Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dalil Azan Shubuh dan Azan Jum'at

Dalil Azan Shubuh dan Azan Jum'atADZAN SHUBUH, WAKTU MENGUMANDANGKANNYA DAN JUMLAH ADZAN SHUBUH DAN JUM'AT

386) 'Umar ra. dan 'Aisyah berkata:

قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ اِنَّ بلَالاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِي ابْنُ مَكْتُوْمٍ وَكَانَ رَجُلاً أَعْمَى لَا يُبَادِى حَتَّى يُقَالَ لَهُ: أَصْبَحْتَ أَصْبَحْتَ

"Rasulullah saw. bersabda: Bahwasanya Bilal beradzan di malam hari (sebelum masuk Shubuh). Karena itu makan dan minumlah hingga Ibnu Umi Maktum mengumandangkan adzannya. Ibnu Ummi Maktum adalah orang buta, yang beradzan Shubuh ketika orang mengatakan kepadanya: Telah pagi, telah pagi." (HR. Ahmad, Al-Bukhary dan Muslim; Bulughul Maram: 32)

387) Ibnu Mas'ud ra, menegaskan

 لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ أَذَانُ بِلالٍ مِنْ سَحُوْرِهِ فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ، أَوْ قَالَ: يُنَادِى بِلَيْلٍ وَيُوْقِظَ نَائِمَكُمْ

"Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Janganlah adzan Bilal menghalangi kamu makan sahur. la mengumandangkan adzan masih malam hari (sebelum waktu Shubuh) untuk memberi peringatan kepada orang yang shalat malam dan untuk membangunkan orang yang masih tidur." (HR. Al-Jama'ah selain At-Turmudzy; Al- Muntaga 1: 253)

388) Aisyah ra. menerangkan "Bahwasanya Nabi saw. berkata: Apabila Bilal beradzan (di akhir malam), makanlah kamu dan minumlah kamu sehingga Ibnu Umi Maktum mengumandangkan adzannya." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 254)

389) Samurah ibn Jundub ra. berkata: "Rasulullah saw bersabda: Janganlah kamu terkicuh dari sahurmu oleh adzan Bilal dan jangan pula oleh cahaya kaki langit yang memanjang ke atas hingga cahaya itu berpancaran di kakinya." (HR. Ahmad, Muslim dan At-Turmudzy; Al-Muntaqa 1: 254)

390) As-Saib ibn Jazid berkata:

كَانَ النِّدَاءُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوَّلَهُ إِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ ﷺ وَأَبِي بَكْرٍ ، فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانَ وَكَثُرَ النَّاسُ زَادَ النِّدَاءُ الثَّالِثَ عَلَى الزَّوْرَاءِ

"Adzan pada hari Jum'at pada permulaannya adalah ketika imam duduk di atas mimbar. Demikianlah keadaannya di masa Nabi, Abu Bakar dan 'Umar. Di masa Utsman setelah penduduk Madinah makin banyak, beliau menambahkan adzan sebuah lagi di Az-Zaura." (HR. Al-Bukhary; Shahih Bukhary I: 113)

39) As-Saib ibn Jazid menerangkan "Bahwasanya yang menambahkan adzan sebuah lagi pada hari Jum'at, ialah Utsman ketika penduduk Madinah makin banyak. Nabi hanya mempunyai seorang Muadzin dan adzan di hari Jum'at ialah ketika imam duduk di atas mimbar." (HR. Al-Bukhary; Shahih Al-Bukhary I: 130)

SYARAH HADITS

Hadits (386), menyatakan bahwa adzan Shubuh dikumandangkan dua kali adzan. Pertama, sebelum masuk waktu. Kedua, di awal waktunya, sesudah waktunya masuk. Juga menyatakan, bahwa kita boleh menetapkan dua orang Muadzin untuk menyelesaikan tugas adzan yang masing-masing mengumandangkan adzan sendiri-sendiri.

Hadits (387), menyatakan bahwa disukai supaya di tiap tempat umum berjamaah dikumandangkan dua kali adzan untuk Shubuh, sekali sebelum waktunya dan sekali sesudah masuk waktunya.

Hadits (388), diriwayatkan juga oleh An-Nasa'y. Muslim meriwayatkan hadits yang semakna dengan hadits ini. "

Di akhir hadits ini, 'Aisyah mengatakan, tidak ada antara kedua adzan, selain dari turun yang seorang dan naik yang seorang lagi." Hadits ini menyatakan, batas waktu antara dua adzan itu. Batas waktu ini, dipahami dari keterangan Aisyah

Hadits (389), menyatakan bahwa Bilal mengumandangkan adzan Shubuh pertama sebelum terbit fajar, saat yang berpuasa masih boleh makan minum. 

Hadits (390), menyatakan bahwa adzan Jum'at adalah sekali, diadzankan ketika Khathib telah duduk di mimbar.

Hadits (391), menyatakan bahwa adzan di masa Nabi, hanya sekali saja, ketika khatib duduk di mimbar. Menyatakan juga, bahwa adzan kedua, dilihat dari kejadiannya menurut sejarah, bahwa adzan pertama menurut tertib dikerjakan, suatu adzan yang ditambah oleh Utsman ketika penduduk Madinah telah banyak, untuk menggugah kesadaran rakyat buat menghadiri jamaah Jum'at. Juga menyatakan bahwa mengumandangkan adzan di masa Nabi pada hari Jum'at hanya seorang saja. 

Al-Baihaqi mengatakan, "Seluruh ulama membenarkan adanya adzan Shubuh yang dikumandangkan sebelum terbit fajar."

Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan adzan Shubuh sebelum fajar ialah seruan-seruan yang membangunkan orang, bukan membaca lafazh adzan sendiri.

An-Nawawy dalam Syarah Muslim mengatakan, "Ulama menetapkan, bahwa Bilal ditugaskan mengumandangkan adzan sebelum fajar. Sesudah selesai ia duduk menunggu fajar sambil berdzikir. Apabila telah keluar fajar, ia turun mengambil wudhu. Sesudah itu, naiklah ke menara untuk mengumandangkan adzan kedua di permulaan fajar (Shubuh)."

Di kebanyakan kitabnya, An-Nawawy menetapkan, bahwa permulaan masa mengumandangkan adzan pertama untuk Shubuh ialah pertengahan malam kedua.

Ibnu Daqiqil Id mengatakan, "Waktu adzan Bilal itu, dekat kepada fajar." Al-Asqalani mengatakan, "Batas waktu adzan yang diperoleh dari keterangan 'Aisyah menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan Bilal mengumandangkan adzan di malam hari ialah adzan ketika malam telah hampir fajar."

Ibnu Hazm dalam Syarah Al-Muhalla mengatakan, "Tidak boleh dilakukan adzan sebelum waktu shalat, selain shalat Shubuh saja. Untuk Shubuh, boleh adzan dua kali, yang pertama sebelum terbit fajar, yang kedua setelah terbit fajar. Perkiraan waktu antara adzan pertama dengan kedua (sesudah masuk waktu) adalah sekadar Muadzin yang pertama turun dari menara dan naik Muadzin kedua dan terbit fajar sebelum adzan yang kedua dimulai. Adzan kedua tidak boleh ditinggalkan, tidak boleh dicukupi dengan adzan pertama saja, karena adzan yang pertama untuk sahur, yang kedua untuk shalat."

As-Sindi dalam Hasyiyah An-Nasa'y mengatakan, "Batas yang dimaksud oleh keterangan 'Aisyah ialah untuk menyatakan bahwa jarak waktu antara kedua adzan tersebut tidak lama, bukanlah memastikan jarak waktu selama itu."

Malik, Asy-Syafi'y, Al-Auza'y, Abu Yusuf, Abu Tsaur, Ahmad, Ishak, Daud dan jumhur ulama menetapkan, dua adzan untuk shalat Shubuh. Ats-Tsauri, Abu Hanifah, Muhammad Al-Hadi Qasim, An-Nashir dan Zaid ibn 'Ali, tidak membenarkan dua kali adzan. Ahmad memakruhkan adzan pertama bagi Shubuh dalam bulan Ramadhan.

Asy Sya'rani dalam Al-Mizanul Kubra mengatakan, "Tiga orang imam memperbolehkan adzan dua kali untuk Shubuh. Ahmad memakruhkannya di bulan Ramadhan, karena takut menjadikan keraguan bagi manusia. Boleh jadi, seseorang yang mendengar adzan yang kedua, maka disangkanya adzan yang pertama lalu makan dan jima'. Untuk menjauhkan manusia dari kejadian tersebut, Ahmad memakruhkan adzan pertama yang dilakukan sebelum fajar dan me- netapkan satu adzan saja untuk Shubuh, dilakukannya sesudah masuk waktu."

An-Nawawy dalam Al-Majnu' mengatakan, "Semua pengikut Asy-Syafi'y ber- pendapat bahwa menurut sunnah, adzan Shubuh dua kali, sekali sebelum fajar dan sekali sesudahnya. Diutamakan dilakukan oleh dua Muadzin, seorang untuk sebelum Shubuh, dan seorang untuk sesudah fajar. Dinukilkan oleh Ibnu Jarir, bahwa para ulama telah sepakat menetapkan adzan sebelum waktu tidak sah.

Hendaklah adzan itu dilakukan apabila telah masuk waktu, kecuali untuk Shubuh.

Untuknya, sah dilakukan adzan sebelum waktunya. Demikianlah pendapat Malik, Al-Auza'y, Abu Yusuf, Abu Tsaur, Ahmad, Ishak dan Daud." Asy-Syafi'y, Malik dan Ahmad, menetapkan bahwa adzan pertama, mencukupi untuk adzan Shubuh, andainya tidak diizinkan lagi sesudah terbit fajar. Ibnu Mundzir mengatakan, "Sebagian Ahli Hadits mengatakan, tidak cukup dengan adzan pertama."

Paham ini dikuatkan oleh Al-Ghazaly dari golongan Syafi'iyah.

Orang yang tidur, terkadang dalam janabah. Maka jika adzan Shubuh dilakukan hanya sekali saja, sesudah waktu masuk, sedang orang tidur yang berjanabah baru terbangun ketika mendengarnya, tentu ia lebih dahulu pergi mandi. Dengan demikian, ia tidak dapat shalat Shubuh dengan berjamaah di dalam waktunya. Menurut pentahqiqan kami, pendapat Abu Hanifah walaupun dikuatkan oleh Ath- Thawawi, lemah.

Menetapkan dua adzan untuk Shubuh adalah yang kuat, ini adalah sunnah yang perlu dihidupkan kembali. Berkenaan dengan waktu adzan pertama kami berpendapat, bahwa waktunya yang dikatakan An-Nawawy, boleh di tengah malam. Kami berpendapat, bahwa adzan yang pertama tidak mencukupi, walaupun dikumandangkan namun di awal waktu Shubuh diadzankan lagi,

Menetapkan adanya dua adzan untuk Jum'at, seperti yang lazim sekarang keduanya dalam masjid, sungguh berlawanan dengan sunnah Rasul saw. dan ber- lawanan pula dengan perbuatan Utsman, andaikan dikuatkan riwayat yang mene- rangkan, bahwa Utsman yang mengadakan adzan di Az-Zaura. Walhasil, cukup dengan satu adzan untuk Jum'at yang kita utamakan, karena begitulah teladan yang diberikan Rasulullah saw., sedang tambahan adzan dari Utsman hikmahnya sudah tidak ada lagi.

Ringkasnya, menurut sunnah, mengumandangkan dua adzan untuk Shubuh dan satu adzan untuk Jum'at. Inilah madzhab Asy-Syafi'y yang telah ditinggalkan oleh pengikut-pengikutnya, terutama di negara kita ini.

Asy-Syafi'y dalam Al-Umm mengatakan, "Menurut pengakuan Atha', bukan Utsman yang mengadakan adzan Az-Zaura itu, tetapi Muawiyah. Asy-Syafi'y mengatakan, Muawiyah ataupun Utsman yang melakukan, namun aku suka satu adzan saja pada hari Jum'at."

Al-Fakihani mengatakan, "Yang mulai mengumandangkan adzan adzan tam- bahan di Mekkah ialah Hajjaj dan di Basrah, Ziyad." An-Nawawy dalam Syarah Muhadzdzab mengatakan, Al-Muhamili dalam Al-Majmu' mengatakan, bahwa Asy- Syafi'y mengatakan, "Aku suka untuk Jum'at satu kali adzan saja, di sisi mimbar. Disukai, dilakukan adzan oleh seorang Muadzin saja, karena di masa Nabi, adzan hanya dilakukan oleh seorang di hadapan imam, setelah imam duduk di mimbar. Bukan dilakukan oleh sebagian Muadzin."

Dalam Al-Buwaithi, Asy-Syafi'y mengatakan, "Adzan Jum'at ialah adzan yang dikumandangkan ketika imam duduk di mimbar. Para Muadzin memulai adzan- nya di atas menara bersamaan imam duduk di atas mimbar supaya dapat didengar umum. Apabila para Muadzin telah selesai dari adzannya, khatib bangun berkhotbah."

Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dari Ibnu Abbas ujarnya: "Umar duduk di atas mimbar pada hari Jum'at setelah Muadzin selesai beradzan, beliau bangun memuji Allah (berkhotbah)."

Ibnu Hajar Al-Haitamy dalam At Tuhfah mengatakan, "Yang utama Muadzin Jum'at adalah seorang saja, karena perbuatan Nabi demikian, terkecuali kalau ada keperluan."

Sesudah selesai Muadzin mengumandangkan adzannya dan sesuatu yang disunnatkan sesudahnya, khatib bangun berkhotbah. Adapun adzan yang dilaku- kan di atas menara, sebelum adzan di hadapan khatib, Utsman yang mengadakannya. Ada riwayat bahwa Muawiyahlah yang mengadakannya, setelah penduduk Madinah banyak. Karena itu, bagi kita yang paling utama adalah cukup seperti disunnatkan Nabi saw. saja.

Ibnu Hajj dalam Al-Madkhal mengatakan, "Kita dibenci melakukan adzan dalam masjid, karena beberapa sebab:

  • Karena tidak bersesuaian lagi dengan pekerjaan ulama salaf yang harus diikuti dan diteladani.
  • Karena adzan dilakukan untuk memanggil manusia ke masjid. Maka jika diadzankan di dalam masjid tentulah tidak dapat didengar oleh orang yang di luar. Menyeru orang yang di dalam masjid tidak perlu lagi. Orang yang masih di rumahnya tidak dapat mendengarnya.
  • Karena mengganggu orang yang sedang mengerjakan shalat sunnat.
Al-Hafizh dalam Fathul Bari mengatakan, 'Menurut berita yang sampai kepadaku, penduduk Maghrabi (di masa Al-Hafizh) tidak adzan dua kali di hari Jum'at."

Komentator Ihkamul Ahkam mengatakan, "Penetapan Utsman adalah hasil ijtihad beliau. Beliau melakukan ijtihad karena pada masa itu penduduk Madinah bertambah banyak dan di Madinah hanya ada sebuah masjid. Sekiranya adzan cuma sekali saja di pintu masjid atau di menaranya, tentu tidak dapat didengar oleh semua penduduk Madinah. Karena itu, Utsman menyuruh seorang mengumandangkan adzan sebelum masuk waktu di Az-Zaura di tengah-tengah kesibukan." Selanjutnya beliau bersabda, "Tidak dapat diragukan oleh seorangpun bahwa yang utama ialah mengerjakan sekali saja adzan di hari Jum'at, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi, dan Abu Bakar, 'Umar serta Utsman di permulaan pemerintahannya. Apalagi bila diingat, bahwa perbuatan Utsman tersebut dibantah oleh Ibnu Umar. Menurut riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Umar di waktu melihat Utsman mengadakan adzan tambahan di Az-Zaura, mengatakan ini bid'ah." Demikian pendapat Asy-Syafi'y, "Walaupun begitu jelas pendapat Asy-Syafi'y dalam Al-Umm mengenai soal ini, namun sebagian mereka yang bertaklid kepadanya, tetap membela bagusnya adzan dua kali di hari Jum'at. Sebenarnya, kalau mereka berpengetahuan luas, tentu mengetahui, bahwa mengadakan dua kali adzan di hari Jum'at dan menyunatkannya, sama dengan menegakkan benang basah."

Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Adzan dan Iqamat Tentang adzan Shubuh, Waktu Mengumandangkannya Dan Jumlah Adzan Shubuh Dan Jum'at