalam masalah ini ialah sabda Nabi kepada musi' shalat, yaitu: "kemudian buatlah yang demikian dalam shalat seluruhnya." Nabi me- nyabdakan ini, sesudah beliau menyuruh musi' shalat itu membaca Al-Fatihah. Begitu pula jika ditinjau lebih seksama, seolah riwayat itu menerangkan bahwa Nabi bersabda: "Kemudian berbuatlah demikian pada tiap-tiap rakaat."

An-Nawawy dalam Syarah Muslim berkata: "Jumhur ulama menetapkan, bahwa Al-Fatihah difardhukan pada tiap-tiap rakaat."

Ibnu Sayyidin Nas dalam Syarah Sunan At-Turmudzy berkata: "Di antara para sahabat yang memfardhukan demikian, ialah 'Ali dan Jabir." Demikianlah pendapat Ibnu Aun, Al-Auza'y dan Abu Tsaur. Ahmad pun menetapkan demikian. Malik berpendapat, bahwa difardhukan membaca Al-Fatihah pada tiap-tiap rakaat atas orang yang teringat membacanya. Bagi orang yang lupa, dimaafkan.

Zaid ibn Ali dan An-Nashir berkata: "Yang wajib hanyalah membaca Al- Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja."

Hukum jika lupa membaca Al-Fatihah pada salah satu rakaat

Para ulama yang memfardhukan kita membaca Al-Fatihah pada tiap-tiap rakaat, berselisihan paham dalam masalah ini. Ulama Syafi'iyah dan Ahmad tidak mensahkan shalat, jika kita lupa membacanya dalam salah satu rakaat. 

Menurut riwayat Al-Qasim dari Malik, bahwa Malik berpendapat: "Orang yang shalat dua rakaat, maka jika dia lupa membaca Al-Fatihah dalam salah satu rakaatnya, tidaklah sah shalatnya. Orang yang shalat tiga rakaat atau empat rakaat, maka jika lupa membacanya dalam satu rakaat, hendaklah diulang rakaat itu, lalu sujud sahwi sesudah bersalam."

Dalam pada itu ada diriwayatkan dari Malik, salah satu hanya disuruh sujud Sahwi saja.

Apakah wajib kita membaca barang seayat dari Al-Qur'an sesudah Al-Fatihah?

Para ulama bersepakat menetapkan, bahwa membaca sesuatu surat sesudah Al-Fatihah, pada shalat Shubuh, shalat Jum'at dan pada rakaat pertama dan kedua dari tiap-tiap shalat hukumnya sunat. An-Nawawy berkata: "Yang demikian itu sunnat hukumnya di sisi seluruh ulama."

Al-Qadhi Iyadh mengatakan bahwa sebagian ash-hab Malik mewajibkan kita membaca surat sesudah Al-Fatihah.

Tentang hal membaca surat di rakaat ketiga dan keempat maka dimakruhkan oleh Malik, tetapi disunnatkan oleh Asy-Syafi'y dalam mazhab jadid-nya, tidak da- lam mazhab-Qadimnya. Di antara para sahabat yang mewajibkan kita membaca surat sesudah Al-Fatihah, ialah 'Umar, Abdullah ibn 'Umar dan 'Utsman ibn Abil-Ash.

Abdurrahman Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi menetapkan bahwa yang difardhukan kita membacanya waktu berdiri dalam shalat, hanya ayat- ayat Al-Qur'an (tidak diharuskan Al-Fatihah), mengingat firman Allah: "faqra' mã tayassara minal qur'ani (bacalah apa yang mudah dari Al-Qur'an)", dan bahwa yang dikehendaki dengan "bacalah apa yang mudah" adalah "shalatlah di malam hari sekedar yang mudah kamu kerjakan." Tegasnya, dimaksud dengan qira'ah, ialah majaz (kata kiasan)nya, yakni shalat.

Maka makna "faqra'u ma tayassara (maka shalatlah, di malam hari seberapa kamu sanggupi)." Ada pula yang menetapkan, bahwa dikehendaki dengan "bacalah" ialah: membaca Al-Qur'an sendiri. Mengingat hal ini nyatalah, bahwa kita tidak dapat ber-hujjah untuk menetapkan, bahwa yang difardhukan hanya membaca ayat-ayat Al-Qur'an saja. Sekiranya kita benarkan tafsir ulama Hanafiyah, tentulah kita harus meninggalkan hadits-hadits yang bersangkutan dengan masalah ini yang berderajat masyhur, bahkan berderajat mutawatir menurut sebagian ulama. 

Al-Bukhary berkata: "Telah diperoleh kabar yang mutawatir dari Nabi saw, bahwa shalat tidak sah dengan tidak membaca Al-Fatihah."

Ringkasnya, membaca Al-Fatihah di dalam shalat, adalah salah satu rukun (fardhu) shalat.

Hadits yang shahih dan kuat, tidak diperoleh untuk menguatkan mazhab Hanafi dalam masalah ini. Kumpulan hadits yang berkenaan dengan masalah ini menyatakan bahwa Al-Fatihah wajib dibaca pada tiap-tiap rakaat. 

Membaca surat Al-Fatihah, sunnat hukumnya berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan dari Abu Hurairah, ujarnya: "Jika kamu tidak menambah apa-apa lagi sesudah Al-Fatihah, cukuplah sudah. Dan jika kamu menambah barang sedikit, maka hal itu sangat baiknya." 

Hadits ini dinyatakan marfu sebagaimana ditegaskan oleh Al-Hafizh. Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan 'Abbas, bahwa Nabi saw shalat dua rakaat dan Nabi hanya membaca Al-Fatihah saja."

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Hukum Kiblat dalam Shalat Dalam Buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 1 Masalah Membaca Surat Al-Fatihah Dalam Shalat