Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ORANG YANG TIDAK DIWAJIBKAN MENGERJAKAN SHALAT

ORANG TIDAK DIWAJIBKAN MENGERJAKAN SHALAT

ORANG-ORANG YANG DIWAJIBKAN DAN TIDAK DIWAJIBKAN MENGERJAKAN SHALAT

284) Aisyah ra. berkata:

إِنَّ النَّبِيَّ قَالَ: رُفِعَ القَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يُقِيْقَ

"Rasulullah saw, bersabda: Diangkat kalam dari tiga orang: dari orang tidur hingga bangun, dari anak kecil hingga bermimpi, dari orang gila hingga sembuh gilanya. (HR. Ahmad, Al-Muntaqa 1: 199).

285) Ibnu Abbas ra berkata:

قال رَسُوْلُ اللهُ : رُفِعَ الكَلَامُ عَنْ ثَلَاثٍ: عَنِ المَجْنُوْنِ المَغْلُوْبِ عَلَى عَقْلِهِ, وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ

"Rasulullah saw. bersabda: Diangkat qalam dari tiga orang: dari orang gila yang terbelenggu akalnya, dari orang tidur sehingga bangun dari tidurnya dan dari anak kecil sehingga bermimpi." (HR. Ibnu Hazm, Al-Muntaqa 1: 188). 

SYARAH HADITS

Hadits (284) menurut At-Turmudzy adalah hasan. Menurut penyelidikan An-Nawawy, hadits ini shahih, diriwayatkan dari dua orang sahabat, Aisyah dan 'Ali. 

Hadits (285), sanadnya baik, dari Abdullah Ibnu Abbas ra.

Kedua hadits ini menyatakan, bahwa hukum-hukum syariat, tidak dibebankan atas orang yang belum sampai umur dan orang yang tidak berakal. Hukum-hukum syariat baik berupa fardhu maupun sunnat, hanya dibebankan bagi orang yang telah sampai umur dan berakal saja, baik laki-laki maupun perempuan. Orang tidur disamakan dengan orang gila, karena orang tidur akalnya tidak berfungsi.

Kaum Mujtahid dari semua madzhab berpendapat, bahwa shalat tidak difardhukan bagi orang yang belum sampai umur, atas orang gila dan orang tidur. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang shalat orang pingsan. Ammar ibn Yasir, Mujtahid, Atha', Ibrahim, Hammad ibn Abu Sulaiman dan Qatadah mengatakan. "Orang yang pingsan mengqadha shalatnya."

Abu Hanifah mengatakan, "Ia mengqadha shalat Zhuhur dan Ashar jika ia telah sadar dari pingsannya ketika terbenam matahari." Abu Hanifah mengatakan, "la qadha shalat jika ditinggalkan hanya lima shalat saja, yakni jika pingsannya selama sehari semalam saja. Jika lebih, tidak lagi ia mengqadhanya."

Malik dan Asy-Syafi'y mengatakan, "Shalat yang ditinggalkan karena pingsan, tidak diqadha kecuali jika dia sadar sebelum keluar waktu, maka hendaklah dia laksanakan shalat waktu itu." Ahmad mengatakan. "Orang yang pingsan menggadha shalat yang ditinggalkan selama pingsannya." Ibnu Hazm mengatakan, "Tidak ada shalat atas orang gila, orang pingsan, orang yang sedang berhaid, orang yang sedang nifas, kecuali orang gila, orang pingsan yang sudah sembuh (dari gilanya) atau pingsannya sebelum keluar waktu. Demikian juga orang yang berhaid dan orang yang bernifas, yang mendapat suci sebelum habis waktu."

Tentang hal gugurnya shalat dari anak kecil, tidak ada perbedaan pendapat di antara mujtahidin. Menurut pentahqiqan, orang pingsan disamakan hukumnya dengan orang gila, karena kedua-duanya sama akalnya tidak berfungsi (sadar) dan tidak memahami khithab, di waktu gila dan pingsan (tidak sadarnya) itu. Oleh karena itu, mereka tidak dibebankan kewajiban shalat, sebagaimana orang yang dalam keadaan sadar (berakal). Terlepaslah mereka dari mengerjakan shalat di bukan waktunya. Tuhan tidak memerintahkan mereka mengerjakan shalat di bukan waktunya.

Kewajiban shalat juga digugurkan bagi orang sakit yang tidak sanggup melakukan isyarat lagi. Shalat dari orang yang sakit demikian digugurkan, karena tidak masuk akal bahwa tugas agama dihadapkan juga atas orang dalam keadaan seperti itu. Demikian juga halnya orang yang tertidur dan yang mabuk sepanjang waktu. Sekiranya tidak diperoleh dalil yang mensahkan, wajib atas mereka mengerjakan shalat ketika dia bangun atau ketika sembuh dari mabuknya. Dalam masalah-masalah ini diperoleh ijma' yang sah.

Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Hukum Mengerjakan Shalat