Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MENDAHULUKAN BERBUKA PUASA, SEBELUM SHALAT MAGHRIB

Apakah boleh sholat Maghrib dulu sebelum berbuka puasa?

Mendahulukan Berbuka Puasa Sebelum Mengerjakan Shalat Maghrib

Selama bulan Ramadan, umat Muslim menjalankan ibadah puasa sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah SWT. Di antara waktu puasa dan waktu shalat Maghrib, terdapat momen penting yang perlu diperhatikan, yaitu berbuka puasa. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi keutamaan dan tuntunan untuk mendahulukan berbuka puasa sebelum mengerjakan shalat Maghrib. Mari kita pelajari lebih lanjut.

Keutamaan Mendahulukan Berbuka Puasa:

Mendahulukan berbuka puasa sebelum mengerjakan shalat Maghrib memiliki beberapa keutamaan yang perlu kita ketahui:
  1. Mengikuti tuntunan Nabi Muhammad SAW: Rasulullah SAW mencontohkan untuk berbuka puasa sebelum melaksanakan shalat Maghrib. Dengan mengikuti sunnah beliau, kita mendapatkan pahala dan mengikuti jejak yang dicontohkan oleh manusia terbaik.
  2. Meringankan beban tubuh: Setelah seharian berpuasa, tubuh kita membutuhkan asupan nutrisi untuk menjaga kesehatan dan stamina. Dengan mendahulukan berbuka puasa, kita memberi kesempatan bagi tubuh untuk mendapatkan asupan nutrisi yang dibutuhkan.
  3. Membangun hubungan sosial: Berbuka puasa bersama keluarga, teman, atau jamaah di masjid adalah momen yang penuh kebersamaan dan membangun hubungan sosial yang kuat. Hal ini dapat mempererat tali silaturahmi dan memupuk rasa kebersamaan di antara umat Muslim.
  4. Meningkatkan konsentrasi dalam shalat: Setelah berbuka puasa dan memberi tubuh nutrisi yang cukup, kita cenderung memiliki energi yang lebih baik dan konsentrasi yang meningkat saat melaksanakan shalat Maghrib. Ini memungkinkan kita untuk fokus dan merasakan kehadiran Allah dengan lebih baik dalam ibadah.

Tuntunan dalam Mendahulukan Berbuka Puasa Sebelum Shalat Maghrib:

Berikut adalah beberapa tuntunan dalam mendahulukan berbuka puasa sebelum mengerjakan shalat Maghrib:
  1. Memperhatikan waktu berbuka: Mengikuti waktu yang ditetapkan untuk berbuka puasa adalah penting. Saat adzan Maghrib berkumandang, berhentilah makan dan mulailah berbuka dengan menyantap makanan atau minuman yang halal.
  2. Membaca doa berbuka puasa: Setelah menyantap makanan atau minuman pertama, bacalah doa berbuka puasa, seperti "Allahumma inni laka sumtu wa bika aamantu wa 'ala rizqika aftartu" yang artinya "Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan dengan-Mu aku beriman, dan atas rezeki-Mu
DALIL MENDAHULUKAN BERBUKA PUASA, SEBELUM MENGERJAKAN SHALAT MAGHRIB

329) Anas ibn Malik ra. menerangkan:

اَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: إِذَا قُدِّمَ العَشَاءَ فَابْدَؤُا بِهِ قَبْلَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ وَلَا تَعْجِلُوا عَنْ عِشَائِكُمْ

"Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Apabila telah disediakan makan malam (disuguhkan), makanlah dahulu sebelum mengerjakan shalat Maghrib, dan janganlah tergesa-gesa memakannya." (HR. Ahmad, Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaga 1: 218) 

330) Aisyah ra, menerangkan

ِاِنَّ النَّبِيَّ قَالَ: إِذَا أُقِيْمَتِ الصَّلَاةُ وَحَضَرَ الْعَشَاءُ فَابْدَأُوْا بِالْعَشَاء

"Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Apabila telah datang waktu shalat Maghrib dan telah pula disediakan makan malam, maka makanlah dahulu." (HR. AL- Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 218)

331) Ibnu Umar ra, berkata:

قَالَ رَسُولُ الله : إِذَا وُضِعَ عَشَاءُ أَحَدِكُمْ وَأُقِيْمَتِ الصَّلَاةُ فَابْدَأُوْا بِالْعَشَاءِ وَلَا تَعْجَلْ حَتَّى تَفْرَغُ مِنْهُ

"Rasulullah saw. bersabda: "Apabila telah diletakkan makanan malam dan telah diiqamatkan shalat, makanlah dahulu, jangan bergegas, hingga selesai. (barulah mengerjakan shalat)." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaga 1: 218) 

SYARAH HADITS

Hadits (329), menyatakan wajib mendahulukan makan sebelum shalat Maghrib, jika makanan telah sedia.

Hadits (330), dan hadits (321), menyatakan bahwa kita disuruh mendahulukan makan atas shalat Maghrib, dan selain dari Maghrib dan menyatakan, bahwa menta'khirkan shalat atas makan, tidak berarti melambatkan shalat.

Ibnu Daqiqil Id mengatakan, "Janganlah dipahamkan dari hadits-hadits ini shalat umum, tetapi hendaklah dipahamkan shalat Maghrib saja." 

An-Nawawy mengatakan, "Dari hadits-hadits di atas, diterangkan shalat secara umum, bukan khusus Maghrib saja" Diriwayatkan oleh At-Turmudzy, Abu Bakar, Umar, Ibnu Umar, Ahmad, Ishak, juga diriwayatkan oleh Al-Iraqi dari Ats-Tsauri, bahwa mendahulukan makan atas shalat adalah wajib. Beliau-beliau tidak mensahkan shalat yang didahulukan atas makan. 

Ibnu Hazm mengatakan, "Hendaklah kita makan dahulu walaupun di- khawatirkan keluar waktunya." Jumhur ulama, di antaranya Abu Hanifah, Malik dan Asy-Syafi'y berpendapat, bahwa shalat dahulu sebelum makan adalah makruh hukumnya. Jumhur berkata: "Apabila waktu sempit, hendaklah terus mengerjakan shalat, jangan dita'khirkan lagi." Maksud kata "shalat" adalah mewujudkan khusyu', khusyu' adalah tidak akan hilang karena makanan.

Ibnu Hajar mengatakan, "Menurut berita Nafi', bahwa Ibnu Umar apabila makanan malam telah siap, maka walaupun beliau mendengar iqamat shalat diucapkan dan bacaan imam diperdengarkan, namun Ibnu Umar terus juga makan, dengan perlahan-lahan, hingga selesai." Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Nafi', ujarnya: "Ibnu Umar mengerjakan shalat Maghrib setelah terbenam matahari (di awal waktu). Ketika beliau berpuasa, jika makanan buka puasa telah sedia, beliau terus makan dahulu, walaupun adzan dan iqamat telah dibaca. Sesudah selesai makan, beliau baru pergi mengerjakan shalat."

Ulama Syafi'iyah mengatakan, "Jika adzan telah terdengar, hendaklah dicukup- kan dengan beberapa suap saja dahulu sekedar menghilangkan rasa lapar." An-Nawawy mengatakan, "Perkataan teman-teman, ini terang ditolak oleh lahir hadits."

Secara tegas, tujuan hadits tersebut adalah menyuruh makan dahulu, sesudah itu baru mengerjakan shalat. Hikmahnya supaya kita dapat melaksanakan shalat dengan khusyu', tidak diganggu oleh lapar dan dahaga, tidak diganggu oleh nafsu makan. Nabi menyuruh makan dahulu, menunjuk kepada perlu adanya ketenangan dan khusyu' di dalam shalat.

Kemudian hadits ini menyatakan, bahwa di antara udzur yang memper- bolehkan kita meninggalkan jamaah (tidak menghadiri jamaah), ialah lapar. Tegasnya, dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang mungkin mengganggu pikiran atau mendatangkan waswas, dihilangkan dahulu, artinya didahulukanlah makan atas shalat untuk menjaga kekhusyukan di dalam shalat.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dari Abu Darda', ujarnya: "Antara tanda-tanda betul dalam memahami agama ialah menyelesaikan segala yang membimbangkan dahulu, sesudah itu barulah shalat, supaya ketika mengerjakannya dengan bulatkan hati kepada shalat itu saja."

Jika kita perhatikan hadits-hadits ini, kita pun meyakini, bahwasanya shalat diperintahkan kita melaksanakannya dengan khusyu' dan khudhu' yang sempurna. Kita disuruh makan dahulu supaya terlepas dari suatu yang bisa membimbangkan perasaan di dalam mengerjakan shalat. Boleh jadi ada orang yang mengatakan: berpegang kepada kehendak hadits ini (makan dahulu), berarti memudah-mudahkan agama, atau meringan-ringankan shalat. Mereka yang menuduh demikian, kalau diinsyafi, terpedaya dengan bentuk lahir, mereka tidak memahami batin dan hakikat sesuatu. Agama kita adalah lapang dan mudah. Namun ada sebagian umat menyempit-nyempitkannya.

Referensi dari Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Waktu-waktu Shalat Fardhu (Shalat Maktubah)