Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Waktu-Waktu Yang Dilarang Shalat

 Waktu-Waktu Yang Dilarang Shalat Dan Mengerjakan Shalat Sunnat Sesudah Shalat Shubuh Dan Ashar

Dalam agama Islam, ada beberapa waktu yang dilarang untuk melakukan shalat dan juga untuk melakukan shalat sunnah setelah shalat Subuh dan Ashar. Berikut ini adalah penjelasan mengenai waktu-waktu yang dilarang:

Waktu Dilarang Shalat Setelah Shalat Subuh:

Setelah shalat Subuh, dianjurkan untuk tetap berada di tempat shalat dan berzikir hingga matahari terbit sekitar 15 hingga 20 menit. Pada periode ini, dilarang melakukan shalat sunnah atau shalat lainnya, kecuali ada kebutuhan mendesak seperti shalat Janazah.

Waktu Dilarang Shalat Setelah Shalat Ashar:

Setelah shalat Ashar, dilarang melakukan shalat sunnah maupun shalat wajib (kecuali shalat Maghrib) hingga matahari terbenam. Hal ini berlaku untuk membedakan antara waktu Ashar dengan waktu Maghrib.

Namun dalam beberapa mazhab, seperti Mazhab Syafi'i, ada perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan shalat sunnah setelah shalat Subuh dan Ashar. Beberapa ulama memperbolehkan melaksanakan shalat sunnah setelah shalat Subuh, tetapi disarankan untuk menjaga waktu tersebut dengan tidak memanjangkan ibadah sunnah setelah Subuh.

Hadits yang berkenaan dengan Waktu-Waktu Yang Dilarang Shalat Dan Mengerjakan Shalat Sunnat Sesudah Shalat Shubuh Dan Ashar

362) Uqbah ibn Amir ra, berkata:

ثَلَاثٌ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ يَنْهَانَا أَنْ تُصَلِّى فِيْهِنَّ أَنْ نَقْبُرَ فِيْهِنَّ مَوْتَاناً حِيْنَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَقَّ تَرْتَفِعَ وَحِيْنَ يَقُوْمُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَيَّ تَزُوْلَ الشَّمْسُ وَحِيْنَ تَتَضَّفُ الشمس لِلْغُرُوْبِ

"Tiga waktu, Rasulullah melarang kami shalat di dalamnya, sebagaimana Nabi melarang kami menguburkan jenazah di dalamnya, yaitu di ketika terbit matahari sehingga agak tinggi sedikit, ketika rembang matahari hingga tergelincimya dan ketika condong matahari kepada terbenam." (HR. Muslim; Bulughul Maram: 27)

363) Abu Said Al-Khudri ra. berkata:

سمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: لَا صَلاةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَلَا صَلاةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى الِغَيْبَ الشَّمْسُ

"Saya mendengar Nabi saw, bersabda: Tidak ada shalat (shalat sunnat) sesudah Shubuh hingga terbit matahari, dan tidak ada shalat (shalat sunnat) sesudah Ashar hingga terbenam matahari." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Bulughul Maram: 27)

364) Abi Qatadah ra, berkata:

ِوَكَرِهَ النَّبِيُّ ﷺ الصَّلَاةَ نِصْفُ النَّهَارِ اِلَّا يَوْمَ الْجُمُعَة

"Rasulullah saw. tidak suka kita mengerjakan shalat ketika rembang matahari kecuali hari Jum'at." (HR. Abu Daud; Ta'liq Bulughul Maram: 34)

365) Ibnu Umar ra. menerangkan:

اِنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ: لَا صَلَاةَ بَعْدَ الْفَجْرِ اِلاَّ سَجْدَتَيْنِ

"Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: "Tidak ada (tidak boleh) shalat (sunnat) sesudah terbit fajar, selain dua rakaat sunnat fajar (shalat sebelum shalat Shubuh)." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'y, At-Turmudzy dan Ibnu Majah; Bulughul Maram: 35)

366) Jabir ibn Muth'im ra, berkata:

قالَ رَسُول الله ﷺ يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا تَمْنَعُوا أَحَدًا طَافَ بِهَذَا الْبَيْتِ وَصَلَّى أَيَّةَ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ 

"Rasulullah saw. bersabda: Wahai Bani Abdi Manaf, janganlah kamu menghalangi seseorang thawaf di Baitullah dan shalat di mana saja mereka kehendaki, baik malam atau siang" (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'y, At-Turmudzy dan Ibnu Majah; Bulughul Maram: 34)

SYARAH HADITS

Hadits (362), menyatakan bahwa kita dicegah untuk mengerjakan shalat dalam tiga waktu, yaitu ketika sedang terbit matahari, ketika rembang matahari dan ketika matahari terbenam.

Hadits (363), menyatakan bahwa kita tidak boleh mengerjakan shalat sunnat sesudah selesai shalat Shubuh dan Ashar.

Hadits (364) ini dhaif. Tetapi juga harus dipandang kuat, karena sahabat Nabi me- laksanakan shalat pada hari Jum'at ketika rembang matahari. Hadits ini menyatakan bahwa shalat ketika rembang matahari kecuali hari Jum'at, tidak diperbolehkan.

Hadits (365) menurut riwayat Abdurrazzaq, "Tidak ada shalat sesudah terbit fajar (yakni sebelum shalat Shubuh) selain 2 rakaat fajar." At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini gharib." Hadits ini menyatakan, keharaman mengerjakan shalat sunnat sesudah masuk fajar, sebelum mengerjakan Shubuh, kecuali sunnat fajar.

Hadits (366), menurut At-Turmudzy "Hadits ini shahih." Demikian juga menu- rut pendapat Ibnu Hibban. Hadits ini menyatakan kebolehan shalat di Baitullah di setiap waktu dan juga boleh berthawaf dalam setiap waktu.

Ibnu Hazm mengatakan, "Kita tidak boleh sengaja menta'khirkan shalat fardhu yang terlupa, atau yang ketinggalan karena ketiduran, dan tidak pula diper- bolehkan dengan sengaja shalat sunnat ketika kuning matahari hingga sempurna terbenamnya dan ketika rembang matahari hingga matahari tergelincir dan tidak sesudah salam dari shalat Shubuh hingga matahari putih bersih. Tetapi juga diper- bolehkan menggadha terus shalat yang hanya teringat ketika itu, atau terjaga dari tidur, baik fardhu ataupun tathawwu' (sunnat). Demikian juga shalat minta hujan, gerhana, tahiyatul masjid dan wudhu yang kebetulan mengambil wudhu ketika itu."

Abu Hanifah mengatakan, "Tiga waktu tidak boleh mengerjakan padanya shalat fardhu karena luput, ataupun bukan. Yaitu, ketika mulai terbit matahari hingga terang-benderang, ketika rembang matahari sehingga tergelincir selain dari hari Jum'at. Orang yang datang ke masjid jamik pada hari Jum'at ketika rembang matahari, boleh terus shalat. Juga tidak dibolehkan ketika mulai terbenam matahari sehingga selesai terbenam selain dari shalat Ashar pada hari itu. Demikian juga dimakruhkan shalat jenazah dalam waktu tersebut. Dalam tiga waktu tersebut, boleh dikerjakan shalat fardhu, shalat jenazah dan sujud tilawah. Tetapi tidak boleh shalat sunnat walaupun shalat thawaf dan nazar. Waktu yang tiga, ialah sesudah terbit fajar sebelum Shubuh kecuali shalat sunnat Shubuh, sesudah shalat Ashar hingga terbenam matahari. Demikian juga tidak boleh shalat bagi orang yang datang ke masjid sedang khatib berkhotbah."

Malik mengatakan, "Boleh dikerjakan semua shalat yang terlupa atau yang bukan dalam setiap waktu. Yang tidak boleh shalat bertathawwu' sesudah shalat Shubuh dan sesudah shalat Ashar dan sesudah terbenam matahari sebelum shalat Maghrib. Orang yang masuk ke dalam masjid ketika itu, hendaknya terus duduk dengan tidak mengerjakan shalat."

Sesudah terbit fajar, janganlah dikerjakan selain sunnat fajar sebelum shalat Shubuh, kecuali orang yang lewat shalat malamnya, karena tidak terbangun. Boleh kita mengerjakan shalat tathawwu' ketika rembang matahari dan shalat jenazah, sesudah shalat Ashar dan shalat Shubuh, sebelum terang cahaya pagi dan sebelum kuning matahari. Demikian pendapat Malik, menurut nukilan Ibnu Hazm. Menu- rut nukilan Ibnu Qudamah, Malik memakruhkan shalat sunnat ketika rembang matahari, walaupun di hari Jum'at.

Asy-Syafi'y mengatakan, "Boleh mengqadha shalat dalam tiga waktu, semua shalat yang terlewatkan dan shalat tathawwu' yang mempunyai sebab. Sengaja melakukan shalat tathawwu' di waktu tersebut tidak boleh kecuali di Mekkah (Al- Masjidil Haram)."

Ibnu Qudamah mengatakan, "Menurut madzhab Ahmad, kita diperbolehkan mengerjakan semua shalat fardhu yang lewat di semua waktu yang kita sedang shalat si dalamnya. Boleh shalat nazar dalam waktu itu. Juga shalat thawaf jenazah dan mengulangi shalat karena memperoleh jamaah. Tidak ada perbedaan antara Masjidil Haram dengan tempat lainnya."

Sebagian ulama diantaranya Asy-Syafi'y, memperbolehkan shalat sunnat sesudah shalat Ashar dan Shubuh jika ada sebab, seperti masuk ke masjid dan lain-lain. Sebagian yang lain memperbolehkan kita mengerjakan shalat sunnat sesudah shalat Shubuh dan Ashar jika shalat itu sunnat Zhuhur yang telah luput atau terlewatkan, atau shalat sunnat Shubuh yang telah luput. Golongan kedua ini berdalil (beralasan) dengan perbuatan Nabi sendiri, yaitu Nabi pernah menger- jakan shalat sunnat mengqadhakan (mengerjakan) sunnat Shubuh sesudah shalat Shubuh. Nabi tidak membatalkannya.

Ibnu Hazm mengatakan, "Abu Hanifah dan Malik tidak membenarkan kita mengerjakan shalat sunnat sesudah shalat Ashar." Asy-Syafi'y berpendapat, bahwa seseorang yang luput mengerjakan dua rakaat sunnat Zhuhur, baik sebelum atau sesudah Zhuhur hendaknya dikerjakan sesudah shalat Ashar. Jika ia telah melakukan demikian sekali, hendaknya ia tetap melaksanakan dua rakaat sunnat sesudah Ashar, jangan lagi ia tinggal-tinggalkan.

Abu Hanifah berhujjah dengan hadits yang diberitakan Abu Daud dari Aisyah yang maksudnya menyatakan, bahwa Nabi melarang kita mengerjakan shalat sunnat sesudah Ashar walaupun beliau sendiri pernah mengerjakannya. Bunyi hadits itu begini, "Nabi pernah mengerjakan shalat sunnat sesudah Ashar, padahal beliau melarang kita mengerjakannya dan Nabi melarang kita mewishalkan puasa (puasa dari sahur ke sahur), padahal beliau mengerjakannya." Asy-Syafi'y berhujah dengan hadits yang diriwayatkan Muslim dari 'Aisyah yang maksudnya menyatakan, bahwa Nabi pernah menggadha sunnat Zhuhur sesudah shalat Ashar, lalu terus-menerus mengerjakan shalat sesudah Ashar.

Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla menguatkan pendapat yang memperbolehkan shalat sunnat sesudah Ashar Asy-Syaukani dalam An-Nail mengatakan, "Perbuat an Nabi mengerjakan shalat sunnat sesudah shalat Ashar, hanya tertentu bagi Nabi sendiri."

Jumhur ulama memakruhkan shalat sunnat sesudah mengerjakan shalat Ashar dan Shubuh. Jumhur mengatakan, "sudah disepakati para ulama, tidak dapat, mengingat perkataan Ibnu Hajar Al-Asqalani: "Segolongan ulama salaf memperbolehkan dan menetapkan, bahwa hadits-hadits yang melarang tersebut sudah dimansukhkan."

Tathawwu' sesudah terbit fajar

At-Turmudzy mengatakan, "Tidak disukai melakukan tathawwu' sesudah terbit fajar, selain shalat sunnat dua rakaat. Hal ini sudah disepakati para ulama." Al-Hafizh dalam At-Talkhish mengatakan, "lima" ini mengherankan, karena nyata ada perselisihan ulama, seperti yang dihikayatkan oleh Ibnu Mundzir." Hasan Bisri mengatakan, "Tidak mengapa." Malik memperbolehkan kita mengerjakan shalat yang luput dari shalat malam sesudah terbit fajar.

Kebolehan melakukan shalat di Masjidil Haram dalam waktu-waktu yang di- larang, Asy-Syafi'y memperbolehkan. Jumhur ulama tidak memperbolehkan, mengingat hadits Uqbah ibn Amir yang memperbolehkan shalat di semua waktu dalam Masjidil Haram mentakhsiskan umum hadits Uqbah ibn Amir.

Diperbolehkan shalat di hari Jum'at ketika rembang

Abu Hanifah memperbolehkan kita shalat sunnat di hari Jum'at ketika se- dang rembang matahari, demikian juga Asy-Syafi'y. Malik tidak memperbolehkan. Dari Ahmad ada dua riwayat, yang pertama tidak memperbolehkan, dan yang kedua memperbolehkan.

Syamsul Haq mengatakan, "Kita dimakruhkan mengerjakan shalat fajar apabila Muadzin telah membaca iqamat Shubuh."

Tidak dibenarkan shalat dalam tiga waktu, terang dan jelas

Hadits-hadits yang menetapkan makruhnya shalat sunnat sesudah shalat Ashar dan Shubuh adalah umum. Karena itu, kita keluarkan hadits-hadits umum ini, mana yang telah dikeluarkan Nabi sendiri.

Shalat-shalat yang dikeluarkan Nabi yang larangannya bersifat umum:

  • Mengulang shalat Ashar karena mendapatkan jamaah sesudah shalat sendiri, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits Yazid ibn Al-Awad yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'y, At-Turmudzy dan Ibnu Majah.
  • Qadha shalat sunnat Shubuh sesudah Shubuh, mengingat hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hazm dari Al-Hasan ibn Zakwan.
  • Qadha shalat sunnat Zhuhur sesudah Ashar, mengingat hadits Al-Bukhary, Muslim dari Ummu Salamah. 
  • Sunnat tahiyyatul masjid, mengingat hadits yang diriwayatkan Al-Jama'ah dari Qatadah. Mengqadhakan shalat-shalat yang telah luput, mengingat hadits Al- Bukhary dari Anas ra.
  • Shalat jenazah, mengingat sabda Nabi kepada 'Ali, "Wahai 'Ali tiga perkara jangan kamu ta'khirkan, pertama, shalat apabila telah datang waktu, kedua, jenazah apabila telah hadir untuk dishalatkan, dan ketiga, mengawinkan gadis apabila telah diperoleh jejaka yang sekufu." Hadits ini diriwayatkan oleh At-Turmudzy.
Referensi Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Dalam Bab Waktu-waktu Shalat Fardhu (Shalat Maktubah)