Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cara Memilih Khilafah Dalam Islam

Cara Penetapan Khilafah

PENETAPAN PENGGANTI KHALIFAH

1199) Abdullah ibn Umar berkata:

قِيْلَ لِعُمَرَ، اَلَا تَسْتَخْلِفُ ؟ قَالَ : إِنْ أَسْتَخْلِفْ فَقَدِ اسْتَخْلَفَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّى , أَبُوْ بَكْرٍ ، وَإِنْ أَتْرُكُ فَقَدْ تَرَكَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي , رَسُوْلُ اللهِ ﷺ فَأَثْنَوْا عَلَيْهِ ، فَقَالَ : رَاغِبٌ رَاهِبٌ، وَدِدْتُ اِنِّي نَجَيْتُ مِنْهَا كَفَا فًا . لَا لِى وَلَا عَلَيَّ, لَا أَتَحَمَّلُهَا حَيَّا وَمَيِّتًا

"Seseorang berkata kepada Umar. Apakah tidak lebih baik anda menunjuk pengganti? Umar menjawab: Jika saya menunjuk pengganti, maka sesungguhnya orang yang lebih baik daripadaku ialah Abu Bakar telah menunjuk penggantinya. Dan jika aku tidak menunjuk pengganti, maka orang yang lebih baik daripadaku yaitu Rasulullahpun, tidak menunjuk penggantinya. Para sahabat memuji sikap Umar itu. Kemudian Umar berkata: Manusia ada yang gemar kepada khilafah dan ada yang takut. Saya ingin supaya saya terlepas secara tidak ada pertanggungjawaban apa-apa lagi, tidak menyangkut yang baik dan tidak menyangkut yang buruk. Saya tidak memikul bebannya di kala saya masih hidup dan sesudah saya mati." (Al Bukhary 93: 51; Muslim 33: 2).

SYARAH HADITS

Dalam keadaan kritis setelah ditikam Abu Lu'lu-ah, menurut riwayat Ibnu Umar bertanya, jika dia tewas dalam peristiwa itu, siapakah yang ditunjuk sebagai khalifah.

Umar menjawab, bahwa jika dia menunjuk seorang pengganti, maka hal yang demikian itu telah dilakukan orang yang lebih baik dari dia, Abu Bakar. Tetapi jika dia tidak menunjuk pengganti, membiarkan rakyat sendiri yang akan memilih penggantinya, maka dia mempunyai contoh, yaitu Rasulullah sendiri. Nabi tidak secara tegas menunjuk orang yang akan menggantikannya. Umar mengambil jalan tengah, yaitu tidak menunjuk secara terang orang yang akan menggantikannya, tetapi mengangkat suatu badan yang terdiri dari orang-orang yang telah diakui mendapat surga dan menyerahkan kepada mereka untuk menetapkan khalifah salah seorang dari anggota badan itu.

Umar mengharapkan agar dia memperoleh pendapat yang tepat dalam hal ini dan tidak ingin mengeluarkan pendapat yang disembunyikan, dia tidak ingin memikirkan soal itu.

Ada yang mengatakan, bahwa makna perkataan Umar ini, ialah Umar memakai kebajikan yang ada padanya dan takut kepada keburukan yang ada padanya. Atau, ada seorang yang ingin menjadi khalifah dan ada pula yang tidak. Jika Umar memilih orang yang berambisi untuk menjadi khalifah, Umar khawatir akan membantu orang itu dalam mencapai keinginanannya padahal dia tidak kompeten untuk melaksanakan tugasnya. Dan jika dipilih seorang yang tidak berambisi, dikhawatirkan pula dia tidak serius melaksanakan tugasnya.

Menurut Al Qadhi Iyadh, bahwa maksud Umar dengan pernyataannya ini ialah, dia ingin memperoleh pahala dari Allah dan takut kepada siksa Allah. Karena itu Umar mengucapkan puji dan sanjung dari sahabat-sahabatnya dan tidak mau menunjuk penggantinya.

Umar ingin sekali supaya terlepas dari bebanan tugas sebagai khalifah dalam keadaan baik, kebijaksanaannya tidak digugat setelah dia melepaskan jabatannya. Dia tidak ikut memikul beban khilafah sesudah dia wafat. Itulah sebabnya dia tidak menunjuk orang tertentu untuk menjadi penggantinya.

Para ulama berkata: "Hadits ini membolehkan seseorang kepala negara menunjuk pengganti yang akan mengendalikan negara sesudah dia meninggal. Akad atau penunjukkan yang dilakukan itu, harus dituruti oleh rakyat lantaran para sahabat telah membenarkan akad yang dilakukan Abu Bakar terhadap Umar."

Juga para sahabat membenarkan tindakan Umar yang menyerahkan urusan penentuan pengganti kepada sebuah badan. Hal ini sama dengan wasiat yang dibuat kepada seseorang untuk memelihara anaknya.

An Nawawy berkata: "Para ulama sependapat menetapkan sahnya khilafah dengan jalan istikhlaf yaitu dengan cara khalifah menunjuk peng- gantinya. Dan inilah yang dijadikan alasan bagi pengangkatan putra mahkota di zaman-zaman Amawiyah, Bani Abbas dan lain-lain. Dan sahnya khilafah dengan pengangkatan Ahlul Halli wal Aqdi di kala tidak ada istikhlaf dan sahnya mengangkat sesuatu badan yang bertugas memilih seorang khalifah.

Para ulama sependapat menetapkan, bahwa Syara' (agama) mewajibkan adanya kepala negara.

Zhahir hadits ini memberi pengertian, bahwa seorang kepala negara yang akan mangkat, boleh menunjuk penggantinya secara tertentu dan boleh menetapkan sebuah badan untuk mengangkat penggantinya setelah dia mangkat.

Kesimpulan

Dan hadits ini menyatakan, bahwa Nabi tidak menunjuk secara tegas seseorang yang menjadi penggantinya.

Referensi Berdasarkan Tulisan TM. hasbi Ash-shidieqy Dalam Buku Mutiara Hadits Jilid 6