Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Hukum Meminta Jabatan

Hadits Hukum Meminta Jabatan

MEMINTA DIANGKAT MENJADI PENGUASA ATAU KEPALA PEMERINTAHAN

1200) Abdurrahman ibn Samurah berkata:

قَالَ النَّبِيُّ : يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ ابْنَ سَمْرَةَ لَا تَسَأَلَ الْإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إِنْ أُوْتِيْتَهَا عَنْ مَسَأَلَةٍ وَكِلْتَ إِلَيْهَا، وَإِنْ أُوْتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

"Nabi saw. mengatakan kepadaku: Hai Abdurrahman ibn Samurah jangan engkau meminta diangkat menjadi penguasa di suatu wilayah. Karena jika jabatan itu diberikan kepada engkau dengan meminta, niscaya engkau dibiarkan, tidak diberi pertolongan. Tapi jika diberikannya kepada engkau bukan karena engkau memintanya, niscaya engkau diberi pertolongan." (Al Bukhary 83: 1; Muslim 33: 3; Al Lu'lu-u wal Marjan 2: 282).

1201) Abu Musa ra berkata:

أَقْبَلْتُ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَمَعِي رَجُلَانِ مِنَ الْأَشْعَرِيِّيْنَ أَحَدُهُمَا عَنْ يَمِيْنِي وَالْأُخْرَ عَنْ يَسَارِى . وَرَسُولُ اللهِ يَسْتاكُ فَكِلَاهُمَا سَأَلَ. فَقَالَ : يَا أَبَا مُوْسَى أَو يَا عَبُدَ اللهِ بنِ قَيْسٍ قَالَ قُلْتُ : وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أَطْلَعَانِي عَلَى مَا فِي أَنفُسِهِمَا، وَمَا شَعَرْتُ أَنَّهُمَا يَطْلُبَانِ العَمَلَ فَكَانِي اَنْظُرُ إِلَى سَوَاكِهِ تَحْتَ شَفَتِهِ قَلَصَتْ فَقَالَ: «لَنْ » أو « لَا نَستَعْمِلُ عَلَى عَمَلِنَا ، مَنْ اَرَادَهُ وَلَكِنِ اذْهَبْ أَنتَ يَا أَبَا مُوسَى أَو " يَا عَبْدَ اللهِ بْنِ قَيْسٍ إِلَى اليَمَنِ، ثُمَّ اتَّبَعَهُ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ ، فَلَمَّا قَدِمَ عَلَيْهِ اَلْقَى لَهُ وسَادَةً قَالَ : اِنْزِلْ وَإِذَا رَجُلٌ عِنْدَهُ مُوْثَقٌ ، قَالَ : مَا هَذَا ؟ قَالَ : كَانَ يَهُودِيًا فَأَسْلَمَ ثُمَّ تَهَوَّدَ ، قَالَ : اِجْلِسْ ، قَالَ : لَا اجْلِسُ حَتَّى يُقْتَلَ ، قَضَاءُ اللهِ وَرَسُولِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَأَمَرَ بِهِ فَقُتِلَ ثُمَّ تَذَاكَرَ قِيَامَ الَّليْلِ، فَقَالَ أَحَدُهُمَا : أَمَّا أَنَا فَأَقُوْمُ وَأَنَامُ ، وَأَرْجُوْ فِي نَوْمَتِى مَا اَرْجُوفِى قَوْمَتِى

"Saya datang kepada Nabi dan bersama saya ada dua orang laki-laki dari golongan Asy'ary Yang seorang di sebelah kananku dan yang seorang lagi di sebelah kiriku, sedang Rasulullah saw. sedang menyikat gigi. Kedua orang itu mengajukan permohonan kepada Nabi. Kemudian Nabi berkata: Hai Abu Musa, atau hai Abdullah ibn Qais, Saya menjawab: Demi Tuhan yang telah membangkitkan engkau membawa agama yang benar Kedua orang ini tidak memberitahukan isi hatinya dan saya tidak mengetahui bahwasanya mereka meminta pekerjaan. Seolah-olah aku melihat kepada sikat gigi telah terangkat dari bawah bibir Nabi. Nabi berkata: Kami tidak sekali-kali atau kami tidak mengangkat untuk sesuatu pekerjaan orang yang menginginkannya. Akan tetapi, pergilah engkau hai Abu Musa atau Abdullah ibn Qais ke Yaman! Kemudian beberapa waktu berselang. Mu'adz ibn Jabal mengikutinya. Maka manakala Mu'adz datang kepada Abu Musa, Abu Musa pun memberikan bantal sandaran kepadanya serta berkata: Duduklah. Dan di situ ada seorang laki-laki yang diikat Mu'adz bertanya: Gerangan apakah ini Abu Musa menjawab: Dia seorang Yahudi yang telah masuk agama Islam, kemudian dia kembali menjadi Yahudi Abu Musa berkata: Duduklah. Mu'adz menjawab. Saya tidak akan duduk sebelum orang ini dibunuh. Itulah ketetapan Allah dan Rasul- Nya (3x) Karena itu Abu Musa pun menyuruh membawa Yahudi itu lalu dibunuhnya, kemudian Abu Musa dan Mu'adz bertukar pikiran tentang shalat malam Maka salah seorang dari keduanya berkata: Saya ini mengerjakan shalat malam dan tidur. Saya harap dari tidur saya itu, apa yang saya harapkan pada shalatku di malam hari itu." (Al Bukhary 88: 2: Muslim 33: 3; Al Lulu-u wal Maryan 2 283

SYARAH HADITS

Nabi menandaskan, kepada Abdurrahman ibn Samurah, bahwa dia tidak boleh meminta diangkat menjadi amir di sesuatu daerah dan tidak pula meminta kekuasaan (wilayah)

Menurut Nabi, menjadi kepala di sesuatu daerah bukanlah tugas yang ringan yang dapat dilaksanakan oleh semua orang. Karena itu janganlah kita meminta kedudukan itu dengan bernafsu sekali. Memperoleh kedudukan harus dengan usaha yang sangat gigih, tanpa itu mungkin Allah tidak akan memberi bantuan dan pertolongan sehingga kita tidak dapat menunaikan kewajiban dengan sebaik-baiknya.

Jika kedudukan itu diberikan kepada kita tanpa berusaha untuk memperolehnya, maka besar kemungkinan Allah memberi taufik dan inayah- Nya kepada kita hingga dapat melaksanakan tugas dengan baik.

Hadits ini sampai lafal ini saja yang diriwayatkan oleh Al Bukhary. Muslim sendiri meriwayatkan kelanjutannya, yaitu:

وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِيْنٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ

"Dan apabila engkau bersumpah untuk tidak mengerjakan sesuatu, lalu engkau berpendapat, bahwa yang selain dari sumpah itulah yang baik, maka kaffaratkanlah sumpah engkau dan kerjakanlah yang lebih baik itu."

Persesuaian awal hadits ini dengan ujungnya, ialah apabila seseorang bersumpah tidak mau menjadi amir, tetapi ternyata kemudian bahwa kemaslahatan menghendaki supaya dia menerima jabatan itu, maka hendaklah dikaffaratkan sumpahnya, lalu bersedia menjadi amir.

Di dalam riwayat Muslim tegas disebutkan bahwa ada dua orang datang meminta agar dijadikan amir untuk sebagian daerah yang telah berada di bawah wilayah Rasulullah, atau menjadi amil.

Yang ragu dalam menerangkan apa yang Nabi sebutkan apakah Abu Musa ataukah Abdullah ibn Qais, adalah perawi dari Abu Musa. Dalam riwayat Abu Dzar diterangkan, bahwa Nabi menanyakan pendapat Abu Musa.

Abu Musa menerangkan, bahwa teman-temannya itu tidak memberitahukan kepadanya apa yang mendorong mereka untuk diangkat menjadi amir atau amil. Menurut riwayat Muslim, Abu Musa tidak tahu sama sekali tentang maksud anak pamannya itu.

Dari perkataan ini memberi pengertian, bahwa Mu'adz ditugaskan ke Yaman adalah sesudah lebih duhulu Abu Musa pergi ke sana. Abu Musa menyambut kedatangan Mu'adz menurut adat kebiasaan di sana, yaitu menyilahkannya duduk di atas bantal sandaran sebagai penghormatan.

Wa idza rajulun 'indahu mutsaqun Dan di situ ada seorang laki-laki diikat. Di majelis Abu Musa ada orang yang diikat. Tidak ada seorang ahli hadits yang mengetahui nama orang tersebut.

Menurut riwayat Ath Thabarany, Mu'adz berkata kepada Abu Musa: "Anda diutus kemari bukan untuk menyiksa orang, tetapi diutus untuk mengajarkan agama." Abu Musa menjawab: "Orang ini telah memeluk agama Islam kemudian kembali menjadi kafir." Mendengar itu Mu'adz berkata: "Demi Tuhan yang telah mengutus Muhammad, saya tidak pergi dari sini sebelum orang ini dibakar dengan api."

Perkataan ini memberi pengertian, bahwa menurut hukum yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, ialah bahwa orang yang murtad kembali ke agama kafir, sesudah dia Islam, wajib dibunuh. Demikianlah zhahir hadits ini.

Pendapat-pendapat para ulama dalam menghadapi hukum ini tidak sama. Ada yang berpendapat, bahwa hadits ini tidak mempunyai kekuatan untuk dipergunakan dalam hukuman yang seberat itu, karena hadits ini adalah hadits ahad. Ada yang berpendapat, bahwasanya hukuman itu hanyalah untuk menakut-nakuti, agar orang jangan berbuat lagi, jadi bukan suatu hukuman yang tetap dilaksanakan.

Kemudian Abu Musa dan Mu'adz membahas tentang kaifiyat dan cara pelaksanaan shalat malam, apakah sepanjang malam, ataukah sebagiannya. Mu'adz berkata: "Saya ini mengerjakan shalat malam dan tidur. Saya harap dari tidur saya itu apa yang saya harapkan dari shalat di malam hari itu."

Kesimpulan

Hadits pertama, menegaskan bahwa berusaha meminta diangkat untuk menjadi amir dan berupaya untuk memperoleh pangkat itu, makruh, karena usaha yang demikian itu menimbulkan tuduhan umum, bahwa orang yang dimaksud itu mempunyai keinginan-keinginan yang terselubung.

Hadits kedua, di samping mengulas tentang hasrat mendapat jabatan juga tentang keharusan memuliakan tamu dan hukuman mati yang dijatuhkan terhadap orang yang murtad.'

Berdasarkan Buku Mutiara Hadits 6 Karangan TM. Hasbi Ash-Shiddieqy