Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PEREMPUAN ISTIHADHAH BERWUDHU SETIAP SHALAT

PEREMPUAN ISTIHADHAH BERWUDHU SETIAP SHALAT
PEREMPUAN PENDERITA ISTIHADHAH BERWUDHU UNTUK TIAP-TIAP SHALAT

140) Aisyah ra berkata:

جَاءَتْ فاطمة بنت فى حيش فى الي ﷺ فَقَالَتْ: فِي امْرَأَةُ اسْتَخاصُ فَلَا أَظْهرُ أَفَادَعُ الصَّلاةِ فَقَالَ لَهَا: اجتنبي الصَّلاةَ أَيَّامَ مَحيضك ثُمَّ اغتسلى وَتَوَضَىء لِكُلِّ صَلَاةٍ ثُمَّ صَلَّى وَإِنْ قَطَرَ الدم عَلَى الْحَصِيرِ

"Fatimah binti Abi Hubaisy datang kepada Rasul untuk menanyakan hal dirinya: "Ya Rasulullah, saya seorang perempuan mustahadhah, tidak pernah suci, apakah saya meninggalkan shalat?" Maka Nabi saw. menjawab: "Tinggalkan shalat selama hari-hari haid. Sesudah itu, mandi dan berwudhulah untuk tiap-tiap shalat. Sesudah itu, bershalatlah walaupun darah bertetesan terus-menerus di atas tikar." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 1: 178)

SYARAH HADITS

Hadits (140), Muslim juga meriwayatkan dengan tidak menyebut lafazh: "dan ber- wudhulah untuk tiap-tiap shalat." Beliau meninggalkan kalimat ini, karena tambahan ini, menurut penyelidikan beliau, tidak dihafal oleh ulama-ulama hadits yang masyhur. Hadits ini menyatakan bahwa perempuan mustahadhah mandi untuk tiap-tiap shalat.

Ahmad, Abu Tsaur, juga ulama-ulama Hanafiyah mengatakan: "Wajib atas orang mustahadhah, dan orang yang terus-menerus mengeluarkan madzi, berwudhu untuk tiap-tiap waktu shalat. Yakni satu wudhu digunakan untuk satu shalat. Selama waktu itu belum habis, wudhunya boleh untuk shalat fardhu, untuk qadha dan untuk shalat yang sunnat. Apabila telah habis waktu, hendaklah ia berwudhu lagi." Demikian juga pendapat Asy-Syafi'y dalam satu riwayat. Hanya saja, Ahmad mengaitkan kebolehan tersebut dengan tidak keluar apa-apa (darah istihadhah) dalam waktu itu. Kalau keluar, harus wudhu lagi. Menurut riwayat yang lain, wudhu itu diwajibkan untuk tiap-tiap shalat."

Abu Hanifah mengatakan: "Sucinya itu, dikaitkan dengan waktu. Maka boleh ia kumpulkan dua fardhu dengan satu wudhu, boleh dia mengerjakan sunnat-sunnat dalam waktu itu. Apabila keluar waktu, habislah wudhunya."

Malik mengatakan: "Tidak wajib wudhu atas orang mustahadhah untuk tiap-tiap shalat. Wudhunya terus dapat dipakai selama tidak ada yang membatalkan wudhu." Malik hanya menetapkan, bahwa berwudhu untuk tiap-tiap shalat atau untuk tiap-tiap waktu, mustahab (disukai), demikian juga terhadap orang beser (salisul bauli). Dan kalau takut kedinginan, tidak pula disukai berwudhu untuk tiap-tiap shalat.

Jika kita mengambil lafazh Muslim saja, tidak memperdulikan tambahan yang terdapat dalam riwayat Ahmad (dan inilah yang utama) tidak ada lagi dalil bagi golongan yang mewajibkan wudhu untuk tiap-tiap shalat. Tambahan tersebut tidak diterima Muslim.

Ibnu 'Abdil Barr berkata: "Tidak terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Malik dalam Al-Muwaththa tentang hal berwudhu, untuk tiap-tiap shalat atas para mustahadhah. Karena itu Malik tidak mewajibkan berwudhu untuk tiap shalat, hanya menyukainya saja, sebagaimana beliau tidak mewajibkan berwudhu untuk tiap-tiap shalat atas orang yang sering kencing."

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Rabi'ah ibn Abdurrahman, ujarnya: "Tidak wajib berwudhu untuk tiap-tiap shalat atas orang mustahadhah kecuali jika ia mengerjakan sesuatu yang membatalkan wudhunya."

Sesudah memperhatikan pendapat ulama-ulama dalam hal ini dan menyaring sekedar yang sanggup kita lakukan, kami berpendapat berwudhu untuk tiap- tiap shalat tidak di-fardhu-kan, hanya disunnatkan saja. Itulah yang sesuai dengan firman Tuhan, yang menghendaki kemudahan, bukan menghendaki kesukaran.

Referensi berdasarkan Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Karangan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Tentang Hukum tentang Perempuan Istihadhah diperintahkan berwudhu' setiap shalat