Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Darah Haid, Istihadhah dan Nifas

Hukum tentang Darah Haid, Istihadhah dan Nifas

Hukum tentang Darah Haid, Istihadhah dan Nifas

132) Urwah Ibnu Zubair ra. menerangkan:

إنَّ فاطمة بنت أبى حبيش كانت أستحيضَتْ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ : إِنَّ دَمَ الخَيْضِ أَسْوَدُ يُعرفُ، فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسكِى عَنِ الصَّلاةِ وَإِذَا كَانَ الْآخَرَ فَتَوَضيء وَصَلَّى فإنمَاهُوَ عِرْفٌ

"Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya tentang keadaannya yang terus-menerus mengeluarkan darah. Maka Nabi bersabda: "Darah haid itu hitam, berbau. Apabila kamu dapati darahmu serupa itu, janganlah bershalat. Kalau kamu dapati darah tidak seperti itu, berwudhulah dan shalatlah, yang keluarlah itu peluh bukan darah haid." (HR. Ibnu Hazm; Al-Muhalla l: 164)

SYARAH HADITS

Hadits (132) menyatakan, bahwa darah haid berwarna hitam, berbau; bukan merah bukan kuning; bukan keruh. Darah yang kuning, keruh dan merah, dianggap peluh tidak dipandang darah haid.

An-Nawawy dalam Syarah Muslim mengatakan bahwa Al-Azhary dan Al- Harawy-dua orang ahli bahasa Arab yang terkenal berkata: "Darah haid ialah darah yang keluar pada waktu-waktu tertentu di setiap bulan, yang keluar dari rahim perempuan baligh (sampai umur)."

Darah yang keluar bukan dari perut rahim, dan di bukan masanya, dinamai istihadhah. Para ulama berkata: "Darah haid ialah darah yang keluar dari dasar rahim, sedang darah istihadhah adalah darah yang keluar dari suatu urat dekat mulut rahim." Ibnu Hazm mengatakan: "Darah haid, darah yang berbau busuk, hitam warnanya. Itulah darah haid, menurut ketetapan syara'."

Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury, Al-Auza'y, Asy-Syafi'y, Ahmad, Ishaq dan 'Abdurrahman ibn Mahdi mengatakan: "Darah haid ialah darah kuning, darah yang keruh yang keluar dalam masa haid, dipandang haid. Kalau keluar bukan di masa haid, tidak dipandang haid."

Al-Laits ibn Sa'ad mengatakan: "Darah kuning, keruh yang keluar bukan di hari-hari haid, tidak dihukum haid, kalau keluar di hari haid dihukum haid." Malik dan Ubaidillah ibn Hazm mengatakan: "Darah kuning dan keruh, dipandang haid, baik keluar di hari-hari haid maupun bukan." Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan: "Darah kuning dan darah yang keluar di masa haid, dihukum haid. Darah yang keluar bukan di masa haid tidak dihukum haid. Kalau keluar sesudah haid, dihukum haid."

Mereka berkata pula: "Si perempuan yang belum meyakini kedatangan haidnya, belumlah boleh meninggalkan shalat dan puasa yang sudah terang diwajibkan dan belumlah boleh dilarang suami mendekatinya yang sudah terang halal. Maka apabila sudah haid barulah diharamkan shalat, puasa dan bersetubuh, dan belumlah boleh berpindah dari hukum itu sebelum diyakini, bahwa haid itu telah habis, telah berhenti."

Ibnu Hazm mengatakan: "Apabila seorang perempuan yang telah tua menge- luarkan darah yang hitam berbau, dihukumlah darah itu darah haid, menghalangi shalat, puasa, thawaf dan persetubuhan.

Rasul bersabda: "Haid itu suatu tabiat yang telah ditetapkan Allah terhadap perempuan. Sekurang-kurangnya ia haid, ialah sekali terpencar. Maka apabila sese- orang perempuan melihat darah hitam di kemaluannya, hendaklah berhenti shalat, dan puasa. Dan sejak itu, haramlah sang suami menyetubuhinya. Dan apabila ia melihat darah merah, darah seperti air cucian daging, kuning dan keruh, putih atau bening sekali berarti ia telah suci dan hendaklah ia mandi atau bertayammum (jika ada uzur). Dan darah yang hitam itu mungkin terus-menerus keluarnya hingga 17 hari. Apabila lebih dari 17 hari, tidak lagi dinamai darah haid."

Para ulama berselisih paham tentang batas minimal umur perempuan (gadis) haid. Ada yang mengatakan, umur 9 tahun dan umur 12 tahun. Demikian pula mereka berbeda pendapat tentang batas umur berhentinya haid. Ada yang mengatakan so tahun, ada yang mengatakan 60 tahun. Para ulama berpendapat, bahwa orang yang hamil, tidak haid. Darah yang keluar sewaktu hamil tidak dinamai darah haid dan bukan pula nifas.

Abu Hanifah dan Ats-Tsaury mengatakan: "Sekurang-kurangnya haid, tiga hari. Sebanyak-banyaknya to hari." Asy-Syafi'y mengatakan: "Sekurang-kurangnya kadar haid sehari semalam, sebanyak-banyaknya 15 hari."

Ahmad mengatakan: "Sekurang-kurangnya haid sehari semalam dan sebanyak-banyaknya 17 hari."

Malik mengatakan: "Tidak ada batas minimal kadar haid." Menurut kebanyakan dan kebiasaan para perempuan, haid sebanyak-banyak- nya 6 atau 7 hari dalam sebulan.

Menurut kata sebagian ulama, waktu antara haid, 15 hari atau 13 hari. Hadits yang menegaskan kadar lama dan sedikitnya haid, tidak ada. Karena itu, apabila seorang perempuan yang sedang berpuasa kemudian melihat darah hitam yang keluar dari faraj-nya, hendaklah ia membatalkan puasanya. 

Demikian pula apabila sedang shalat. Tegasnya, kalau ia perempuan yang telah mempunyai kebiasaan haid, memegang adat kebiasaan, kalau memang belum mempunyai kebiasaan, hendaklah ia berpegang kepada tanda darah.

Menurut ketetapan hadits, hanyalah darah hitam yang berbau saja yang dipandang darah haid. Karena itu, apabila keluar darah merah, kuning atau keruh, bukanlah dia darah haid. Kalau bukan darah haid, tetaplah wajib shalat, boleh bersetubuh. Dan tidak ada batas antara dua haid itu.

Sungguh tidak dapat ditetapkan, bahwa batas antara dua suci, 13 atau 15 hari. Tidak ada suatu hadits pun yang marfu' yang dapat dipegang menjadi hujjah. Ibnu 'Abbas ra. mengatakan: "Apabila seseorang perempuan melihat darah yang hitam, hendaklah dia meninggalkan shalat, dan apabila melihat suci (telah berhenti darahnya) walaupun dalam satu hari itu juga, hendaklah dia mandi dan shalat."

Perkataan ini menegaskan, bahwa walaupun belum lewat 15 hari dari masa suci yang telah diperoleh, jika melihat kembali darah hitam hendaklah dia meninggalkan puasa. Bahkan menegaskan, bahwa tempo antara dua suci tidak mesti13 atau 15 hari.

Asy-Syafi'y meriwayatkan dari Ali ibn Thalib ujarnya: "Pernah seorang suami mengadukan halnya tentang istrinya yang telah diceraikan. Sang suami ingin kembali. Si istri mengatakan bahwa iddahnya telah habis ia telah haid tiga kali, padahal masa yang baru dilalui sejak dari ia ditalak hanya sebulan atau sebulan lima hari (35 hari)." Setelah 'Ali mendengar pengaduannya, beliau berkata kepada Syuraih, qadhi besar di Kuffah: "Putuskanlah perkara ini." 

Syuraih berkata: "Kalau perempuan ini dapat membawa saksi dari kerabatnya (orang yang mengetahui benar) bahwa ia benar telah mendapatkan tiga kali haid, benar telah tiga kali meninggalkan shalat dan mandi haid, saya hukumkan iddanya telah habis. Jika tidak dapat ia bawakan saksi, saya hukumkan dia dusta." Mendengar itu, 'Ali berkata: "Qaulun, tetap benar pendapat dan penetapanmu."

Referensi berdasarkan Buku Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Tentang Hukum tentang Darah Haid, Istihadhah dan Nifas