Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KEUTAMAAN MUAZIN DAN AZAN

KEUTAMAAN MUAZIN DAN AZAN

Keistimewaan Seorang Muazin Ketika Mengeraskan Suara Azannya

394) Muawiyah ra. menerangkan:

إِنَّ النَّبِيَّ قَالَ: إِنَّ الْمُؤَذِّنِيْنَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ  

"Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya Muadzin amat panjang lehernya dari semua manusia yang lain di hari kiamat." (HR. Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah, Al-Muntaqa 1:241)

395) Abu Hurairah ra. berkata:

قَالَ رَسُولُ اللَِّه : الإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤتَمَنٌ اللَّهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَ ذِّنِينَ 

"Bersabda Nabi saw.: Imam adalah penanggung jawab jamaah, sedang Muadzin adalah orang yang kepercayaan. Wahai Tuhanku, tunjukilah para imam dan ampunilah dosa para Muadzin. (HR. At-Turmudzy dan Abu Daud, Al-Muntaqa 1: 241)

396) Uqbah ibn Amir ra. berkata:

قَالَ رَسُولُ اللهِ : يَعْجَبُ رَبُّكَ عَزَّ وَجَلٌ مِنْ رَاعِي غَنَمٍ فِي شَطَيَّةِ بِحَبْلٍ يُؤَدِّنُ للصَّلاة ويُصَلِّى فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا إِلَى عَبْدِ هَذَا، يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلَاةَ يَخَافُ مِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ

"Rasulullah bersabda: Tuhanmu yang Mahamulia sangat suka kepada orang yang menggembala kambing dalam suatu buah bukit yang mengumandangkan adzan untuk shalat dan kemudian mengerjakannya. Di kala ia beradzan, Tuhan bertitah: Lihat (wahai para malaikat), hamba-Ku ini. la mengumandangkan adzan dan iqamat. la takut akan Daku. Aku mengampuni dosanya dan Aku memasukkannya ke dalam surga." (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa'y, Al- Muntaqa 1: 241)

397) Anas ibn Malik ra. berkata:

قَالَ رَسُولُ الله : لَوْ أَقْسَمْتُ لَبَرَرْتُ إِنْ أَحَبَّ عِبَادِ اللَّهِ رُعَاةُ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ. يَعْنِي الْمُوَدِّنِيْنَ وَأَنَّهُمْ لَيَعْرِفُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِطُولِ أَعْنَاقِهِمْ

"Bersabda Rasul saw.: Sekiranya saya bersumpah, saya telah berbuat kebajikan, bahwasanya seorang hamba yang paling disukai Allah, ialah penjaga-penjaga matahari dan bulan. Yakni para Muadzin. Mereka di hari kiamat dikenali dengan lehernya yang jenjang." (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Ausath, Ta'liq Al- Muntaqa 1: 241).

398) Jabir ibn Abdullah ra, berkata:

قَالَ النَّبِيُّ : إِنَّ الشَّيْطَانَ إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ ذَهَبَ حَتَّى يَكُونَ مَكَانَ الرَّوْحَاءِ
"Bersabda Rasulullah saw.: Bahwasanya setan apabila mendengar adzan mengalihkan ia dari tempat ini. Hingga sampai ke tempat Ar-Rauha." (HR. Muslim, Shahih Muslim 1: 144)

399) Abu Hurairah ra. menerangkan:

اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: إِذا نُوْدِيَ لِلصَّلاة أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعُ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى التَّأْذِينَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلاةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قُضِيَ التَثْوِيْبُ أَقْبَلَ حَتى يَخْطُرُ بيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ

"Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Apabila setan mendengar adzan, maka ia lari pontang- panting, supaya ia tidak mendengar suara adzan tersebut. apabila suara adzan telah berhenti, ia kembali. Apabila ia mendengar iqamat, ia pun lari lagi agar tidak mendengar bunyi iqamat. Setelah iqamat selesai diucapkan, ia kembali mewis waskan manusia." (HR. Muslim, Shahih Muslim I: 145)

SYARAH HADITS

Hadits (394) ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya dari Abu Hurairah. 

Hadits (395) ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya.

Hadits (396), ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa'y, di- riwayatkan juga oleh Said ibn Mansur, Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi.

Hadits (397), hadits tersebut di atas menyatakan tentang keutamaan dan ke- lebihan yang diperoleh Muadzin yang mukhlis kepada Allah.

Hadits (396) memberi pengertian, bahwa adzan dituntut juga bagi orang perorang, walaupun tinggal di tempat yang jauh dari keramaian dan dengan tegas menolak pendapat orang yang menentukan adzan bagi jamaah saja.

Hadits (398), menyatakan bahwa setan apabila mendengar adzan lari jauh dari tempat adzan tersebut disuarakan. 

Hadits (399), menyatakan bahwa adzan sangat ditakuti setan, sehingga lari pontang-panting seperti keledai yang berjalan dengan beban yang berat.

Ulama salaf dan khalaf berbeda pendapat tentang makna "jenjang leher para Muadzin di hari kiamat." Ada yang mengatakan, yang dimaksud dengan jenjang leher ialah terlalu ingin kepada rahmat Allah. Sebagaimana orang yang berdiri dalam barisan dan ingin sekali melihat yang jauh yang sangat ia kehendaki, tentu- lah memanjangkan lehernya supaya dapat terlihat dengan baik apa yang dilihatnya itu. Ada yang mengatakan, bahwa maksudnya ialah banyak pengikut.

Suatu tempat yang jaraknya 40 mil dari Madinah.

Ibnu Arabi mengatakan, "Maksudnya adalah, banyak amalan." Al-Qadhi Iyadh mengatakan, "Yang dimaksud dengan panjang leher ialah paling cepat masuk ke surga."

Asy-Syafi'y berhujjah dengan hadits ini untuk menetapkan keutamaan Muadzin atas para imam. Diriwayatkan juga dari Asy-Syafi'y, bahwa menjadi imam lebih utama daripada menjadi Muadzin. 

Asy-Syafi'y mengatakan, "Yang dikehendaki dengan imam adalah penjamin atau penanggung jawab. Imam bertanggung jawab dalam urusan-urusan pembacaan yang di-sirr-kan. Ada yang mengatakan, bahwa imam bertanggung jawab dalam berdoa untuk bersama."

Al-Khaththaby mengatakan, "Hadits tersebut memaksudkan bahwa para imam menanggung atas shalat jamaahnya." Ulama juga berbeda pendapat tentang makna Muadzin adalah orang yang dipercaya. Ada yang mengatakan, dipercaya tidak akan melihat ke dalam rumah orang, jika ia mengumandangkan adzan di tempat yang tinggi.

Menurut pentahqiqan, Muadzin memperoleh keutamaan tersebut, adalah jika ia menyelenggarakan ibadah ini untuk umum dengan tidak mengambil upah dan tidak mengharap penghasilan wakaf. Jika ia menyelenggarakannya dengan mengambil upah atau sebagai tugas jabatan maka adzannya adalah untuk kemaslahatan dunianya dan untuk penghidupannya. Karena itu, tidak memperoleh pahala dan keutamaan ini.

Dari hadits ini, kita memperoleh pengertian, bahwa kita harus berhati-hati memilih imam dan Muadzin. Hendaklah kita memilih Muadzin yang dapat mampu bertanggung jawab terhadap waktu-waktu shalat dan semua amalan. Hendaklah kita berhati-hati memilih imam, yakni yang dapat dipertanggung jawabkan tentang kebaikan shalatnya.

Tegasnya, hendaklah para Muadzin adalah orang yang lurus, dipercaya, dipercaya perkataannya dan mempunyai pengetahuan yang cukup dalam soal-soal waktu shalat.

Tentang yang lebih afdhal, menjadi Muadzin atau imam, kita berpendapat, men- jadi imam lebih afdhal, mengingat bahwa Nabi dan Khulafaurrasyidin dan pembesar yang lain, tidak pernah adzan untuk umum atau jamaah."

Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Adzan dan Iqamat Tentang Keutamaan adzan Dan Muazin