Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bacaan Ketika Mendengar Azan

Bacaan Ketika Mendengar Azan

BACAAN-BACAAN KETIKA MENDENGAR ADZAN DAN SESUDAHNYA 

414) Abu Said Al-Khudri berkata:

  إِنَّ النَّبِيَّ قَالَ: إِذَا سَمِعْتُمُ النَّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ

"Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Apabila kamu mendengar adzan, bacalah apa yang dibacakan Muadzin." (HR. Al-Jama'ah, Al-Muntaqa 1: 256)

415) 'Umar Ibnu Khaththab ra. berkata:

 قَالَ رَسُولُ الله : إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، قَالَ : أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، قَالَ: اَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِالله، ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الفَلاح، قَالَ: لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرْ، قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ قَالَ: لا اله الا الله، قَالَ: لَا إِلَهَ إِلا الله

"Bersabda Rasulullah saw.: Apabila Muadzin membaca Allahu Akbar, Allahu Akbar, lalu kamu ikut membacakannya, kemudian ketika Muadzin membacakan: Asyhadu an la ilaha illallah, kamu ikut pula membacakannya, ketika Muadzin membaca: asyhadu anna Muhammadar rasulullah, kamu ikut pula membacakannya, ketika Muadzin membaca: hayya 'alash shalah, kamu membaca: la haula wala quwwata illa billah, ketika Muadzin membaca: hayya 'alal falah, kamu membaca: la haula wala quwwata illa billah, ketika Muadzin membaca: Allahu Akbar, Allahu Akbar, kamu membacakannya. Ketika Muadzin membaca: la ilaha illallah, kamu ucapkan: la ilaha illallah dengan setulus hatimu, masuklah kamu ke surga." (HR. Muslim dan Abu Daud, Al-Muntaga 1: 257)

416) Jabir Abdillah ra. menerangkan:

اِنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: مَنْ قَالَ حِيْنَ يَسْمَعُ النّدَاءَ الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاةُ القائمة، آتِ مُحَمَّدََ الوَسيلَةَ وَالفَضيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدً الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي

"Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa ketika mendengar adzan membaca: Allahumma rabba hazihidda' watit tammah wash shalatil qaimah, ati Muhammadanil wasilata wal fadhilaha, wab'ats-hu maqaman mahmudanil ladzi wa'attahu, maka wajib baginya mendapat syafaat." (HR. Al-Jama'ah selain Muslim, Al-Muntaqa 1: 258)

417) Abdullah ibn Amer ra. berkata:

قَالَ رَسُولُ الله : اذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ ثُمَّ صَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَى صَلاةٌ صَلىَّ الله بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا الله لي أوَسيلَةَ فَإِنَّهُ مَنْزَلَةٌ فِي الْجَنَّةِ، لَا تَبْغِي اِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ وَأَرْجُوا أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ اللَّهُ لِي الْوَسيلَةَ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَنِي

"Bersabda Rasul saw.: Apabila kamu mendengar adzan, ucapkanlah apa yang didengungkan Muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku; karena barangsiapa bershalawat untukku suatu shalawat, niscaya Allah bershalawat untuknya sepuluh shalawat. Kemudian hendaklah kamu memohon kepada Allah supaya diberikan wasilah untukku, karena wasilah adalah manzilah (kedudukan tinggi yang sangat istimewa dalam surga), yang hanya diperoleh oleh seorang hamba Allah saja. Aku mengharap: akulah yang memperoleh wasilah tersebut. Maka barangsiapa memohon kepada Allah supaya diberikan kepadaku wasilah itu, maka wajib baginya mendapat syafaatnya." (HR. Al-Jama'ah selain Al-Bukhary dan Ibnu Majah, Al- Muntaga 1: 259)

418) Anas ibn Malik berkata:

قَالَ رَسُولَ اللهِ ﷺ: الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ، قَالَ أَنَسٌ فَمَاذَا تَقُولُ يَا رَسُولَ الله؟ قَالَ: سَلُوا اللَّهَ الْعَافِيةَ في الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ

"Rasulullah saw. bersabda: Doa tidak ditolak di antara adzan dan iqamat. Anas verkata: Apakah yang kami mohonkan, ya Rasulullah? Rasul menjawab: Hendaklah kamu memohonkan kepada Allah keafiatan dunia dan akhirat." (HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Turmudzy, Ta'liq Al-Muntaqa 1: 259)

419) Ummu Salamah ra. berkata:

عَلَّمَنِى رَسُولُ الله ﷺ أَنْ أَقُولَ عِنْدَ أَذَانِ الْمَغْرب: اللَّهُمَّ إِنْ هَذَا الْبَالُ لَيْلِكَ وَادْبَارُ نَهَارِكَ وَأَصْوَاتُ دُعَاتِكَ فَاغْفِرْلِي

"Rasulullah saw. mengajarkan daku membaca ketika adzan Maghrib, Allahumma inna hadza iqbalu lailika, wa idbaru naharika, wa ashwatu du'atika faghfirli (Wahai Tuhanku, ini malam-Mu sudah datang, siang-Mu telah berlalu dan suara-suara penyeru-penyeru-Mu sudah diperdengarkan maka ampunilah akan segala dosaku." (HR. At-Turmudzy, Zadul Ma'ad 1: 274)

SYARAH HADITS

Hadits (44) menyuruh orang yang mendengar adzan, menyambut pembacaan adzan. Tegasnya, kita disuruh menyambut lafazh adzan sebaik para Muadzin menyebut satu-satu lafazhnya, sekadar kita sendiri dapat mendengar. Lahir perintah ini bersifat umum, mengenai para pendengar yang sedang shalat dan orang lain yang tidak dalam kondisi shalat.

Hadits (415) juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi. Al-Mundziri dalam At-Targhib mengatakan, "An-Nasa'y meriwayatkannya pula." Hadits ini menyatakan, bahwa ucapan hayya 'alatain (hayya 'alash shalah dan hayya 'alal falah) kita sahut dengan ucapan haugalah (la haula wala quwwata illa billah = Tidak ada daya upaya dalam menolak suatu kemudaratan dan dalam menarik suatu kemanfaatan, melainkan hanya dengan iradah dan qudrah Allah).

Hadits (416), menyuruh kita memohon kepada Allah agar diberikan wasilah untuk Nabi saw. Tegasnya, kita disuruh membaca: Allahumma rabba hadzihid da'watit tammah, wash shalatil qaimah. Ati Muhammadanil wasilata wal fadhilaha wab atshu maaqman mahmudanil ladzi wa'adtahu (Wahai Tuhanku, wahai Tuhan yang mempunyai seruan yang sempurna dan shalat yang didirikan ini, berilah kepada Muhammad kedudukan istimewa di dalam surga dan berilah kepadanya keutamaan dan ternpatkanlah dia di tempat yang terpuji yang Engkau telah janjikan.

Menurut Al-Baihaqi, di ujung dzikir tersebut, terdapat perkataan Innaka la tukhliful mi'ad (sesungguhnya Engkau, tidak menyalahi janji). Al-Baihaqi mengatakan, "Tambahan ini terdapat dalam riwayat Al-Bukhary" Menurut pemeriksaan, tambahan ini tidak ada dalam Al-Bukhary. Karena itu, sebaiknya kita katakan bahwa tambahan ini menurut riwayat Al-Baihaqi saja. 

Al-Hafizh Al-Asqalani mengatakan, "Tidak terdapat perkataan wad darajatar rafiata, dalam riwayat Al-Bukhary dan kitab-kitab Sunan." An-Nasa'y dan Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dengan bunyi wab'ats-hul magama, bukan wab'atshu magaman mahmuda." 

Al-Hafizh mengatakan, "Perkataan ya arhamar rahimin di ujungnya, tidak terdapat dalam sesuatu riwayat."

Hadits (417), menyuruh kita menyambut bunyi adzan, menyuruh kita membaca shalawat kepada Nabi saw. sehabis menyahuti adzan dan menyuruh kita memohonkan wasilah untuk Nabi (membaca Allahumma rabba .....) sesudah membaca shalawat tersebut.

Hadits (418), perkataan, "maka apakah yang kami mohonkan", terdapat dalam riwayat At-Turmudzy saja. Al-Mundziri dalam At-Targhib mengatakan, Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dengan tambahan: "Maka berdoalah kamu." At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan." Pengarang Az-Zad mengatakan, "Hadits ini shahih." Hadits ini menyatakan, bahwa sangat disukai supaya kita berdoa memohonkan suatu hajat dalam waktu yang terletak antara adzan dan iqamat.

Hadits (419), menyatakan lafazh doa yang dibacakan antara adzan Maghrib dan iqamatnya.

Seluruh ulama dari semua madzhab menyuruh kita menyambut adzan. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang hukumnya.

Ath-Thahawi mengatakan, "Sebagian ulama salaf, mewajibkan kita menyahut adzan, berdosa jika tidak menyahutinya. Tegasnya, tidak boleh kita berbicara ketika mendengar adzan yang membimbangkan kita dari menyahutinya." Ulama Hanafiyah, ahludh zhahir dan Ibnu Wahab dari golongan Malikiyah, juga mewajibkan. Jumhur ulama menyunatkan sahnya.

Ulama juga berbeda pendapat tentang hukum orang yang sedang shalat menyahuti adzan. Ada yang menyuruh orang yang sedang shalat menyahut adzan selain dari hayya 'alatain saja.

Ibnu Hazm mengatakan, "Barangsiapa mendengar adzan, hendaklah diucapkan apa yang diucapkan Muadzin sejak dari awal hingga akhirnya, baik dia di dalam shalat, maupun tidak, baik fardhu maupun sunnat selain dari perkataan hayya 'alash shalah, hayya 'alal falah."

Perkataan ini jangan disebut, kalau ia di dalam shalat, tetapi disahuti sesudah selesai shalat. Karena ucapan ini tidak dipandang dzikir, yang selainnya dipandang dzikir, boleh disebut dalam shalat.

Sebagian ulama menganjurkan, supaya orang yang di dalam shalat menyahut adzan sesudah selesai dari shalatnya.

Al-Asqalani mengatakan, "Yang termasyhur dalam madzhab Syafi'y, makruh bagi orang yang sedang shalat menyahuti adzan, hendaknya dita'khirkan sebutannya, hingga selesai dari shalat. Begitu juga jika sedang berjima' dan sedang buang air." Sebagian ulama mengatakan, "Memakruhkan orang yang sedang shalat menyahuti adzan, tidak ada keterangannya.

Sebagian ulama mengatakan, "Seluruh lafazh adzan disahuti sebagaimana yang diucapkan Muadzin, termasuk hayya 'alash shalah, hayya 'alal falah juga disahuti seperti yang diucapkan." Jumhur menetapkan seluruh adzan disahuti seperti yang dibunyikan, kecuali hayya 'alash shalah hayya 'alal falah.

Ibnu Mundzir mengatakan, "Menurut pendapat kami, kedua pendapat ini boleh dipakai." Menurut satu pendapat dalam madzhab Hanbali, "Kita sahuti hayya 'alash shalah hayya alal falah sebagaimana yang diucapkan Muadzin. Sesudah itu kita bacakan hajalah."

Orang yang sedang shalat, makruh menyahut adzan. Perintah menyahut adzan tidak diperuntukkan bagi mereka yang sedang shalat, walaupun perintah ini secara umum. Kami berpendapat demikian, sebabnya ialah:

  1. Mengingat hadits-hadits yang mencegah kita bimbang di dalam shalat, bimbang dengan sesuatu di luar shalat.
  2. Mengingat Nabi tidak mau menyahut salam di dalam shalat, sedang menyahuti salam itu, lebih penting daripada menyahuti adzan, dan hukum menyahuti adzan adalah wajib, bukan sunnat, walaupun Jumhur menyunatkan. Dalalah terang mewajibkannya. Dalil yang memalingkan dari wajib tidak ada.
Menurut pentahqiqan, yang layak dipergunakan untuk menyahut hayya'alash shalah hayya 'alal falah, ialah La haula wala quwwata illa billah, bukan menyahut dengan kalimat-kalimat itu sendiri. Inilah yang sesuai dengan ucapan dan sahutan. Kalimat-kalimat adzan selain dari hayya 'alatain adalah dzikir. Pantaslah disahutnya sebagaimana yang dibunyikan. Perkataan hayya 'alatain adalah seruan. Maka yang pantas kita sahut dengan memohon kepada Allah supaya diberikan kepada kita kesanggupan memenuhi seruan itu.

Ibnul Qayyim dalam Az-Zad: "Diterima dari Nabi saw. dengan jalan yang shahih beberapa doa yang kita baca ketika mendengarkan adzan dan sesudahnya. Adab- adab yang harus kita lakukan ketika mendengar adzan dan sesudahnya ada lima:

  1. Menyahuti adzan seperti yang diserukan Muadzin kecuali hayya 'alatain kita mengikuti dengan haugalah
  2. Membaca Radhitu billahi rabban wa bil Islami dinan wa bi Muhammadin nabiyan wa rasulan (Saya rela Allah sebagai Tuhanku, saya rela Islam sebagai agamaku dan saya rela Muhammad sebagai Pesuruh Allah yang diutus ke segenap hamba-Nya)."
  3. Membaca shalawat kepada Nabi sesudah selesai adzan dibunyikan seutama utama shalawat, ialah shalawat yang Nabi sendiri ajarkan (akan disebut lafazhnya dalam menerangkan sifat-sifat shalat). 
  4. Membaca Allahumma rabba hadzihid da'watit tamah... hingga akhirnya.
  5. Berdoa dengan doa yang dikehendaki.
Menurut hadits yang diberitakan Muslim dan dianggap shahih oleh Al-Ya'mari dari Sa'ad ibn Abi Waqqash, bahwa Nabi bersabda, "Barangsiapa membaca ketika mendengar Muadzin membacakan dua kalimat syahadat wa ana asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarikalah wa anna muhammadan 'abduhu wa rasuluh, radhitu billahi rabban wa bi muhammadir rasulan wa bil islami dinan, diampunilah dosanya." 

Mengingat ini, tegaslah bahwa radhitu billahi rabban... dibaca sesudah menyahuti kalimat syahadat."

Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Bacaan-Bacaan Ketika Mendengar Adzan Dan Sesudahnya