Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HADITS HUKUM WUDHU' DAN TATA-CARANYA

HADITS HUKUM WUDHU' DAN TATA-CARANYA

1. MEMBACA BASMALAH DI PERMULAAN WUDHU

182) Abu Hurairah ra. berkata:

قال النَّبِيُ : لاَ صَلاَةَ لِمَن لاَ وُضُوءَ لَهُ , ولَاوُضُوْءَ  لِمَنْ لم يَذْكُرِ اسْمَ الله تَعَلَى عَلَيْهِ
Nabi saw. bersabda: "Tidak ada shalat bagi orang-orang yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah, untuk mengerjakannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 1:83)

183) Said ibn Zaid ra. berkata:

ْقال رسول : لاَصَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوْءَ لَهُ وَلاَ وُضُوْءَ لِمَنْ لَم يَذْكُرِاِسْمَ الله تَعَلَى عَلَيْهِ 

Rasulullah saw. bersabda: "Tidak ada shalat bagi orang yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah, untuk mengerjakannya." (HR. Ibnu Majah; Al-Muntaqa 1: 83; Sunan Ibnu Majah 1: 58)

SYARAH HADITS

Kedua hadits ini (182) dan (083), derajatrya diperselisihkan oleh para muhadditsin Hadits ini menyatakan, keharusan kita membaca basmalah di permulaan wudhu.

Asy-Syaukany dalam Ar-Raudhatun Nadiyah mengatakan bahwa hadits (182) hasan derajatnya. Karena itu, dapat dijadikan huijah, khususnya apabila diingat bahwa hadits ini mempunyai beberapa pendukung seperti hadits Sa'id ibn Zaid (183) yang telah diberitakan oleh Al-Bukhary. Sebaik-baik hadits dalam urusan membaca basmalah di permulaan wudhu hanyalah hadits Said ibn Zaid ini.

Al-Hafizh dalam Fathul Bari menyatakan: "Himpunan hadits-hadits ini menghasilkan kekuatan yang menunjukkan bahwa hadits ini berasal dari Nabi saw."

Abu Bakar ibn Abi Syaibah mengatakan: “Kami tetap berpendapat, bahwa Rasulullah saw. menyabdakan hadits tersebut." Ibnu Sayyidun Nas dalam Syarah At-Turmudzy mengatakan: “Dalam urusan ini hadits hasan yang shahih dan ada pula hadits shahih yang tidak sharih (tegas).

Ishaq, Ahluzh Zhahir, Al-Itrah dan menurut suatu riwayat dari Ahmad: "Membaca basmalah di permulaan wudhu adalah wajib." Dalam pada itu Al-Itrah mewajibkan kepada orang yang teringat saja sedangkan Ahluzh Zhahir mengatakan berlaku umum.

Ulama Syafi'iyah, ulama Hanafiah, Rabi'ah dan Malik mengatakan: "Membaca basmalah di permulaan wudhu, sunnah hukumnya." Al-Nasa'y, Ibnu Khuzaimah dan Al-Baihaqy mengatakan: "Membaca basmalah di permulaan wudhu, sunnah."

Ibnu Qudamah mengatakan: "Apabila kita menetapkan wajib membaca bas- malah maka meninggalkannya, tidak mensahkan thaharah, sama dengan meninggalkan niat."

Abdul Tarji mengatakan: "Apabila kita lupa membaca basmalah di permulaan wudhu maka boleh juga kita membacanya di pertengahan wudhu." Dikehendaki dengan nama Allah atau basmalah di sini ialah, membaca bismillah, letaknya sesudah niat, sebelum mengerjakan wudhu.

Menggambil hujjah dengan hadits-hadits ini, untuk mewajibkan seseorang membaca basmalah, tidak dapat dilakukan. Karena hadits-hadits ini diperselisihkan derajatnya. Dalam pada itu, mengingat bahwa sebagian ulama hadits men-shahih-kan hadits ini maka yang baik sekali ialah membaca basmalah sebelum berwudhu, lebih-lebih lagi apabila diingat bahwa perselisihan di sini adalah antar wajib dengan sunnat. Maka untuk memelihara diri, sebaiknya kita membacanya.'

2. MEMBASUH TANGAN DI LUAR BEJANA, MENGHIRUP AIR KE HIDUNG SESUDAH BANGUN DARI TIDUR APABILA HENDAK BERWUDHU

184) Abu Hurairah ra, berkata:

قَالَ رَسُولُ اللهِ : إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلَا يَغْمِسَ يَدَهُ فِي الْآنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَت يَدُهُ

Rasulullah saw. bersabda: "Apabila seseorang dari kamu bangun dari tidur, janganlah terus ia membenamkan tangannya ke dalam bejana sebelum membasuhnya tiga kali di luar bejana, karena tidak dapat diketahui kondisi tangannya semalam itu." (HR. Al-Jama'ah selain Al-Bukhary; Al-Muntaga 1: 85)

185) Abu Hurairah ra. berkata:

قَالَ النَّبِيُّ : إِذَا اسْتَيْقَظَ أحَدُكُمْ مِنْ مَنامِهِ فَليَسْتَنْثِرْ ثَلاثَ مَرَّاتٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيْتُ عَلَى خَياَشِيْمِهِ

Nabi saw. bersabda: "Apabila seeorang di antara kamu bangun dari tidur, hendaklah menghembus air dari hidung tiga kali, karena setan-setan pada malam itu telah hinggap di hidungnya." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 85)

SYARAH HADITS

Hadits (184) diriwayatkan oleh Al-Jama'ah. Al-Bukhary tidak menyebutkan bilangan basuh. At-Turmudzy dan Ibnu Majah menambahkan sesudah kata "tidur", perkataan "di malam hari." Maka menjadilah makna hadits "apabila bangun dari tidur di malam hari." Ada yang berpendapat, bahwa hadits ini dapat dijadikan hujjah dan ada pula yang berpendapat, tidak dapat dijadikan hujah (dalil).

Hadits ini menyatakan bahwa wajib atas orang yang bangun dari tidur, membasuh tangannya di luar bejana, tidak boleh terus mengobok-obokkannya kedalam bejana, baik karena hendak berwudhu, ataupun hendak mandi.

Hadits (185) menyatakan bahwa wajib atas orang yang bangun dari tidur menghirup air ke dalam hidung, kemudian menghembuskannya tiga kali, baik ia hendak menggambil air wudhu, ataupun tidak. Menurut riwayat Al-Bukhary, hal ini khusus bagi orang-orang yang hendak berwudhu semata-mata.

Ahmad ibn Hanbal dan Dawud mengatakan: "Yang dimaksud dengan tidur oleh hadits ini, ialah tidur malam, mengingat perkataan "bagaimana perihal tangannya semalam itu dan karena mengingat riwayat Ibnu Majah dan At-Turmudzy yang terang-terang menyebut tidur di malam hari.

An-Nawawy mengatakan: "Menurut madzab kami, hukum ini tidak tertentu dengan orang yang bangun tidur saja, yang perlu diperhatikan keraguan tentang kenajisan tangan. Apabila seseorang ragu tentang kenajisan tangannya makruhlah ia mengobokkan tangannya ke dalam bejana sebelum membasuhnya di luar bejana, baik ia baru bangun dari tidur malam, ataupun dari tidur siang."

Sebagian ulama mengatakan: "Membasuh tangan sesudah bangun dari tidur sebelum memasukkannya ke dalam bejana, wajib hukumnya. Malik, Asy-Syafi'y dan segolongan ulama yang lain mengatakan, bahwa membasuh tangan sesudah bangun dari tidur, di luar bejana sunnat hukumnya. Jika tidak dilakukan, hukumnya makruh."

Ahmad ibn Hanbal mengatakan: "Haram mengobokkan tangan ke dalam bejana sebelum tangan itu dibasuh lebih dahulu di luar bejana, jika ia bangun dari tidur malam, dan makruh saja hukumnya, jika ia bangun dari tidur siang."

Kebanyakan ahli figh, tidak mewajibkan kita menghirup air ke dalam hidung sesudah bangun dari tidur, hanya menyunnatkan saja. Apakah air menjadi najis dari bekas kobokan tangan kita sebelum dibasuh di luar bejana? Kebanyakan ahli fiqh tidak menajiskan. Hasan Al-Bishry menyatakan, bahwa ia menajiskan air dari bekas kobokan tangan kita sebelum dibasuh di luar bejana, jika kita bangun dari tidur malam.

Apabila kita renungkan sebab disuruh membasuh tangan sesudah bangun dari tidur, yaitu boleh jadi tangan kita di masa kita sedang nyenyak tidur, telah menyentuh benda-benda yang kotor, maka hal itu menghendaki supaya kita tidak membedakan antara tidur siang dengan tidur malam, walaupun hadits menyebut tidur malam, lantaran 'illat-nya, motifnya serupa. Menurut kaidah "tiap-tiap yang serupa 'illat-nya, serupa pula hukumya."

Hadits-hadits ini menyatakan salah satu dari sunnah yang telah jarang diker- jakan orang yaitu membasuh kedua tangan dan menghirup air ke hidung sesudah bangun tidur.

Sunnat membasuh tangan dan menghirup air ke hidung ini, adalah suatu sunnat yang berdiri sendiri, tidak bersangkutan dengan mengambil air. Membasuh tangan di permulaan wudhu adalah suatu sunnah yang berdiri sendiri pula. Dalam salah satu hadits dengan terang dan jelas ditegaskan, bahwa perintah membasuh tangan sesudah bangun dari tidur, adalah karena setan tidur di atas tangan orang- orang yang tidur. Mengenai hikmah perintah ini, terserah kepada Allah dan Rasul- Nya, karena Allah telah mengkhususkan Rasul-Nya dengan beberapa rahasia yang tidak dapat dipikirkan oleh kekuatan akal manusia.

Air tidak menjadi najis dengan sebab kita benamkan tangan ke dalamnya, asal tidak ada bekasan-bekasan najis pada tangan itu. Jika ternyata ada najis pada tangan hendaklah kita lihat apakah air itu berubah atau tidak."

3. MEMBASUH TANGAN HINGGA PERGELANGAN PADA PERMULAAN WUDHU

186) Aus ibn Aus Ats-Tsaqafi ra. menerangkan:

رَأَيْتُ رَسُولَ الله ﷺ تَوَضَأَ فَاسْتَوَكَفَ ثَلَاثًا أَي غَسَلَ كَفَّيه

"Saya lihat Rasulullah saw. berwudhu maka beliau memulai dengan membasuh telapak tangannya, tiga kali." (HR. Ahmad dan An-Nasa'y; Al-Muntaqa 1: 85)

187) Ibnu Abi Mulaikah ra, berkata:

ٍرَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ سُئل عَن الْوُضُوءِ، فَدَعَا بِمَاءٍ فَأُتِيَ بِمِيْضَأَة فَأَصْغىَ عَلَى يَدِهِ اليُمْنَ ثُمَّ أَدْخَلَهَا فِي المَاءِ فَتَمَضْمَضَ ثَلَاثًا وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ أَلْيمْى ثَلَاثًا وَغَسَلَ ثَلَاثًا يَدَهُ الْيُسْرَى ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَأَخَدَ مَاءً فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ فَغَسَلَ بُطُونَهُمَا وَظُهُورَهُمَا مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: أَيْنَ السَّائِلُونَ عَنِ الْوُضُوءِ؟ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ الله يَتَوَضَّأَ

"Aku melihat Utsman ibn 'Affan ketika ditanya kapadanya tentang cara mengambil air wudhu, beliau melakukan sebagai berikut: beliau meminta air wudhu lalu dibawakan kepadanya. Maka mula-mula beliau menuangkan air itu ke atas tangannya, sesudah itu beliau memasukkan tangannya ke dalam air, lalu berkumur tiga kali, dan menghembuskan air dari hidungnya tiga kali, lalu membasuh mukanya tiga kali, kemudian beliau membasuh tangan kanannya tiga kali, dan tangan kirinya tiga kali, kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam air kemudian menyapu kepalanya dan kedua telinganya. Beliau menyapu luar dalam telinganya sekali saja. Dan kemudian barulah beliau membasuh kedua kakinya. Sesudah itu beliau berkata: "Apabila orang yang bertanya tentang cara meng- ambil air wudhu itu, beginilah aku melihat Rasulullah saw. mengerjakannya." (HR. Ahmad, Al-Bukhary, dan Muslim dan Abu Dawud; Sunan Abi Dawud 1: 17) 

188) Humran maula (pembantu) Utsman ra. menerangkan:

إِنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اليُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوءِ هَذَا.

"Utsman membasuh kedua telapak tangannya tiga kali. Sesudah itu, beliau berkumur-kumur serta menghirupkan air ke hidungnya dan menghembuskannya tiga kali. Kemudian beliau membasuh mukanya tiga kali. Kemudian membasuh tangan kanannya hingga siku tiga kali, dan tangan kirinya demikian juga. Kemudian beliau menyapu kepalanya. Kemudian beliau membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kakinya tiga kali dan kemudian kaki kirinya demikian juga. Pada saat selesai beliau berkata: "Aku telah lihat Rasulullah mengambil air wudhu sebagaimana yang aku perbuat sekarang ini." (HR. Ahmad dan An-Nasa'y; Bulughul Maram 9)

SYARAH HADITS

Hadits (186) sanad hadits ini tidak seberapa kuat. Akan tetapi maksud yang dikehendaki olehnya, terdapat di pangkal hadits Utsman yang disetujui ke-shahih-annya oleh Al-Bukhary dan Muslim. Hadits ini menyatakan, bahwa membasuh kedua tangan hingga pergelangan di permulaan wudhu. 

Hadits (187) menerangkan cara-cara berwudhu yang dikerjakan oleh Rasu- lullah saw. sendiri.

Hadits (188) menyatakan, bahwa membasuh kedua telapak tangan hingga pergelangan tangan di permulaan wudhu. Bahkan menerangkan pula cara Rasulullah saw. mengambil air wudhu. Para fuqaha berbeda pendapat dalam masalah ini, ulama-ulama Syafi'iyah dan ulama-ulama Hanafiyah mengatakan, bahwa membasuh tangan adalah sunnat, bukan wajib. Fuqaha yang lain berpendapat, bahwa membasuh tangan di permulaan wudhu, wajib bukan sunnat.

Telah disepakati bahwa membasuh tangan pada permulaan wudhu, adalah suatu hal yang disuruh syara', bahkan sebagian ulama mewajibkannya. Cara mem- basuhnya ialah, di luar bejana sebelum membenamkan tangan ke dalam air, sebagai- mana yang telah dikerjakan Utsman dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Mulaikah.

Dalam pembasuhan ini, bukan pembasuhan yang disuruh sesudah bangun tidur. Pembasuhan ini berdiri sendiri. Pembasuhan ini termasuk ke dalam sunnat wudhu, dengan persetujuan para ulama. Tegasnya, kalau seseorang bangun dari tidur, maka menurut zhahir hadits hendaklah tangan dibasuh dua kali: pertama, karena baru bangun tidur, kedua, untuk berwudhu.'

4. MENCIDUK AIR DENGAN TANGAN

189) Amr ibn Yahya Al-Mazini menerangkan:

قيلَ لِعَبْدِ الله بن زيد يَوْمًا : تَوَضَأْ لَنَا وُضُوءَ رَسُول الله ﷺ فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهُ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفَ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى المرفقين مرتين ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخرَجهَا فَمَسَحَ برأسه فَأَقْبَلَ يَدَيْهِ وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلِهِ إلَى الْكَعَبَيْنِ، ثُمَّ قَالَ: هَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللَّهِ .
"Pada suatu hari orang meminta kepada 'Abdullah ibn Zaid supaya menerangkan cara Rasul berwudhu. Berkenaan dengan itu Zaid pun meminta air lalu menuangkan air ke atas kedua tangannya dan membasuhnya tiga kali. Sesudah itu beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana lalu menciduk air dan berkumur menghirup air ke hidung dan menghembuskannya, dari suatu telapak tangan tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya lagi ke dalam bejana lalu menciduk air dan terus membasuh mukanya tiga kali, sesudah itu beliau memasukkan tangannya lalu menciduk air dan membasuh kedua tangan hingga dua siku dua kali. Sesudah itu beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana dan menciduk air lalu menyapu kepalanya. Beliau memperhadapkan kedua tangannya keubun-ubunnya dan mengusapkannya sampai ke belakang kepala (mulai dari kening, menyapukan tangan ke belakang hingga ke kuduk dan kemudian mengembalikan ke muka lagi). Sesudah itu beliau membasuh kakinya hingga dua mata kaki. Akhirnya beliau berkata: "Begini lah cara Rasulullah saw. berwudhu." (HR. Ahmad, Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 10)

SYARAH HADITS

Hadits (189) ini lafazh Ahmad dan Muslim. Dalam riwayat beliau memasukkan kedua-dua tangannya. An-Nawawy mengatakan: "Apabila riwayat-riwayat hadits ini dikumpulkan terdapatlah kesan, bahwa Nabi adakalanya menciduk dengan satu tangan, adakala dengan dua tangan." Hadits ini menyatakan bahwa air tidak menjadi musta'mal lantaran diciduk dengan tangan.

Sebagian pengikut Asy-Syafi'y dan Abu Hanifah berpendapat bahwa men- ciduk air dengan tangan sesudah membasuh muka, menjadikan air itu musta'mal tidak boleh untuk bersuci lagi. Ulama Syafi'iyah muta'akhkhirin mengatakan: "Apabila seorang memasukkan tangannya, ke dalam air (air yang sedikit) dengan maksud mandi janabah, jika tidak diniatkan tangan menjadi gayung, maka air itu musta'mal tidak boleh dipakai lagi. Karena itu, mereka mewajibkan orang yang mengambil air wudhu, meniatkan tangannya sebagai gayung apabila hendak memasukkan tangannya ke dalam air, agar air itu tidak dipandang musta'mal."

Menurut nash Asy-Syafi'y dalam Al-Buwaiti dan Al-Muzani, menciduk air untuk muka dengan dua tangan lebih memudahkan dan lebih mencukupi. Dan disukai mengambil air dengan tangan kanan untuk berkumur-kumur. Apabila seseorang menciduk air dalam ember dengan tangannya, maka air yang diciduknya, walaupun tangannya tidak diniatkannya menjadi gayung, tidak menjadikannya musta'mal. Meniatkan tangan menjadi gayung, sedikit pun tidak berdalil, tidak ada suatu dalil yang menyuruh kita meniatkan demikian. Hadits Abdullah ibn Zaid ini, cukup menjadi pegangan untuk kita.

Disebut dalam Ta'liq Ihkamul Ahkam bahwa tidak ada di dalam hadits suatu petunjuk baik yang berupa nash, ataupun isyarat yang menunjukkan kepada di- tuntut meniatkan tangan sebagai gayung, sebelum memasukkannya ke dalam bejana, seperti yang dikehendaki oleh Syafi'iyah muta'akhkhirin. Karena itu barangsiapa mewajibkan yang tidak diwajibkan syara' hendaklah memberikan dalil. Dalil yang mewajibkan tidak ada.

Dalam As-Sumarul Mubtada'at disebutkan bahwa mengharuskan kita meniat- kan tangan menjadi gayung, berarti, menetapkan sesuatu terhadap Allah, padahal tidak ada dalil yang menunjukkan demikian. Rasulullah saw. pernah bersama- sama 'Aisyah menciduk air dengan tangannya, dari bejana untuk mandi junub. Tegasnya, itigad (keyakinan) bahwa wajib meniatkan tangan sebagai gayung ada- lah suatu i'tiqad yang keliru, bid'ah semata-mata.

5. BERKUMUR DAN MENGHIRUP AIR KE HIDUNG

190) Abdul Khair berkata:

دَعا عَليٌّ بوضوء فتمضمض واستنشق ونَثَربِيده اليسرى فَفَعَلَ هَذَا ثَلاثًا ثُمَّ قَالَ: هَذَا طُهُورُ نبي الله
"Ali pernah meminta air wudhu, maka beliau pun berkumur-kumur serta menghirup air ke hidungnya dan menghembuskan dengan tangan kirinya (mempergunakan tangan kiri untuk memegang batang hidung). Beliau berbuat demikian tiga kali. Akhirnya berkata: "Beginilah cara wudhu Rasulullah saw." (HR. Ahmad dan An-Nasa'y; Al-Muntaqa 1: 87)

191) Abu Hurairah ra. berkata:

قَالَ رَسُولُ اللهِ : إِذَا تَوَضَأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِي أَنْفِهِ مَاء ثُمَّ لِيَسْتَنْثِر.

Rasulullah saw. bersabda: "Apabila seorang di antara kamu berwudhu hendaklah ia memasukkan air ke hidungnya kemudian ia hembuskan." (HR. Ahmad, Al- Bukhary dan Muslim; Al-Muntaga 1: 87)

192) Abu Hurairah ra. menerangkan:
ان رسول الله ﷺ أَمَرَ بِالْمَضْمَضَةِ والإِسْتِنْشَاق
"Rasulullah saw, menyuruh ber-madhmadhah dan ber-istinsyaq." (HR. Ad-Daraquthny; Al-Muntaga 1:87)

SYARAH HADITS

Hadits (190) Al-Hafizh dalam Ar-Talkhish mengatakan: "Hadits ini diriwayatkan dari 'Ali dengan lima jalan." Juga Al-Baihaqy dalam sunannya meriwayatkannya. Hadits ini menyatakan bahwa madhmadhah (berkumur) disunnatkan dan mengambil air untuk berkumur dilakukan dengan tangan kanan, sedang di ketika meng- hembuskan air dari hidung dipergunakan tangan kiri untuk memegang batang hidung.

Hadits (191) menyuruh kita ber-istinsyaq (menghirup air ke hidung).

Hadits (192) diakui ke-shahih-annya oleh pengarang Muntagal Akhbar dan syarahnya Ibnu Syayidin Nas tidak mencecat sanad hadits ini. Hadits ini menerangkan, bahwa istinsyaq adalah suatu perbuatan yang disyariatkan.

Para fuqaha berselisih paham dalam masalah ini. Malik, Asy-Syafi'y, Al-Auza'y Al-Laits, Al-Hasan Al-Bishry dan segolongan ulama lain, menetapkan bahwa ber- kumur adalah sunnat. Abu Hanifah dan ashhab-nya, Ats-Tsaury, Zaid ibn 'Ali dan Dawud Azh-Zhahir berpendapat bahwa berkumur itu sunnat pada wudhu, wajib pada mandi. Abu Hanifah berpendapat, bahwa apabila seseorang tidak berkumur pada mandi junub, kemudian shalat dengan mandi itu, ia wajib mengulangi shalatnya sesudah menyempumakan mandi.

Ahmad, Ishaq dan Abu Ubaid, Abu Tsaur, Ibnu Mundzir dan Al-Hadi, Al- Qasim dan Al-Mu'ayyad Billah menetapkan, bahwa berkumur-kumur dan meng- hirup air ke hidung, fardhu hukumnya pada wudhu, tidak pada mandi.

Hammad ibn 'Ali Sulaiman dan Ibnu Abi Laila berpendapat, bahwa apabila seseorang lupa ber-madhmadhah dan istinsyaq pada wudhu, hendaklah ia mengulangi shalat. Mujahid mengatakan: "Istinsyaq sebagian dari wudhu."

Dalam masalah ini, paham Ahmad yang kuat karena: 

  • Berkumur-kumur (madhmadhah) itu masuk bagian membasuh muka. Al-Qur'an telah mewajibkan kita membasuh muka, Nabi saw. telah menerangkan caranya apabila kita memperhatikan cara wudhu Nabi yang menjelaskan mujmal ayat (maksud ayat) nyatalah bahwa Nabi tidak pernah meninggalkan madhmadhah dan istinsyaq, sebagaimana telah ditegaskan oleh pengarang Az-Zad.
  • Hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Ad-Daraquthny (192) dan telah diakui shahih-nya pula oleh segolongan ulama Syafi'iyah. Segolongan ulama Syafi'iyah mengakui kelemahan dalil yang tidak mewajibkan madhmadhah dan istinsyaq.

Setelah dalil-dalil Ahmad kita perhatikan, nyatalah bahwa berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung, wajib bukan sunnat. Kemudian perhatikanlah hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Daraquthny yaitu "madhmadhah dan istinsyaq dari wudhu yang tidak boleh tidak dikerjakan." Perhatikan lagi hadits Abu Dawud yang ber-sanad hasan menurut Adz-Dzahabi yaitu "apabila kamu berwudhu, hendaklah kamu ber-madhmadhah."

6. CARA BERKUMUR DAN MENGHIRUP AIR KE HIDUNG

193) Amr ibn Yahya Al-Mazani menerangkan:

شَهِدْتُ عَمْرُو بْنَ أَبِي حَسَنٍ سَأَلَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدِ عَنْ وُضُوءِ النَّبِيِّ ﷺ فَدَعَا بِتَوْرِ مِنْ مَاءٍ فَتَوَضَّأَلَهُمْ فَكَفَّا عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْآنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَشَقَ وَاسْتَثَرَ ثَلاثًا بِثَلَاثِ غُرْفَاتِ مِنْ مَاءٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْآنَاءِ فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدِهِ وَأَدْبَرَبهَا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْآنَاءِ فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعَيْنِ، فَقَالَ: هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ

"Saya hadir ketika Amr ibn Abu Hasan menanyakan kepada 'Abdullah ibn Zaid tentang cara wudhu Nabi saw. 'Abdullah ibn Zaid meminta air lalu berwudhu. Saya lihat beliau mula-mula menuangkan air dari bejana dan membasuh kedua tangannya (hingga pergelangannya) tiga kali. Sesudah itu beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu menciduk air dengan tanganya dan berkumur- kumur dan menghirup air ke hidung dan menghembuskannya tiga kali dengan tiga kali cidukan air. Kemudian beliau memasukkan tangannya lalu membasuh tangannya tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya lagi ke dalam bejana, lalu menciduk air dan membasuh kedua tangannya hingga sikunya dua kali. Kemudian lagi beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam bejana lalu menyapu kepalanya. Sesudah itu beliau memasukkan tangannya lagi ke dalam bejana dan lalu membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki. Akhirnya beliau berkata: Beginilah saya lihat Rasulullah saw. berwudhu." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 10)

194) Humran maula Utsman ra. menerangkan:

 إِنَّ عُثْمَانَ تَوَضَّأَ فَدَمَا بِمَاءٍ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ عَرَفَ بِيَمِيْنِهِ ثُمَّ رَفَعَهَا إِلَى فِيْهِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ بِكَفٍّ وَاحِدَةٍ وَاسْتَنْثَرَ بِيُسْرَاهُ

"Utsman mau berwudhu, lalu meminta air, maka yang mula-mula beliau kerja- kan ialah membasuh kedua tangannya, tiga kali. Kemudian menciduk air dengan tangan kanannya, lalu beliau mengangkat tangannya itu ke mulut, dan ber- madhmadhah dan ber-istinsyaq dengan satu telapak tangan dan beliau meng- hembuskan air itu dari hidungnya dengan mempergunakan tangan kiri memegang batang hidungnya." (HR. Said ibn Manshur; Al-Muntaga 1: 105)

SYARAH HADITS

Hadits (193) menyatakan bahwa berkumur bersamaan dengan menghirup air ke hidung artinya sekali menggambil air sebagian dipakai untuk kumur-kumur sebagiannya dipakai untuk dihirup ke hidung, Tegasnya bukan sesudah berkumur. kumur tiga kali, baru dihirup air ke hidung. 

Hadits (194) diriwayatkan oleh Said ibn Manshur dalam Sunan-nya. Ibnu Qudamah menerima hadits ini. Hadits ini menyatakan bahwa berkumur dengan tangan kanan dan menghebuskan air dari hidung dengan tangan kiri. Para fuqaha ada yang menyukai berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung secara bersamaan, ada yang menyukai memisahkanya.

Asy-Syafi'y dalam Al-Um mengatakan: "Madhmadhah dan istinsyaq, dikumpulkan karena Ali ketika memperagakan cara wudhu Rasul, mengumpulkannya. Akan tetapi di dalam Al-Buwaiti, Asy-Syafi'y mengutamakan supaya madhmadhah dipisah karena demikian menurut riwayat Thalhah, dan karena memisahkan madhmadhah dan istinsyaq, lebih membersihkan."

Para sahabat Asy-Syafi'y bermacam-macam pahamnya dalam menerangkan cara mengumpulkan itu. Ada yang mengatakan, mengambil seciduk air, lalu ber- madhmadhah tiga kali dan ber-istinsyaq tiga kali. Sesudah itu menciduk air lagi lalu ber-madhmadhah dan ber-istinsyaq. Tegasnya, tiap-tiap ciduk air untuk madhmadhah dan untuk istinsyaq. Cara memisahkan sebagai berikut, sebagian ulama menetap- kan menciduk air, lalu berkumur (madhmadhah) tiga kali, sesudah itu menciduk air, lalu ber-istinsyaq tiga kali.

An-Nawawy mengatakan: "Madhmadhah dapat dilakukan dengan salah satu dari dua macam cara itu, baik dikumpulkan atau dipisahkan, namun hendaklah madhmadhah itu didahulukan atas istinsyaq. Dalam madzhab Syafi'iyah terdapat paham, tidak sah istinsyaq jika didahulukan atas madhmadhah."

Ibnu Qudamah mengatakan: "Disukai madhmadhah dan istinsyaq dilakukan dengan satu ciduk." Demikianlah yang disukai Ahmad. Tidak diwajibkan tertib (berurut) antara keduanya. Hanya yang disunnatkan, hendaklah madhmadhah di- dahulukan atas membasuh muka. Semua perawi yang memperagakan cara Rasul saw. melakukannya demikian.

Para ulama sepakat bahwa madhmadhah, ialah memasukkan air ke dalam mulut lalu berkumur-kumur. Sesudah itu lalu dikeluarkan. Juga mereka bermufakat menetapkan bahwa istinsyaq, memasukkan air ke hidung dihirupnya dengan nafas hingga sampai ke batang hidung, kemudian dihembuskan. Hadits-hadits yang menerangkan bahwa Nabi saw berkumur sekaligus dengan menghirup air ke hidung, yakni dengan satu cidukan, lebih banyak dan lebih sah. Dalam pada itu jika seseorang memisahkannya, tidak dapat dikatakan bertentangan dengan sunnah, karena ada juga hadits yang dijadikan dalil. Jadi mengumpulkan madhmadhah dan istinsyaq lebih bagus.

Menurut petunjuk kebanyakan hadits, madhmadhah dan istinsyaq dilaksanakan sebelum membasuh muka. Akan tetapi mengingat bahwa sahnya ber-madhmadhah masuk bagian membasuh muka, tidak ada salahnya membasuh muka lebih dahulu, sesudah itu barulah ber-madhmadhah. Khususnya apabila diingat bahwa Nabi sendiri pemah ber-madhmadhah sesudah membasuh kedua tangan hingga ke sikunya.

Referensi: Buku Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Tentang Bab Hukum-hukum tentang Wudhu