Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Memakai Baju Kurung Panjang, Serban Dan Celana


MEMAKAI BAJU KURUNG PANJANG, SERBAN DAN CELANA

528) Abu Umamah ra, berkata:

قُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ ﷺ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَتَسَرْوَلُوْنَ وَلا يَأْتَزِرُوْنَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ تَسَرْوَلُوْا وَئْتَزِرُوْا وَخَلِفُوْا أَهْلَ الْكِتَابِ

"Kami para sahabat bertanya kepada Rasul saw.: Ya Rasulullah, ahlul kitab memakai celana, tidak bersarung (bolehkah kami bercelana)? Nabi menjawab: Bercelanalah dan bersarunglah agar berlainan dengan ahlul kitab." (HR. Ahmad, Al- Muntaqa 1: 304)

529) Malik ibn Umair berkata:

بِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللهِ رِجْلُ سَرَاوِيْلَ قَبْلَ الْهِجْرَةِ فَوْزَنَ لِي فَأَرْجَعَ

"Aku pernah menjual sehelai celana kepada Rasulullah sebelum hijrah. Maka Nabi saw, sendiri menimbang dan memberatkan timbangannya untukku." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Al-Muntaqa 1: 364)

530) Ummu Salamah ra, berkata:

كَانَتْ أَحَبُّ الثِيَابِ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ القَمِيْصَ

"Pakaian yang sangat disukai oleh Rasulullah saw. ialah qamish (baju kurung panjang)." (HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Turmudzy, Al-Muntaga 1: 305)

53) Asma' binti Yazid ra, berkata:

كَانَتْ يَدُكُمِّ قَمِيْصِ رَسُولِ اللهِ ﷺ إِلَى الرَّسْخِ

"Dengan baju qamish Rasulullah saw, panjang hingga pergelangannya." (HR. Abu Daud dan At-Turmudzy, Al-Muntaqa 1: 306)

532) Ibnu Abbas ra berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّه ﷺ يَلْبِسُ قَمِيْصًا قِصِيرَ الْيَدِ وَالطُّوْلِ

"Rasulullah saw. memakai baju kurung panjang yang pendek lengan dan tidak berapa panjang badannya." (HR. Ibnu Majah, Al-Muntaqa 1: 306)

533) Ibnu Umar ra, berkata:

كَانَ النَّبِيُّ لا إِذَا اعتَمَّ سَدَلَ عِمَامَتَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ قَالَ نَافِعٌ: وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَسْدِلُ عِمَامَتَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ
"Nabi saw. apabila berserban, menurunkan ujung serbannya antara dua bahunya. Kata Nafi': adalah Ibnu 'Umar menurunkan ujung serbannya antara dua bahunya." (HR. At-Turmudzy, Al-Muntaqa 1: 306)

SYARAH HADITS

Hadits (528), Al-Haitamy dalam Majma uz Zawaid mengatakan, "Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thabrani. Semua perawi yang terdapat dalam riwayat Ahmad, shahih, selain seorang perawi bernama Al-Qasim. Dia seorang yang dipercaya. Cacat yang dialamatkan kepadanya tidak menjadikan mudarat." Hadits ini menyatakan kebolehan memakai celana dan sarung. Agar berbeda dengan ahlul kitab, hendaklah memakai celana pada sebagian waktu dan bersarung pada sebagiannya, bukan dengan tidak bercelana sama sekali.

Hadits (529), diriwayatkan juga oleh An-Nasa'y. Perawi-perawinya shahih. Hadits At-Turmudzy dan Ibnu Majah, diakui shahihnya oleh At-Turmudzy dari Suwaid ibn Qais. Hadits ini menyatakan, bahwa boleh memakai celana. Karena Nabi saw. sendiri memakai celana.

Hadits (530), Al-Mundziri dalam At-Taghib mengatakan, "Hadits ini diriwayatkan juga oleh Al-Hakim dan dishahihkannya." Di dalam Mukhtashar As-Sunan, Al- Mundziri mengatakan, "Hadits ini diriwayatkan oleh At-Turmudzy." At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan gharib." Hadits ini menyatakan, bahwa Rasulullah saw. sangat suka memakai baju kurung panjang.

Hadits (531), ini diriwayatkan oleh An-Nasa'y. At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan gharib." Di dalam sanad hadits ini, ada seorang perawi bernama Syaher ibn Hausyab yang dicacat oleh sebagian ulama hadits. Hadits ini menyatakan, bahwa kita disukai memakai baju qamis yang berlengan hingga pergelangan tangan saja.

Hadits (532), sanad hadits ini dhaif. Tetapi bagian pertamanya disaksikan kebenarannya oleh hadits Asman (a) dan bagian kedua disaksikan oleh hadits Ibnu "Umar (524). Hadits ini menyatakan, bahwa Nabi pernah memakai baju qamish yang pedek lengannya tidak terlalu panjang.

Hadits (533), menurut At-Turmudzy adalah gharib, akan tetapi Muslim, Abu Daud, At-Turmudzy dan An-Nasa'y meriwayatkan dari Ja'far ibn Amer ibn Haris yang menerimanya dari ayahnya (Amer), bahwa Nabi saw. pemah memakai serban hitam dan menurunkan ujungnya di antara kedua bahunya. Ketika Nabi berdiri di atas mimbar Ada lagi beberapa hadits yang semakna dengan ini, diriwayatkan oleh Ibnu Adi dan Ath-Thabrani. Hadits ini menyatakan, bahwa Nabi saw. memakai serban dan menurunkan salah satu dari ujungnya antara kedua bahunya.

Ibnul Qayyim dalam Az-Zad mengatakan, "Rasul saw. pernah membeli celana. Menurut lahir, beliau membelinya untuk dipakai. Banyak hadits yang menyatakan, bahwa Rasulullah saw, memakai celana Sahabat-sahabatnya ada yang memakai celana dengan seizinnya."

Al-Qasthallani dalam Al-Mawahib mengatakan, "Nabi memakai celana diperdebatkan ulama. Sebagian mereka berpendapat, bahwa Nabi saw. tidak pernah memakainya. Mereka beralasan dengan keterangan An-Nawawy dalam Tahzibul Asma'wal Lughat yang menyatakan, bahwa Utsman tidak pernah memakai celana, baik di masa Jahiliyah sekalipun. Utsman adalah seorang yang sangat teguh meng- ikuti jejak Nabi saw."

Asy-Syaukani mengatakan, "Mayoritas ulama menegaskan, bahwa Nabi pernah membeli celana. Adapun tentang memakainya, tidak diperoleh keterangan yang shahih." Ibnul Qayyim dalam Az-Zad mengatakan, "Lengan baju yang luas, lebar dan panjang, tidak pernah dipakai Nabi saw. dan sahabat-sahabatnya. Bahkan kebolehannya harus diteliti lagi, karena hal itu, menyalahi sunnah dan menunjuk kepada sikap bermegah-megah."

Al-Jazari mengatakan, "Hadits Asma' menunjukkan, bahwa menurut sunnah, hendaklah lengan gamish atau baju panjang jangan melewati pergelangan tangan." Ibnu Ruslan mengatakan, "Menurut lahir hadits, lengan baju isteri-isteri Rasulul-lah saw pun hingga pergelangan tangan saja. Jika lengan baju mereka melewati per- gelangan tangan tentu ada yang meriwayatkannya, sebagaimana riwayat yang menerangkan tentang lengan baju mereka sebelah bawah."

Ibnul Qayyim mengatakan, "Nabi saw. pernah memakai topi dengan tidak berserban dan pernah memakai serban dengan tidak memakai topi." Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. pernah memakai topi di bawah serban, sebagaimana pernah memakai topi saja dengan tidak memakai serban. Juga pemah memakai serban dengan tidak memakai topi. Terkadang beliau membuka topinya untuk dijadikan sutrah (batas) di dalam shalatnya.

An-Nawawy dalam Syarah Muhadadzab mengatakan, "Memakai serban boleh dengan mengulurkan ujungnya, boleh pula tidak. Tidak ada keterangan yang shahih yang mencegah kita salah satunya. Terlalu memanjangkan ujung serban hingga bawah seperti menurunkan kain hukumnya haram, kalau berniat bermegah- megah dan makruh untuk yang lainnya."

Al-Jazari dalam Tashhilul Mazahib mengatakan, "Saya sudah memeriksa kitab- kitab dan sejarah untuk mengetahui kadar serban Nabi saw., dan saya tidak memperolehnya. Kemudian seorang yang saya percaya mengatakan, bahwa An- Nawawy telah menerangkan, bahwa Nabi mempunyai serban pendek dan panjang. Yang pendek kira-kira 2 hasta, dan yang panjang kira-kira 7 hasta." As-Sayuthi dalam Al-Hawi mengatakan, "Kadar serban Nabi saw. tidak dapat ditentukan."

Sebagian ulama mengatakan, memakai serban dan menurunkan ujungnya adalah sunnah. Cuma diantara mereka ada yang membenci kalau ujungnya terlalu panjang dan diturunkan. Ulama ada yang menyukai ujung serban diturunkan ke muka atau ke dada. Di antara mereka ada yang membenci kalau ujungnya tidak diturunkan sama sekali.

Tidak syak (ragu) sedikit juga, bahwa syariat Islam memperbolehkan kita menutup aurat dengan pakaian apa saja. Agama tidak menetapkan cara dan ragamnya. Agama hanya menyuruh umat Islam menunjuk cara yang dapat membedakan kita (orang Islam) dengan yang bukan Islam, seperti memakai celana sekali waktu dan memakai sarung di lain waktu, atau dengan memakai suatu pakaian yang membedakan mereka dari kita.

Mengenai memanjangkan lengan baju lewat dari kebiasaan yang patut, kalau untuk bermegah-megah tidak disukai. Akan tetapi jika ada keperluan, seperti orang yang tinggal di daerah dingin, perlu lengan baju melewati pergelangan tangan, diperbolehkan.

Setelah kami menyelidiki hadits-hadits yang berhubungan dengan urusan serban, kami temukan di antara hadits-hadits tersebut, ada yang dibuat oleh penjual (saudagar-saudagar)nya untuk menjadi ganti reklame serban. Bahkan ada diantara mereka yang membuat hadits yang artinya: "Barang siapa shalat dengan memakai serban, sama pahalanya dengan shalat empat puluh kali dengan tidak memakai serban." Kebanyakan hadits ini, terdapat dalam kitab-kitab Jawi yang dinukilkan dari kitab hadits tingkat ketiga dan keempat.

Sesungguhnya bagi mereka yang menyidiki sunnah dan atsar sahabat serta mencari kebenaran semata, jauh dari ta'ashshub dan fanatik, nyata bahwa memakai serban boleh, tidak memakainya pun boleh. Tidak ada pahala dalam memakainya. Yang ada hanya keuntungan bagi saudagar-saudagar serban. Apabila dipakai, boleh kita memakainya dengan sembarang cara yang kita sukai, baik dalam shalat, maupun di luar. Sebagian kyai (imam masjid), lebai dan pak haji menjadikan serban menjadi suatu syi'ar keagamaan. Mereka beri'tikad, bahwa berserban adalah sunnah Nabi yang harus dituruti. Bahkan mereka beri'tikad bahwa shalat yang dikerjakan dengan berserban, banyak pahalanya. Banyak bangsa kita yang membalut kepalanya dengan serban untuk memberitahukan kepada umum, bahwa ia harus dipanggil tuan haji.

Sebenarnya, serban adalah suatu pakaian kebangsaan Arab, atau urusan tradisi. Maka urusan adat terserah kepada masing-masing bangsa, asal tidak berlawanan dengan salah satu ketetapan agama. Walhasil, tidak patut lagi hingga sampai sekarang, kita terpedaya dengan hadits-hadits penjual serban dan reklame toko-tokonya yang telah banyak mengambil keuntungan dari saudara-saudara kita yang pergi haji, atas nama agama. Tuhanku, taufik-kanlah kami kepada pekerjaan yang engkau ridhai.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum - 1 Bab Pakaian dalam Shalat Masalah Memakai Baju Kurung Panjang, Serban Dan Celana