Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Memakai Kain Yang Dicelup Ushfur

Hukum Memakai Kain Yang Dicelup Ushfur

LAKI-LAKI MEMAKAI KAIN YANG DICELUP DENGAN USHFUR, KAIN MERAH, PUTIH, HITAM, HIJAU DAN BERWARNA-WARNI

504) Abdullah ibn Amar ra, berkata:

 رَأَى رَسُولُ اللهِ عَلَى ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ: اِنْ هَذَهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلَا تَلْبَسْهَا

"Rasulullah saw. melihat aku memakai dua helai kain yang dicelup dengan ushfur. Maka Nabi berkata: Ini, adalah pakaian-pakaian orang kafir; janganlah kamu me- makainya." (HR. Ahmad, Muslim dan An-Nasa'y; Al-Muntaga 1:296) 

505) Amer ibn Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata:

أَقْبَلْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ مِنْ ثَنِيَّةٍ فَالْتَفَثَ إِلَيَّ وَعَلَى رَيْطَةٌ مُضَرَّجَةٌ بِالْعُصْفُرِ فَقَالَ: مَا هَذَا؟ فَعَرَفْتَ مَا كَرِهَ فَاتَيْتُ أَهْلِي وَهُمْ يَسْجُرُونَ تِنُّوْرَهُمْ فَقَذَفْتُهَا فِيهِ، ثُمَّ أَتَيْتُهُ مِنَ الْغَدِ فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللهِ مَا فَعَلْتَ الرَّيْطَةَ؟ فَاَخْبَرْتُهُ فَقَالَ: اَلَا كَسَوْتُهَا بَعْض أَهْلِكَ

"Kami beserta Rasulullah saw, kembali ke kota, dari Tsaniyah (suatu jalan di bukit, atau suatu tempat yang terletak antara Mekkah dan Madinah). Di dalam perjalanan itu Nabi melihat kepadaku, waktu itu aku sedang berselimut kain lebar yang dilumuri dengan ushfur yang tidak rata celupannya. Maka Nabi saw. Bertanya: Apa-apaan ini? Maka aku pun mengerti bahwa Nabi membencinya. Setelah aku sampai ke rumah, saat isteriku menghidupkan api dalam dapur tanah, aku pun mencampakkan selimut itu ke dalamnya. Pada esok paginya aku pergi kepada Rasulullah saw. lalu Nabi bertanya: Wahai 'Abdullah, apa yang engkau telah lakukan dengan selimutmu. Maka aku pun mengabarkannya. Kemudian Nabi berkata: Mengapa engkau tidak memberikannya kepada sebagian (seseorang) keluarga engkau?" (HR. Ahmad; Al-Muntaqa 1: 297)

906) Ali ibn Abi Thalib ra berkata:

نَهََانِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَنِ التَخَتُّمِ بِالذَّهَبِ وَعَنْ لِبَاسِ الْقَسِيِ وَعَنِ الْقِرَأَةِ فِي الرَّكُوعِ وَالسُّجُودِ وَعَن لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ

"Rasulullah saw, melarangku bercincin emas, memakai kain yang bercampur sutera; membaca Al-Qur'an dalam rukuk dan sujud dan memakal kain yang dicelup dengan ushfur." (HR. Al-Jama'ah, selain Al-Bukhary dan Ibnu Majah Al-Muntaga 1: 298)

507) Al-Bara' ibn Azib ra berkata:

  كَانَ رَسُولُ اللَّهِ مَربُوْعاً بَعِيدَ مَا بَيْنَ الْمَنكَبَيْنِ لَهُ شَعْرٌ يَبْلُعُ شَمْحَة اُذُنَيْهِ رَأَيْتُهُ فِي حُلَّةٍ حمْرَاءَ لَمْ أَرَ شَيْئًا قَطٌّ أَحْسَنَ مِنْهُ
"Rasulullah saw, tegap sekali badannya, lebar bahunya, mempunyai rambut yang tunun sampal ke bawah daun telinganya. Aku lihat beliau memakai sepersalinan pakalan yang berwarna merah, yang belum pernah aku lihat ada yang lebih bagus dari padanya." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaga 1: 298)

508) Abdullah ibn Umar ra berkata:

مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ رَجُلٌ عَلَيْهِ ثَوبَان أَحْمَرَانِ فَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ النَّبِيُّ عَلَيْهِ

"Nabi saw. berlalu di hadapan seorang laki-laki yang berpakaian dengan dua helai kain merah, dan memberi salam kepada Nabi, namun Nabi tidak menjawabnya." (HR. Abu Daud dan At-Turmudzy; Al-Muntaga 1: 298)

509) Samurah ibn Jundub ra. berkata: "Rasulullah saw, bersabda: Pakailah kain-kain yang berwarna putih, karena kain-kain putih itu lebih suci dan lebih baik; dan kafankanlah orang-orang mati dengannya." (HR. Ahmad, An-Nasa'y dan At-Turmudzy, Al-Muntaga 1: 299)

510) Anas ibn Malik ra. berkata:

كَانَ أَحَبُّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَنْ يَلْبَسَهَا الْحَبْرَةَ

"Kain yang paling disukai Rasulullah saw. ialah kain hibrah (kain yang berwarna hijau)." (HR. Al-Jama'ah, selain dari Ibnu Majah; Al-Muntaga 2: 299)

511) Abu Rimtsah ra, berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ وَعَلَيْهِ بُرْدَانِ أَخْضَرَان

"Aku melihat Rasulullah saw, memakai dua helai kain buatan Yaman yang berwama hijau." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'y dan At-Turmudzy, Al-Muntaga 1: 299)

512) Aisyah ra. berkata:

خَرَجَ النَّبِيُّ ذَاتَ غَدَاةٍ وَعَلَيْهِ مِرْطٌ مُرَحَّلٌ مِنْ شَعرٍ أَسْوَدَ

"Pada suatu pagi Rasulullah saw, keluar dari rumah dengan memakai kain yang terbuat dari bulu yang padanya ada gambar sekedup unta yang dibuat dari bulu hitam." (HR. Ahmad, Muslim dan At-Turmudzy; Al-Muntaga 1: 300)

513) Ummu Khalid Amah ra. berkata:

 أُتِيَ النَّبِيُّ ثِيَابٍ فِيْهَا خَمِيْصَةٌ سَوْداءَ فَقَالَ: مَنْ تَرَوْنَ نَكَسُوْا هَذِهِ الْخَمِيصَةَ فَأُسْكِتَ القَوْمُ فَقَالَ: أُئْتُوْنِيْ بِأُمِّ خَالِدٍ، فَأَتَيْ نِي إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَالْبَسَنِيْهَا بِيَدِهِ وَقَالَ: أَبْلِى وَاَخْلِقٍي مَرَّتَيْنِ وَجَعَلَ يَنْظُرُ إلى عَلَمِ الْخَمِيْصَةِ ويُثِيْرُ بِيَدِهِ وَإِلَيَّ وَيَقُولُ: يَا أُمِّ خَالِدٍ هَذَا سَنَا وَالسَّنَا بِلِسَانِ الْحَبْثَةِ الْحَسَنِ

"Kepada Rasulullah saw. dibawakan beberapa helai kain. Di antaranya ada sehelai khamishah (kain sutera atau wool Mekkah bercorak) hitam warnanya. Nabi berkata kepada para sahabat: Siapakah gerangan yang anda pikir baik kita berikan kain ini kepadanya. Para sahabat diam. Sejurus kemudian Nabi berkata: Pang- gillah Ummu Khalid. Karenanya aku menghadap kepada Nabi, lalu Nabi sendiri memakaikannya ke badanku sendiri seraya berkata: Abli wa akhliqi (pakailah kain ini sampai buruk), dua kali. Setelah itu Nabi melihat kepada wama kain serta berisyarat kepadaku serta berkata: Wahai Ummu Khalid, ini cantik, wahai Ummu Khalid, ini cantik." (HR. Al-Bukhary; Al-Muntaqa 1: 300)

514) Zaid ibn Aslam menerangkan:

اِنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَصْبُعَ ثِيَابَهُ ويَدَّهِنَ بالزَّعْفَرَانِ، فَقِيلَ لَهُ: لَمْ تَصْبُعُ ثِيَابَكَ وَتَدَّهِنُ بالزَّعْفَرَانِ؟ فَقَالَ: إِنِّي رَأَيْتُهُ أَحَبَّ الأَصْبَاغَ إِلَى رَسُول الله ﷺ يَدَّهِنُ بِهِ وَيَصْبُغُ بِهِ ثِيَابَهُ

"Bahwasanya Ibnu 'Umar mencelup kainnya dan meminyaki dirinya dengan kumkuma. Seorang bertanya kepadanya: Mengapa Anda mencelup kain dan meminyaki diri dengan kumkuma? Ibnu 'Umar menjawab: Aku lihat kumkuma itu celupan yang paling disukai Rasul, beliau meminyaki badannya dan mencelup kain-kainnya dengan kumkuma." (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa'y; Al-Muntaqa 1: 301)

SYARAH HADITS

Hadits (504), An-Nawawy dalam Syarah Muslim mengatakan, "Menurut riwayat lain sebagai berikut: Nabi melihat aku memakai dua helai kain yang di- celup dengan ushfur, lalu beliau bersabda: Ibumu yang menyuruh begini? Saya menjawab: Saya akan mencucinya, ya Rasulullah. Nabi bersabda: "Bakarlah dia."

Ushfur ialah semacam tumbuh-tumbuhan yang dapat mematangkan dengan baik daging-daging besar, yang dipergunakan untuk mewamakan kain dengan warna merah. Bijinya, dinamakan qurthum. Hadits ini menyatakan bahwa kita dilarang memakai kain yang dicelup dengan ushfur (warna merah).

Hadits (505), diriwayatkan juga oleh Abu Daud, dan Ibnu Majah Amar ibn Syu'aib menerima hadits ini dari ayahnya yang menerima dari kakeknya. Menurut riwayat Ibnu Majah, ada perkataan Nabi: "Itu tidak mengapa buat perempuan." Semua perawinya selain dari Amar ibn Syu'aib menurut Ulama hadits adalah kepercayaan. Hadits ini menyatakan, bahwa syara' melarang laki-laki memakai kain yang di- celup dengan ushfur, juga menyatakan, perempuan boleh memakainya, dan tidak memperbolehkan membakar sesuatu yang dapat dipergunakan oleh orang lain. Akan tetapi menurut riwayat yang diterima oleh Muslim, Nabi menyuruh membakarnya.

Hadits (506), menyatakan bahwa kita dilarang membaca ayat Al-Qur'an dalam rukuk dan sujud; karena rukuk dan sujud adalah tempat membaca tasbih dan doa. Menyatakan juga, dilarang memakai kain yang dicelup dengan ushfur.

Hadits (507), diriwayatkan juga oleh An-Nasa'y, At-Turmudzy dan Abu Daud, menyatakan kebolehan memakai pakaian berwarna merah. 

Hadits (508), Al-Hafizh mengatakan, "Hadits ini dipandang hasan oleh At- Turmudzy" Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Bazzar seraya mengatakan, "Kami tidak mengetahui hadits ini, selain dengan sanad ini. Di dalamnya ada Qartad (Abdurrahman ibn Dinar), tetapi ada yang mengatakan Imran" Al-Mundziri mengatakan, "Perawi ini seorang yang tidak boleh diambil hujjah dengan riwayatnya" Al- Hafizh dalam Fathul Bari mengatakan, "Hadits ini dhaif sanadnya, walaupun At- Turmudzy memandangnya hasan." Hadits ini menyatakan, bahwa memakai kain yang berwarna merah dilarang.

Hadits (509), Al-Hafizh dalam Fathul Bari mengatakan, "Hadits ini, sanadnya shahih." Asy-Syafi'y dan pengarang As-Sunan meriwayatkan hadits-hadits yang semakna dengan ini dari Ibnu Abbas. Riwayat itu dishahihkan oleh Ibnu Qaththan dan At-Turmudzy. Al-Hakim, Ibnu Hibban juga meriwayatkannya. Hadits ini me- nyatakan, bahwa kita disukai memakai kain yang berwarna putih, dan mengkafan- kan orang mati dengan kain putih, karena kain putih lebih bersih dan lebih baik dari lainnya. Kain putih mudah diketahui kotornya dan segera dapat dibasuh. 

Hadits (510), menyatakan bahwa kita disukai memakai kain hiburah, yaitu kain yang berwarna hijau.

Hadits (511), At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan gharib" Al-Mundzini mengatakan, "Abdullah dan ayahnya Iyadh yang menerima hadits ini dari Abu Rimsah (Rifa'ah ibn Yatsrabi), adalah orang yang dapat dipercaya." Hadits ini menyatakan, kita disukai memakai kain yang berwarna hijau, karena itulah pakaian ahli surga, sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam Al-Qur'an, QS. Ad- Dahr ayat 21, yang artinya: "Pakaian-pakaian mereka ahli surga adalah kain sutera hijau."

Hadits (512), At-Turmudzy menshahihkannya. Hadits ini menyatakan, bahwa memakai kain hitam untuk baju dan lainnya tidak dibenci.

Hadits (513). Al-Asma'y mengatakan, yang dimaksudkan dengan khamishah adalah kain sutra bersegi empat, wamanya hijau. Abu Ubaid mengatakan, "Khamishah adalah sehelai kain segi empat bercorak dua." Nabi bermaksud dengan sabdanya "Pakailah kain ini sampai buruk", ialah memohon kepada Allah semoga memanjangkan umur orang yang memakainya. Hadits ini menyatakan, bahwa perempuan boleh memakai kain hitam.

Hadits (514), menurut pendapat Al-Mundziri, sanad hadits ini diperdebatkan. Abu Daud dan An-Nasa'y tidak menyebut kata kumkuma. Al-Bukhary dan Muslim meriwayatkan suatu hadits dari Ibnu Umar yang bermakna: "Aku telah melihat Rasulullah mencelup kain dengan warna kuning, karena itu, aku suka mencelup- nya dengan warna kuning." Hadits ini menyatakan, bahwa kita disukai mencelup- kan kain dengan wama kuning dan meminyaki diri dengan kumkuma.

Kain yang dicelup dengan ushfur (warna merah)

Golongan Al-Itrah mengharamkan kita memakai kain yang dicelup dengan ushfur. Golongan ini berpegang kepada lahir larangan yang dimaksud oleh hadits Abdullah ibn Amr (500), hadits Ali (502) dan hadits Abdullah ibn 'Umar (504).

Sahabat, tabi'in, atba'-atba'nya, Abu Hanifah, Malik dan Asy-Syafi'y, memperbolehkan yang demikian. Demikian menurut keterangan Ibnu Ruslan dalam Syarah As-Sunan Malik mengatakan, "Sungguh pun demikian, memakai kain yang tidak dicelup dengan ushfur lebih utama." Menurut suatu riwayat dari Malik, beliau memperbolehkan kita memakai kain yang dicelup dengan ushfur di rumah dan di pekarangannya. Beliau memakruhkan kita memakainya di tempat-tempat ramai dan di majelis-majelis.

Ibnu Ruslan mengatakan, "Segolongan ulama memakruhkan kita memakai kain yang dicelup dengan ushfur. Larangan yang terdapat dalam hadits ini, adalah larangan makruh. Mereka berpendapat demikian, mengingat hadits yang di- riwayatkan Al-Bukhary dan Muslim dari Ibnu Umar yang artinya: "Aku lihat Rasulullah mencelup kainnya dengan ushfur (semacam tumbuhan yang memerahkan kain)." Menurut riwayat Abu Daud dan An-Nasa'y: "Nabi saw. mencelup kainnya dengan benda yang kuning."

Asy-Syaukani mengatakan, "Mungkin benda kuning yang Nabi pergunakan untuk mencelup kain-kainnya, bukan kuning ushfur. Maka tidak dapat kita memalingkan larangan memakai ushfur (memakai kain yang dicelup dengan ushfur) terhadap kemakruhan."

Segolongan ulama mengaitkan larangan ini, menurut An-Nawawy, kepada orang yang sedang mengerjakan haji, mengingat hadits Ibnu Umar yaitu: "Orang yang sedang mengerjakan haji, dilarang memakai kain yang dicelup dengan kunyit atau kurkuma.

Al-Bahagi dalam kitab Marianes Sunan mengatakan, "Asy-Syafi'y melarang orang memakai kain yang di kumkuma dan memperbolehkan orang memakai kain yang di die. Asy Syafi'y mengatakan, "Aku memperbolehkan orang memakai kain yang dicelup dengan ushfur adalah karena aku tidak menemukan seorang yang meriwayatkan larangan memakai kain yang di ushfur-kan, dari Nabi saw, selain dari perkataan Ali "Aku larang. Ali tidak mengatakan: Kami larang," 

Al-Baihaqi mengatakan, "Hadits Abdullah ibn Amer (500) dan beberapa hadits yang lain yang semakna, sekiranya hadits-hadits tersebut sampai kepada Asy-Syafi'y pasti Asy-Syafi'y melarang orang memakai kain yang di ishfur-kan. Asy-Syafy pemah mengatakan, "Apabila ada hadits menyalahi pendapatku, peganglah hadits itu dan tinggalkanlah pendapatkuu. Yang sesuai dengan kehendak hadits, itulah made- habku. Asy-Syafi'y mengatakan, Aku larang orang laki-laki meng-kumkuma-kan kain- nya dalam semua keadaan. Aku menyuruh ia membasuh kain yang di kunkuma." Al-Baihaqi mengatakan, "Asy-Syafi'y menuruti sunnah dalam soal mengkumkuma kain, maka menuruti sunnah dalam hal mengushfurkan lebih utama lagi."

Asy-Syaukani mengatakan, "Tidak ada pertentangan antara larangan mencelupkan kain dengan ushfur, dengan memakai kain yang berwarna merah. Karena larangan yang terdapat dalam hadits-hadits ini, tertuju kepada yang dimerahkan dengan celupan shfur atau minyak batangnya."

Ibnu Qudamah mengatakan, "Menurut madzhab Ahmad, memakai kain yang diushfurkan, makruh, khususnya dalam shalat."

Memakai kain merah

Ulama-ulama Syafi'iyah, Malikiyah dan lainnya memperbolehkan kita memakai kain berwarna merah, berdasarkan kepada hadits Al-Bara ibn Azib, hadits (503). Ulama-ulama Hanafiyah dan golongan Itrah memakruhkan kita memakai kain yang berwarna merah, berdasarkan kepada hadits 'Abdullah ibn 'Umar, hadits (504).

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan, "Ulama mempunyai tujuh macam pendapat dalam masalah ini:

  • Boleh. Pendapat ini diterima dari 'Ali, Thalhah, 'Abdullah ibn Ja'far, Al- Bara' dan beberapa sahabat yang lain. Di antara tabi'in yang ber- pendapat demikian. Said Ibnu Musayyab, An-Nakha'y, Asy Sya'bi. Abu Qilabah dan segolongan yang lain.
  • Tidak boleh dilarang. 
  • Dibenci kalau celupannya merata tebal, tidak dibenci kalau celupannya tipis. Pendapat ini diriwayatkan dari Atha', Thawus dan Mujahid. 
  • Dimakruhkan kita memakai kain yang berwarna merah kalau bermaksud untuk keindahan dan kemegahan. Boleh memakainya di dalam rumah saja dan waktu bekerja di ladang-ladang. Pendapat ini diterima dari Ibnu Abbas. 
  • Boleh dipakai bila benangnya tercelup sebelum ditenun menjadi kain, tidak boleh dipakai bila sudah ditenun atau disuji (sulam atau bordir). Demikianlah pendapat Al-Khaththaby.
  • Menentukan larangan dengan yang dicelup dengan ushfur saja.
  • Menentukan larangan dengan kain yang dicelup seluruhnya. Kain yang dicelup sebagian saja, yakni ada warna selain merah, tidak diharamkan.
Ibnul Qayyim mengatakan, "Jika larangan ini mengingat bahwa itu pakaian orang kafir, maka hukumnya sama dengan hukum memakai kasur (tempat duduk atas pelana) yang dibuat dari wool merah, dan jika karena mengingat menyerupai perempuan, hukumnya menyerupai perempuan. Yakni dicegah karena menyeru- pai perempuan, bukan karena haram memakai kain yang berwarna merah. Jika dicegah karena memperlihatkan kebesaran dan kemegahan, maka dicegah kalau dengan maksud tersebut. Kalau tidak, pendapat Malikiyah yang kuat, yakni memperbolehkan memakai kain yang merah di rumah dan dilarang memakainya di pertemuan maupun di perjamuan.

Mencelup kain dengan warna kuning

Al-Mundziri mengatakan, "Ulama berbeda pendapat tentang mencelup kain, dengan warna kuning dan meminyakinya dengan kunkuma. Sebagian ulama mengatakan, bahwa yang dicelup oleh Nabi saw. dengan yang menguningkan itu hanya janggutnya saja. Sebagian ulama lain mengkumkuma janggut dan lain-lain." Seluruh ulama menyunatkan kita memakai kain yang berwarna putih.

Memakai kain putih

Demikianlah juga memakai kain hitam dan hijau.

Gambar binatang di kain

An-Nawawy mengatakan, "Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kebolehan gambar di kain berupa gambar sekeduf, atau gambar rumah."

Hadits Al-Bara' dengan hadits Ibnu Umar berlawanan shahihnya. Untuk meng- hindari pertentangan dua hadits tersebut, hendaklah kita mengartikan merah yang dilarang adalah merah yang disebabkan ushfur, dan merah yang dibolehkan adalah merah yang disebabkan oleh sebab yang lain.

Menurut sunnah, sebaiknya rambut dicelup dengan tumbuh-tumbuhan yang ningkan. Ibnu Jauzi mengatakan, "Sebagian sahabat mencelupkan janggutngan tumbuhan yang menguningkan. Karena akan menjadikan janggut lebih baik" Ahmad mengatakan, "Ketika seseorang mencelup janggutnya dengan numbuh-tumbuhan yang menguningkan, maka orang ini telah menghidupkan sunnah yang telah dimatikan." 

Menurut wayat Abu Daud dan Said ibn Manshur dari Abi Nairah, bahwa para sahabat apabila melihat kawannya memakai pakaian yang baru mengucapkan "Pakailah sampai buruk, dan Allah akan menggantikan dengan yang lain."

Pendapat yang mengumumkan celupan dengan tumbuh-tumbuhan yang menguningkan, dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan Abu Daud dan An-Nasa'y ang artinya: "Sungguh Nabi saw telah mencelupkan kainnya dengan tumbuh- numbuhan yang menguningkan hingga serbannya dicelupkan dengan itu juga."

Dapat kita pahami dari Nabi saw, tidak menjawab salam yang diberikan oleh arang yang berpakaian merah, kebolehan kita tidak menjawab salam orang yang memberikannya sedang dalam suatu kemungkaran. 

Ibnu Ruslan mengatakan, "Disukai supaya orang yang memberikan salam berkan kepada orang yang sedang dalam kemungkaran: Aku tidak mau menyahut salammu karena kamu dalam kemungkaran."

Tidak disukai kita memberikan salam kepada ahli-ahli bid'ah dan yang mengerjakan maksiat yang nyata untuk menghardiknya dan untuk menginsyafkannya. Orang yang tidak disahuti salamnya oleh Nabi saw., menurut dugaan riwayat, bernama Kalab ibn Malik. Rasulullah saw. menyukai kain yang berwarna hijau, karena lain yang berwarna hijau, tidak cepat kotor. 

Menurut Al-Harawi, kain hibrah yang dipakai Nabi saw bersulam dan bergaris-garis hijau warnanya. Menurut Ad-Dawudi wama kain hibrah adalah hijau. Kain hijau adalah kain ahli surga.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Pakaian Dalam Shalat Masalah  Laki-Laki Memakai Kain Yang Dicelup Dengan Ushfur, Kain Merah, Putih, Hitam, Hijau Dan Berwarna-Warni