Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Memandang Ke Tempat Sujud Ketika Berdiri

Hadits Memandang Ke Tempat Sujud Ketika Berdiri

MEMANDANG KE TEMPAT SUJUD KETIKA BERDIRI DAN LARANGAN MEMANDANG KE LANGIT

635) Ibnu Sirin menerangkan:

اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَقْلِبُ بَصَرَهُ فِي السَّمَاءِ، فَنَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةِ .. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُوْنَ فَطَأْطَأَ رَأْسَهُ
Nabi saw. memutar-mutarkan pandangannya ke langit (ke atas) dalam shalat, maka turunlah ayat "... alladzi nahum fi shalâtihim khäsyi'una orang-orang yang berlaku khusyuk di dalam shalatnya." Sesudah itu, Nabi saw. pun menundukkan kepalanya dalam shalat." (HR. Ahmad dan Sa'id ibn Mansur; Al-Muntaqa 1: 364) 

636) Abu Hurairah ra, menerangkan:

إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: لِيَنْتَهِيَنَّ قَوْمٌ يَرْفَعُوْنَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي الصَّلَاةِ أَوْ ألَتُخْطَرَفَنَّ أَبْصَارَهُمْ فِي الصَّلَاةِ 

Nabi saw, bersabda: "Hendaklah orang-orang berhenti dari mengangkat penglihatan mereka ke arah atas (ke langit) di dalam shalat, atau biarlah mereka menunggu Allah mencabut pandangan (mata) mereka." (HR. Ahmad, An-Nasa'y dan Abu Dawud; Al-Muntaqa 1: 365)

637) Anas ibn Malik ra. menerangkan:

اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: مَابَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُوْنَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ فَاسْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ أَوْ اَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارَهُمْ.
Nabi saw. bersabda: "Mengapakah kiranya mereka mengangkat penglihatan mereka ke langit?" Nabi sangat mengeraskan perkataannya itu, hingga berkatalah beliau: "Mereka hentikan pekerjaan itu, atau mereka tunggu dicabut matanya!" (HR. Al-Jama'ah, selain dari Muslim dan At-Turmudzy; Al-Muntaga 1: 365)

698) Abdullah ibn Zubair ra, berkata:

ِكَانَ رَسُولُ اللهِ إِذَا جَلَسَ فِي التَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخْذِه الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخْذِهِ الْيُسْرَى وَآثَارَ بِالسَّبَابَةِ وَلَمْ يُجَاوِزْ بَصَرُهُ إِشَارَتُهُ

"Rasulullah saw, apabila duduk tasyahhud, meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya dan tangan kirinya di atas paha kirinya, beliau mengisyaratkan dengan telunjuknya, sedang pandangannya menatap ke tempat isyarat itu." (HR. Ahmad, An-Nasa'y dan Abu Dawud; Al-Muntaqa 1: 365)

SYARAH HADITS

Hadits (635) diriwayatkan oleh Ahmad dalam kitab An-Nasikh wal Mansukh dan oleh Sa'id ibn Manshur dalam Sunan-nya dengan tambahan: "... dan adalah mereka tidak menyukai seseorang mengarahkan pandangannya keluar batas mushalla (tempat shalat) nya". 

Hadits ini mursal, karena Ibnu Sirin adalah seorang tabi'in, tidak ber- jumpa dengan Nabi. Perawi-perawi hadits ini sejak dari Ibnu Sirin sampai kepada Ahmad, adalah orang-orang kepercayaan. Dalam pada itu hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dengan sanad yang maushul [tersambung kepada Nabi-Ed.], yaitu Ibnu Sirin menerima hadits ini dari Abu Hurairah yang menerimanya dari Nabi. Dan sanad hadits ini, menurut syarat Al-Bukhary dan Muslim. Menyatakan bahwa hendaklah dalam shalat kita menundukkan kepala melihat ke tempat sujud.

Hadits (636) menyatakan bahwa Rasul mengancam orang yang memandang ke arah langit dalam shalatnya, bahwa mata mereka akan dicabut.

Hadits (637) menyatakan bahwa Nabi sangat mencela orang yang bershalat mengarahkan pandangannya ke langit.

Hadits (638) diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban dalam kitab shahih-nya dan pokok dari hadits ini terdapat di Shahih Muslim. Menyatakan bahwa para mushalli disuruh memandang ke tempat sujud jangan melihat ke luar dari batas tempat sujud, atau ke kiri dan ke kanan, serta menyatakan pula bahwa mengarahkan pandangan ke atas dalam shalat, haram hukumnya. Juga menunjukkan kepada di syariatkan kita memandang telunjuk ketika ber-tasyahhud jangan memandang ke muka.

Asy-Syafi'y dan ulama Kufah berkata: "Disukai bagi mereka yang sedang shalat memandang ke tempat sujudnya"; karena yang demikian itu lebih mendekatkan kepada khusyuk. Ulama Syafi'iyah memakruhkan kita melihat ke arah atas di dalam shalat. 

An-Nawawy dalam Syarah Muslim berkata: "Hadits ini menandaskan suatu tegahan (larangan) yang berat dengan suatu ancaman yang keras. Telah disepakati oleh para ulama, bahwa melihat ke arah langit dalam shalat, adalah haram."

Ibnu Hazm berkata: "Shalat yang dikerjakan dengan mengangkat muka atau pandangan ke arah langit itu batal."

Hadits ini dengan terang dan nyata mengancam orang yang memandang ke atas dalam shalat. Maka teranglah bahwa pekerjaan itu haram dan orang yang mengerjakannya berdosa. Jika ulama Syafi'iyah tetap memandang bahwa larangan di sini, larangan makruh, maka mengapakah larangan memakai bejana emas dan perak untuk tempat makan dan minum tidak dipandang makruh, pada hal nash-nya sama derajatnya. Maka jika di dalam masalah mempergunakan bejana emas dan perak ditetapkan haram, di sini juga wajib dipandang haram, sebagai yang ditegaskan An-Nawawy dan lain-lain.

Tentang batalnya shalat orang yang melihat ke atas, maka jika kita berpendapat bahwa tiap-tiap larangan menunjukkan kepada batal, tentulah kita membatalkan shalat yang dilakukan dengan cara yang dilarang itu, sama hukumnya dengan shalat di tanah rampasan. Tetapi jika kita berpendapat bahwa larangan itu tidak mengakibatkan batal, maka shalat yang dikerjakan dengan memandang ke arah langit, tidak batal. Ringkasnya batal tidaknya shalat, adalah masalah yang diperselisihkan para mujtahidin.?

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Sifat-sifat Shalat Masalah  Memandang Ke Tempat Sujud Ketika Berdiri Dan Larangan Memandang Ke Langit