Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Tentang Dusta Yang Dibolehkan

Hadits Tentang Dusta Yang Dibolehkan
BERBOHONG YANG DIPERBOLEHKAN

Allah SWT. Berfirman,

Ketahuilah, bahwasanya berbohong itu pada dasarnya adalah haram, tetapi dalam beberapa hal diperbolehkan. Perkataan adalah cara untuk menyampaikan maksud dan tujuan. Apabila maksud tujuannya itu baik dan dapat dicapai dengan tanpa berdusta, maka menyampaikan dengan berdusta itu hukumnya haram. Tetapi apabila tidak bisa disampaikan kecuali harus berdusta, maka berdusta dalam hal ini dperbolehkan. 

Bahkan dalam hal ini, ada dusta yang diwajibkan, misalnya ada orang Islam yang bersembunyai dari orang yang menganiayanya dimana ia akan membunuhnya atau akan merampas hartanya, maka wajib bagi orang yang ditanya tentang orang Islam tersebut untuk berdusta (misalkan, dengan mengatakan tidak tahu walaupun sebenarnya ia mengetahuinya). Begitu pula apabila seseorang dititipi sesuatu kemudian ada seseorang yang bermaksud merampoknya, maka ia wajib berdusta. Hal ini berdasarkan hadis berikut:

عَنْ أُمِّ كُلْثُوْمِ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُوْلَ اللهِ  يَقُوْلُ لَيْسَ اْلكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَمُنَّ خَيْرًا أَوْ يَقُوْلَ خَيْرًا," مُتَّفَق عَلَيه.

Dari Ummu Kultsum RA, “Ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah dinamakan berbohong, orang yang mendamaikan sengketa di antara manusia. Ia menyampaikan kebaikan atau mengucapkan perkataan yang mendatangkan kebaikan. (HR. Bukhari dan Muslim)

زَادَ مُسْلِمٌ فِي رِوَايَةٍ : قَالَتْ أُمُّ كُلْثُوْمٍ : وَلَمْ أَسْمَعْهُ يُرَخِّصُ فِي شَيْئٍ مِمَّا يَقُوْلُ النَّاسُ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ , تَعْنِي : الحَرْبُ , ألإِصْلاَحُ بَيْنَ النَّاسِ , وَحَدِيْثُ الرَّجُلِ إمْرَأَتَهُ , وَحَدِيْثُ اْلمَرْأَةِ زَوْجَهَا.

Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, “Ummu Kultsum berkata, ‘Saya tidak pernah mendengar Rasulullah SAW. Memberikan kemurahan dalam maslah ucapan manusia (kaum muslimin), kecuali dalam tiga perkara; ‘Dalam peperangan, mendmaaikan sengketa manusia, dan omongan seorang suami terhadap istrinya, serta (atau) omongan istri terhadap suaminya.’”