Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tata cara Mandi Haid

Tata cara Mandi Haid

KAIFIAT (TATA CARA) MANDI HAID

125) Aisyah ra. menerangkan

إِنَّ أَسْمَاء سَأَلَتِ النَبِيَّ عَنْ غُسل المحيض، فَقَالَ: تَأْخُذُ احْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتطْهُرُ فَتُحْسِنُ الطهورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رأسِها فَتَدْلكه دلكًا شديدا حتى تبلِّغ شُؤُنَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عليها الماء ثم تأخذ فرصةً مُمسكة فتطهربها، فقالت أسْمَاءُ: وَكَيْفَ تَطْهَرُبِهَا؟ فَقَالَ: سُبْحَانَ الله تطْهُرين بها. فقالت عائشة: كأنها تخفى ذلك , تتبعي آثرا الَّدم، وَسَأَلَتهُ عَنْ غُسل الجنابة فقال: تَأَخُذُ مَاء فَتَطْهُرُ فَتُحْسِنُ الطَّهورَ أَوتبلغ ثُمَّ الطَّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدلُكُهُ حَتَّى تبلِّغ شؤُن رأسِها ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الماء، فَقَالَت عائشة: نِعْمَ النِّسَاء نِسَاءُ الْأَنصَارِ لَمْ يَكُن يمنعْهُنَّ الحَيَاءُ أَنَّ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ

"Asma' bertanya kepada Rasul saw, tentang mandi haid. Nabi menjawab: "Hendaklah seseorang kamu mengambil air beserta daun bidara, lalu bersuci dengan sebaik-baiknya. Kemudian sesudah itu, hendaklah menyiramkan air atas kepalanya dan menggosok-gosoknya, hingga sampailah air ke pangkal rambutnya. Sesudah itu, barulah menuangkan air ke dalamnya. Sesudah itu, hendaklah ia mengambil sepotong kapas yang sudah dikasturikan, lalu ia membersihkan diri dengan dia." Ketika itu Asma bertanya: "Bagaimana ia membersihkan diri dengan kapas yang dikasturikan itu, ya Rasulullah?" Nabi menjawab: "Subhanallah, kamu bersuci dengan itu." Ketika itu, 'Aisyah berkata dengan suara yang halus: "Kamu menggosokkan dengan dia tempat-tempat bekasan darah (dinding faraj) yang telah kotor dengan darah haid." Asma' bertanya lagi tentang mandi janabah. Nabi menjawab: "Hendaklah ia mengambil air, lalu bersuci dengan sebaik-baiknya. Kemudian barulah ia menuangkan air atas kepala dengan menggosok-gosok kepalanya sehingga air itu sampai ke pangkal rambutnya (ke tempurung kepala). Sesudah itu barulah ia menuangkan air ke atas badannya." Di akhir pembicaraan, 'Aisyah berkata: "Sebaik-baik perempuan ialah perempuan Anshar. Mereka tidak malu bertanya tentang hal-hal agama." (HR. Muslim; Shahih Muslim 1: 127)

SYARAH HADITS

Hadits (125) menyatakan bahwa cara perempuan mandi haid yang amat utama, ialah selain dari mandi dengan air biasa, juga mandi dengan air yang sudah dicampur daun bidara ke dalamnya. Sebelum mandi ia berwudhu dengan sebaik- baiknya. Sesudah itu kemudian mandi, dan mempergunakan perca atau kapas yang sudah dikasturikan lalu ia menggosokkan ke dinding kemaluannya agar wangi yang sebelumnya telah dibasahi darah haid.

Al-Muhamili dalam kitab Al-Mughny mengatakan: "Disukai orang yang mandi haid dan nifas, mewangikan atau menggosokkan bagian anggota yang terkena darah haid." An-Nawawy dalam Minhajul Muhadditsin berkata: "Saya rasa pendapat Al-Muhamili ganjil, menurut hadits karena yang disuruh bagi perempuan yang mandi haid, hanya mewangikan faraj-nya (lubang kemaluannya) saja."

Para ulama berselisih pendapat tentang hikmat mewangikan itu. Ada yang mengatakan supaya segera mendapat anak. Ada yang mengatakan supaya dinding faraj yang sudah kena darah haid, bersih dan wangi baunya. Dan mereka berselisih paham tentang saat memakainya. Ada yang mengatakan sesudah mandi, ada juga yang mengatakan sebelum menyiram air ke seluruh badan. Demikian uraian Al- Mawardi.

Kaifiyat mandi janabah bagi perempuan, sama saja dengan kaifiyat mandi bagi laki-laki. Demikian juga kaifiyat mandi haid sama dengan kaifiyat mandi janabah. Hal ini menerangkan cara yang utama mandi haid. 

Perempuan yang mandi haid mewangikan dinding faraj sesudah mandi, karena lafazh hadits Muslim ini jelas menegaskan, bahwa yang demikian itu dikerjakan sesudah selesai mandi. Juga hadits ini tidak menyebut urusan membuka ikatan rambut. Cara yang tersebut ini disukai untuk setiap perempuan, baik yang bersuami maupun yang masih gadis. Apabila mereka tidak mempunyai kasturi, hendaklah dipakai wewangian yang lain.

Referensi berdasarkan buku Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Tentang tata cara Mandi Haid dalam buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 1