Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MENYAHUTI IQAMAT

Menyahuti iqamat

MENYAHUTI IQAMAT

420) Syahr ibn Hausyah dari Abu Umamah ra menerangkan

َّاِنَّ بِلَالاً أَخَذَ فِي الْإِقَامَةِ فَلَمَّا أَنْ قَالَ: قَدْ قَامَتِ الصَّلاةُ، قَالَ النَّبِي ﷺ أَقَامَها اللهُ وَأَدَامَهَا، وَقَالَ فِي سَائِرِ الْإِقَامَةِ كَنَحْوِ حَدِيْثِ عُمَرَ  فِي الْأَذَانِ
"Bahwasanya Bilal membacakan iqamat, maka ketika sampai kepada ucapan Qad Qamatish Shalah, Nabi saw. membacakan Aqamahallahu wa adamaha. Nabi membacakan seluruh ucapan iqamat yang lain, seperti yang diterangkan 'Umar pada adzan itu." (HR. Abu Daud, Al-Muntaga 1: 258)

SYARAH HADITS

Hadits (420), Al-Mundziri dalam Mukhtashar As-Sunnah mengatakan, "Dalam sanad hadits ini ada orang yang majhul (tidak dikenal). Syahr ibn Hausyab sendiri pun di perselisihan ulama hadits."

Al-Baihaqi mengatakan, sesudah meriwayatkan hadits ini, "Hadits ini jika shahih dapat menjadi penegak (penyokong) bagi apa yang dianggap baik oleh Asy-Syafi'y untuk dibaca ketika mendengar ucapan qad qamatish shalah, yaitu Allahumma aqimha wa adimha wajalna min shalihi ahliha amalan (Wahai Tuhanku, tetapkanlah shalat, kekalkanlah dia dan jadikanlah kami dari orang-orang yang shalih amalannya)." Hadits ini menyatakan bahwa Nabi membaca agamahallahu wa adamaha di ketika Bilal membacakan qadqamatish shalah.

Menurut pendapat Ibnu Qudamah dan An-Nawawy, bahwa kita dianjurkan menyahuti iqamat seperti yang dikatakan para mugim. Ketiks ia membacakan qad Qamatish shalah kita ucapkan aqamahallahu wa adamaha.

Ar-Rafi'i mengatakan, "Hendaklah ketika mendengar qad qamatish shalah dibaca aqamahallahu wa adamaha waja'alani min shalihi ahliha." 

Al-Ghazaly dalam Al-Basith mengatakan, "Tidak disukai kita menyahuti iqamat." Hanya ketika qad qamatish shalah saja kita sahut dengan agamahallahu waadamaha. Asy-Syamani mengatakan, "Tidak disukai kita menyahuti lafazh iqamat."

Tidak ada keterangan yang shahih yang menyuruh kita menyahuti iqamat. Hadits yang di atas ini dhaif. An-Nawawy sendiri mengaku kedhaifannya dalam Syarah Al- Muhadzdzab. Juga tidak diperoleh hadits yang shahih yang menyuruh kita membacakan aqamahallahu wa adamaha. Istimewa menambahkan lagi perkataan waja 'alani min shalihi ahliha.

Al-Asqalani dalam At-Talkhish mengatakan, "Menambahkan perkataan wajalani min shalihi ahliha, sedikit pun tidak beralasan walaupun dengan suatu hadits dhaif. Beberapa bid'ah yang telah dimasukkan orang dan dibiasakan di dalam adzan dan iqamat ialah:

  1. Menambahkan lafazh Sayyidina, di dalam tasyahhud, adzan dan iqamat. 
  2. Mengumandangkan adzan beramai-ramai dalam sekali adzan. Menurut riwayat, yang menyuruh kepada dua orang adzan serentak ialah Bani Umaiyah.
  3. Menyapu dua mata dengan jari dua telunjuk ketika mendengar Muadzin membaca syahadatain. Hadits yang dipegang dalam soal ini sangat lemah.
  4. Menyahut perkataan ash-shalatu khairun minan nam dengan perkataan shadaqta wa bararta. 
  5. Menambahkan perkataan wad darajatar rafiata dalam doa yang dibacakan sesudah adzan. Demikian pula perkataan ya arhamar rahimin di penghujungnya. 
  6. Membaca agamahallahu wa adamaha ketika mendengar qad qamatish shalah
  7. Menyambung La ilaha illallah dengan Muhammad rasulullah pada akhir adzan dan menyahut beramai-ramai La ilaha illallah pada akhir iqamat. 
  8. Membaca dzikir Allahumma rabba hadzihid da'watit tammah ... sesudah iqamat. Perlu benar di tegaskan bahwa membaca Allahumma rabba hadzihid da'watit tammah... sesudah iqamat, tidak berdasar atas suatu hadits shahih atau hasan. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dari Abu Hurairah, yang menyuruh kita membaca dzikir tersebut sesudah iqamat, tidak dapat dijadikan hujjah, karena dua sebab. Pertama, hadits tersebut ditakdirkan shahihnya mauquf Hadits mauquf, tidak dapat dijadikan hujjah. Kedua, di dalam sanadnya, ada seorang yang bernama Ghassan. Ad- Daraquthni mengatakan, "Ghassan adalah dhaif." 
  9. Membaca shalawat beramai-ramai antara adzan dengan iqamat dengan suara yang nyaring. Disebut dalam Ishlahul Masajid, Ibnu Hajar Al-Haitamy pengarang Tuhfah dalam fatwanya mengatakan, "Beberapa Muadzin telah mengadakan se- sudah adzannya. Pembacaan salam dan shalawat dibaca beramai-ramai. Perbuatan tersebut adalah bid'ah." Pengarang Al-Ibda' mengatakan, "Yang mula-mula menyuruh membaca shalawat dan salam beramai-ramai, ialah Shalahuddin Al-Ayyubi." Ibnu Hajar dalam Fatawal Kubra mengatakan, "Barangsiapa membaca shalawat untuk Nabi sebelum adzan, membaca Muhammadur rasulullah di akhir adzan, serta mengi'tikadkan yang demikian itu sunnat, hendaklah mereka ditegur, atau diberikan pengertian bahwa pekerjaan tersebut sedikit pun tidak disuruh oleh agama."
  10. Melagu-lagukan adzan dengan lagu yang mencederakan kalimatnya, atau mengurangkan hurufnya, atau menambahkannya.
Adab-adab Adzan

Di dalam Al-Iqra'dan Syarah-nya disebutkan sebagai di bawah ini:

  • Disukai bagi Muadzin adalah orang yang nyaring, karena lebih me- muaskan dan lebih banyak dapat didengar orang.
  • Disukai bagi Muadzin adalah orang yang bagus suaranya, agar enak dengar.
  • Diharuskan bagi Muadzin adalah orang yang dapat dipercaya, karena dia adalah tempat orang yang dijadikan pegangan dalam mengetahui masuknya waktu.
  • Diharuskan bagi Muadzin untuk mengetahui dengan sebaik-baiknya waktu shalat, agar dia senantiasa dapat melakukan adzan di awal waktunya. 
  • Diharuskan bagi Muadzin, mengumandangkan adzannya dengan tartil (bagus, perlahan-lahan), berhenti di tiap kalimat, karena ulama salaf tetap mengumandangkan adzan dengan ber-waaaf (berhenti) di tiap kalimat, selain dari takbir pertama. Itu, yang diwaqafkan, hanya dibaca dua-dua takhir sekali. Hal ini telah ditegaskan Ibnu Rusyd. 
  • Diharuskan bagi Muadzin, berdiri di atas tempat yang tinggi, supaya adzannya lebih bermanfaat (dapat didengar masyarakat umum). 
  • Disukai bagi Muadzin, suci dari hadats, kecil dan besar. Tidak disukai orang berjunub melakukan adzan, sebagaimana tidak disukai melakukan iqamat bagi orang yang berhadats. 
  • Disukai bagi Muadzin, suci dari najasah badan dan pakaiannya
  • Disukai bagi Muadzin menghadap kiblat.
Adab-adab ini tidak menjadi syarat sah adzan, namun tetap dianjurkan su- paya dijaga baik-baik oleh Muadzin.

Imam Marzuq dalam kitab Umdatul Murid mengatakan, "Di antara bid'ah adzan, ialah mengadakan dua Muadzin. Mereka mengumandangkan adzan tersebut dengan bersahut-sahutan. Setelah dibaca oleh yang pertama suatu kalimat, lalu yang kedua menyaringkan kalimat itu lagi."

Adab-adab Iqamat
  1. Mencepatkan bacaannya.
  2. Berhenti di tiap-tiap kalimat, seperti adzan. 
  3. Hendaklah yang membacakan iqamat, Muadzin sendiri."
Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Menyahuti Iqamat