Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KETENTUAN MALAM LAILATUL QADAR

KETENTUAN MALAM LAILATUL QADAR

Ketentuan malam al qadar dan malam yang setingkat dengannya

Malam al qadar yang utama itu hanya ditentukan dan ditetapkan bagi umat Muhammad sebaya, tidak bagi umat lain, dan terus menerus sampai kiamat.

Diriwayatkan dari Ka'ab bahwasanya Allah telah memilih sa'at-sa'at yang baik, maka Allah telah memilih sa'at-sa'at untuk waktu shalat. Allah telah memilih hari, maka Allah telah memilih hari jum'at; Allah telah memilih bulan, maka Allah memilih bulan Ramadlan; Allah telah memilih malam, maka Allah memilih malam lailatul qadar. Dialah seutama-utama malam dalam seutama-utama bulan. Ada dinukilkan dari sebahagian ulama, bahwa seutama-utama malam ialah malam maulidir Rasul, sesudahnya malam al qadar, sesudahnya malam Isra', sesudahnya malam Arafah sesudahnya malam Jum'at, sesudahnya malam Nisfu Sya'ban, sesudahnya malam hari raya. 

Menurut jumhur ulama, malam lailatul qadarlah yang seutama-utama malam. Kebanyakan Hadits menunjukkan malam al qadar-lah yang seutama-utama malam.

Lailatul qadar malam diturunkan Al Qur-an

Berfirman Allah SWT.:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى والْفُرْقَانِ . (البقرة ١٥٨)

"Bulan Ramadlan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur-an untuk menjadi petunjuk bagi manusia dan beberapa keterangan yang nyata merupakan petunjuk dan pemisah antara yang haq dan yang bathil" (Q.A. 185- Al Baqarah).

Firman Allah pula :

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَا أَدْرُكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرُ و مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur-an) pada malam al qadar. Siapakah yang memberitahukan padamu apa itu malam al Qadar? Malam al qadar adalah malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Malaikat dan Ruh turun di dalamnya dengan idzin Tuhan mereka dari segenap urusan. Malam itu membawakan kesejahteraan sehingga terbit fajar. "(Ayat 1-5; S. 97. Al Qadar)

Allah telah menjelaskan dalam Al Qur-an bahwasanya Allah menurunkan permulaan Al Qur-an dalam bulan Ramadlan dan bahwa malam yang diturunkan permulaan Al Qur-an itu, adalah malam al qadar, malam yang penuh keberkatan.

Apakah malam al qadar, malam yang mempunyai keistimewaan yang luar biasa dari malam-malam yang lain, telah ada sebelum Al Qur-an diturunkan, lalu Tuhan menurunkan Al Qur-an di dalamnya; dan apakah makna al qadar, malam menjelaskan dan menerangkan pekerjaan tahunan ?

Menurut lahir pendapat Jumhur Ulama, bahwa telah ada malam al qadar sebelum Al Qur-an diturunkan. Sebahagian Ulama berpendapat, bahwa tidak ada malam al qadar sebelum Al Qur-an diturunkan; hanya karena pada malam itu Al Qur-an diturunkan, maka jadilah malam itu malam al-qadar.

Tegasnya, tidak ada suatu masa semenjak dahulu kala telah dijadikan suatu malam yang mulia, hanya dia menjadi mulia, karena di dalamnya Al Qur-an diturunkan.

Al Qur-an bukan diturunkan pada malam yang semenjak dahulu telah dinamai malam al Qadar. Hanya Al Qur-an diturunkan pada suatu malam yang disepesialkan untuk diturunkan Al Qur-an, lalu karenanya malam itu dinamakan dengan malam al qadar.

Dan bukanlah makna al qadar, malam Tuhan merencanakan dan malam menjelaskan pekerjaan tahunan, sebagai yang dianggap oleh sebahagian orang.

Allah menandaskan bahwasanya Al Qur-an diturunkan pada bulan Ramadlan. Dengan demikian nyatalah bahwa salah satu malam bulan Ramadlan telah menjadi malam al qadar, malam yang penuh keberkatan dan kemuliaan, yaitu malam permulaan Al Qur-an diturunkan.

Ketentuan masa lailatul qadar

Pada mula-mulanya Nabi ingat benar tanggal malam itu. Akan tetapi oleh karena sesuatu hikmah, maka beliau lupa tidak ingat lagi. Oleh karenanya, Nabi SAW. menggerakkan kita ummatnya supaya mencari malam al qadar pada likur yang akhir dari bulan Ramadlan.

Jumhur Ulama berpendapat, bahwa dalam kenyataan rang ada dua malam al qadar:

Pertama: Malam al qadar lantaran diturunkan padanya Al Qur-an, yaitu pada malam 17 Ramadlan, menurut pendapat Ibn Ishak. Malam ini tidak berulang datangnya.

Kedua Malam yang terletak pada malam yang ganjil dari likur yang akhir dari bulan Ramadlan. Inilah yang berulang saban tahun sekali.

Oleh karena Al Qur-an diturunkan di malam Al qadar dan diturunkan di bulan Ramadlan, jelaslah bahwa malam al qadar, adalah dalam bulan Ramadlan.

Timbul pertanyaan, di malam apakah itu?

Al Qur-an tidak menerangkan malam al Qadar. Rasulullah tidak menerangkan, malam apa dia? Hanya Rasul menerangkan tentang malam al Qadar secara yang mendekatkan kepada pengertian saja.

Menurut riwayat Al Bukhari, kita disuruh mencari di likur yang akhir dari bulan Ramadlan. Nabi menyuruh mencaharinya di malam-malam yang ganjil dari likur yang akhir itu dengan meningkatkan ibadah.

Kebanyakan Shahabat berpendapat, bahwa lailatul qadar pada hari yang ke tujuh yang akhir dari bulan Ramadlan. Menurut Ubaiy Ibn Ka'ab dan Ibnu Abbas dan kebanyakan Shahabat yang lain bahwa lailatul qadar itu pada malam dua puluh tujuh. 

Menurut Ibnu Umar dan Ubaiy bahwa malam al qadar itu adalah pada malam kedua puluh tujuh dan beliau menekankan bahwa matahari pada waktu itu terbit tanpa sinar. Demikian diriwayatkan oleh Muslim.

Ada yang mencoba menentukan malam al qadar dengan jalan mengungkapkan bahwa bilangan kalimat surat al Qadar, tiga puluh, seperti bilangan hari Ramadlan. Kalimah "hia" pada firman Allah "salamun hia" adalah 27 menurut angka abjad.

Ada lagi yang mengatakan huruf lailatul qadar berjumlah sembilan huruf, lailatul qadar disebutkan tiga kali. Kalau demikian, jadilah tiga kali sembilan sama dengan dua puluh tujuh. Maka lailatul qadar jatuh pada malam dua puluh tujuh.

Ahmad Marzuq berkata: "Lailatul qadar tetap pada malam Jum'at, pada malam-malam yang ganjil dari akhir bulan Ramadan. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Ibn Arabi.

Bermacam-macam cara yang ditempuh Ulama dalam mene- tapkan malam al qadar, namun tidak ada kepastian yang kongkrit. Hal ini disebabkan karena Al Qur-an sendiri tidak menerangkan secara tegas; juga Al Hadits tidak menerangkan secara tegas dan pasti.

Kemungkinan berpindah-pindah waktu dan berulang-ulangnya malam al qadar

Golongan Syi'ah berpendapat, bahwa Lailatul qadar hanya sekali saja, tidak lebih dari itu. Jumhur ulama berselisih pendapat tentang penempatan malam al qadar itu. 

Dinukilkan oleh An Nawawi dalam Majmu' dari Qadhi'-Iyad tentang lailatul qadar sebagai berikut: Ada Ulama yang me- ngatakan, bahwa malam al Qadar, berpindah-pindah. Di tahun ini umpamanya terletak pada suatu malam, di tahun yang lain terletak di malam yang lain lagi.

Kata sebagian ulama lagi: "Lailatul qadar berpindah-pindah dalam sepuluh malam yang akhir dari bulan Ramadlan." Kata sebahagian Ulama pula: "Malam itu tetap tidak ber- pindah-pindah. Dia terletak pada suatu malam, dalam setahun sekali."

Kata Ulama yang lain pula: "Malam al Qadar itu di suatu malam di malam-malam Ramadlan."

Ibnu Hazam berkata: "Lailatul qadar sekali saja dalam setahun, tertentu di bulan Ramadlan di puluhan yang akhir dan tertentu di suatu malam yang ganjil dari padanya. Jika bulan itu 29 hari, maka permulaan puluhan yang akhir, ialah malam 20. Dan malam qadar itu adalah malam 20, adakalanya di malam 22, adakalanya di malam 24, adakalanya di malam 26, adakalanya di malam 28. Jika bulan itu penuh 30 hari, permu- laan puluhan yang akhir, ialah malam 21. Maka malam al qadar itu adakalanya di malam 21, adakalanya di malam 23, adakalanya di malam 25, adakalanya di malam 27, adakalanya di malam 29."

Diperoleh Hadits yang menyuruh kita mencari lailatul qadar pada malam nisfu yang akhir di bulan Ramadlan dan mengutamakan malam 17 dan malam 19. Inilah sebabnya Ubaiy bin Ka'ab berqunut dalam shalat witir di nisfu yang akhir. Disebutkan dalam Sunan Abu Daud, bahwa ibn Mas'ud berkata:

 إِلْتَمِسُوهَا لَيْلَةَ سَبْعَ عَشْرَة 

"Carilah malam al-qadar itu di malam 17."

Demikianlah diriwayatkan oleh sebahagian Shahabat yaitu, Ali, Ibnu Mas'ud, Zaid Ibn Arqam dan Zaid Ibn Tsabit. Adalah Zaid Ibn Tsabit menghidupkan malam 17 bulan Ramadan, karena diturunkan padanya Al Qur-an dan pada paginya Rasulullah memperoleh kemenangan yang gilang gemilang dalam peperangan Badar.

Oleh karena itu sangatlah patut bagi kita umat Islam di Indonesia khususnya dan Dunia Islam pada umumnya menghidupkan bulan Ramadlan dengan mengadakan penerangan-penerangan yang munasabah untuk menyatakan kegembiraan dan kesyukuran kita kepada Allah SWT. karena telah menurunkan Al-Qur-an untuk pedoman dalam kehidupan kita dan karena Allah telah memberi kemenangan yang gilang gemilang kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. dalam peperangan Badar, kemudian kita iringkan pertemuan-pertemuan besar itu dengan qiyamul lail, tilawatil Qur-an dan lain-lain.

Diriwayatkan oleh Malik dalam al Muwaththa' dari Abu Sa'id Al Khudri ujarnya: 

كان رَسُولُ اللهِ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الوَسَطَ مِنْ رَمَضَانَ فَاعْتَكَفَ عَامًا حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةُ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَهِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي يَخْرُجُ فِيهاَ مِنْ صُبْحِهَا مِنْ اعْتِكَافِهِ قَالَ : مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِى فَلْيَعْتَكِفِ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ وَقَدْ رَاَيْتُ هذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ أُنْسِيْتُهَا وَقَدْ رَأَيْتُ أَسْجُدُ مِن صُبْحِهأَ في مَاءٍ وَطِينِِ فَالْتَمِسُوا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ اِلْتَمَسُواهَا فِي كُلِّ وِتْرِ. قَالَ أَبُوْ سَعِيدٍ : فَاَ مُطَرَتِ السَّمَاءُ تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَكَانَ الْمَسْجِدُ عَلَى عَرِيْشِِ فَوَكَفَ الْمَسْجِدُ فَاَبْصَرَتْ عَيْنَايَ رَسُولُ اللهِ اِنْصَرَفَ وَعَلىَ جَبِيْنَتِهِ أَثَرُ المَاءِ وَالطِّيْنِ مِنْ سُبْحٍ لَيْلَةِ إِِحْدَى وَعِشْرِينَ 

"Adalah Rasulullah SAW beri'tikaf pada puluhan yang kedua dari bu- lan Ramadlan. Pada suatu tahun setelah sampai beliau pada malam 21 yang seharusnya beliau keluar dari i'tikaf pada paginya, beliau berkata: "Barangsiapa turut beri'tikaf bersamaku, hendaklah beri'tikaf pada puluhan yang akhir. Sungguh aku telah diperlihatkan kepadaku malam al qadar. Kemudian aku dijadikan lupa Aku bersujud pada paginya di air dan tanah. Karena itu carilah dia di puluhan yang akhir, carilah dia di tiap-tiap malam yang ganjil Berkata Abu Sa'id: "Maka turunlah hu jan pada malam itu, sedangkan mesjid diatapi dengan daun korma dan meneteslah air ke lantai Kedua mataku melihat Rasulullah kembali da ri mesjid, sedangkan pada dahinya nampak bekas air dan tanah, yaitu pagi malam 21."

Diriwayatkan oleh Bukhari dari 'Aisyah bahwa Rasulullah bersabda:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ في الأَوْتَارِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِن رَمَضَانَ 

. "Carilah dengan segala daya-upaya malam al qadar di malam-malam ganjil dari sepuluhan yang akhir dari bulan Ramadian."

Dalam suatu Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari ibn Umar, Nabi bersabda :
أرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّبًا فَلْيَتَحَّرَّهَا فِي السَّبْعِ الأَوَاخِر 
"Saya melihat mimpimu bersepakat menetapkan bahwa lailatul qadar pada tujuh yang akhir. Maka barangsiapa hendak mencari malam al qadar, carilah pada malam tujuh yang akhir."

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibn Umar, bahwa Nabi SAW. bersabda:

 اِلْتَمِسُوْهَا فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يَغْلِبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِ 

"Carilah lailatul qadar pada sepuluhan yang akhir; jika seseorang kamu lemah mencari, maka janganlah kamu kalah dalam mencari pada tujuh yang akhir."

Tujuh yang akhir ini ada yang mengatakan mulai pada ma- lam 23, karena mengingat bahwa bulan Ramadlan sering kurang. Ada yang mengatakan malam 24, bahkan ada Hadits yang mengatakan bahwa malam al qadar itu jatuh pada malam 24, sebagaimana ada Hadits yang menerangkan bahwa malam al qadar itu jatuh pada malam 23. Di antara yang mengambil pendapat yang pertama, ialah Ibn Abdul Bar.

Diterangkan oleh Ibn Hajar dalam Syarh Al Bukhari dari Ibn Abbas, bahwa Umar pernah memanggil para Shahabat, menanyakan tentang malam al qadar. Maka semua Shahabat sepakat menetapkan, bahwa malam al qadar, adalah pada likur yang akhir. Puluhan yang akhir ini, itulah yang Rasulullah khususkan harinya dan malam-malamnya dengan menambahkan ibadat-ibadat dan beri'tikaf.

Berkata Al Qurthubi: Jumhur Ulama berpendapat, bahwa lailatul qadar itu pada malam 27, mengingat Hadits Nabi, yang diriwayatkan oleh Ubai ibn Ka'ab, ujarnya :

سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ يقولُ لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ 

"Saya mendengar Rasulullah bersabda: Malam Al-qadar, adalah malam duapuluh tujuh."

Juga mendengar Hadits Zar bin Hubaisy, ujarnya:

قُلْتُ لِأُبَيِّ بِنْ كَعْبٍ إِنَّ أَخَاكَ عَبْدَ اللهِ بِنْ مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ : مَنْ يَقُمِ الحَوْلَ يُصِبْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَقَالَ يَغْفِرُ اللهُ لِأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ لَقَدْ عَلِمَ أَنَّها فِي العَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ وَأَنَّهَا لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَلَكِنَّهُ أَرَادَ أَلَّا يَتَّكِلَ النَّاسَ ثُمَّ حَلَفَ أُبَيَّ لَا يَسْتَثْنِي أَنها لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ . قَالَ ابْنُ حُبَيْشِِ بِأَيِّ شَيْءٍ تقولُ ذلِكَ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ؟ قَالَ بِالْعَلَامَةِ الَّتِي أَخْبَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ أَنَّ شَمْسَهَا تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ لَا شُجَاعَ لَهَا 

"Saya berkata kepada Ubai bin Ka'ab: "Saudara anda Abdullah ibn Mas'ud mengatakan, bahwa barangsiapa mengerjakan qiyam lail sepan- jang tahun, niscaya dia memperoleh lailatul qadar." Maka Ubai menjawab: "Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa Abu Abdur Rahman." Demi Allah dia mengetahui bahwa lailatul qadar di puluhan yang akhir dari bulan Ramadlan di malam 27. Tetapi dia mengatakan yang demikian, supaya manusia tidak memudah-mudahkan saja. Kemudian Ubai bersumpah bahwa lailatul qadar di malam 27. Berkata Ibn Hubaisy: "Apa alasan anda mengatakan demikian." Ubai menjawab: "Tanda-tandanya yang Rasulullah khabarkan, yaitu: matahari terbit di pagi hari tanpa sinar." (HR. Muslim).

Dari karena Hadits ibnu Umarlah Rasulullah bersabda:

َمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيًا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَلْيَتَحَرَّهَا لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِيْن 

"Barangsiapa mencari lailatul qadar maka hendaklah dicari di malam dua puluh tujuh."

Dari kumpulan Hadits-hadits yang telah disebutkan, dapatlah kita menetapkan bahwa lailatul qadar adalah pada suatu malam. dalam sepanjang tahun. Dia berulang-ulang saban tahun, dan dia terletak pada puluhan yang akhir dari bulan Ramadlan, berpindah-pindah pada malam yang ganjil. Hadits-hadits menggemarkan kita mencaharinya dengan mengerjakan ibadat, karena ibadat pada malam itu mendapat pahala yang lebih baik dari 1000 bulan, tanpa lailatul qadar.

Al Hafidh Ibn Hajar, menetapkan bahwa pendapat yang paling kuat, ialah pendapat yang menetapkan bahwa lailatul qadar di malam-malam yang ganjil dari puluhan yang akhir bulan Ramadlan.

Yang paling dapat diharapkan di sepuluhan yang akhir menurut Syafi'iyah pada malam 21; sedang menurut Jumhur pada malam 27.

Menurut Ad Dahlawi malam al qadar ada dua : Pertama Malam yang pada malam itu Allah menyelesaikan urusanNya. Pada malam itulah Allah menurunkan Al Qur-an sekaligus ke langit dunia. Kemudian baharulah menurunkan Al Qur-an berdikit-dikit (berangsur-angsur). Malam ini setahun sekali. Dia tidak harus ada di bulan Ramadlan. Pada malam Al Qur-an diturunkan, berada pada bulan Ramadan.

Kedua Malam yang padanya berhamburan rohaniyah di alam bumi dan datangnya Malaikat menjelajah alam bumi ini. Karenanya barangsiapa beribadat di malam itu, bersinarlah cahaya rohaniyah atas diri mereka, berdampinganlah Malaikat dengan diri mereka dan berjauhanlah syaithan daripada mereka. Malam ini diletakkan di salah satu dari malam-malam ganjil dari likur yang akhir dari bulan Ramadlan.

Berdasarkan buku Pedoman Puasa Tulisan Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy