Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peristiwa Gerhana Bulan

Peristiwa Gerhana Bulan
Pada Selasa, 08 November 2022 petang terjadi peristiwa agung yakni gerhana bulan total. Kejadian alam raya ini sebagai sarana untuk melakukan perenungan betapa Allah SWT memiliki kuasa yang tiada tara dalam mengatur perjalanan jagat raya ini.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan fenomena gerhana bulan total dapat diamati dari Indonesia pada 8 November 2022.

"Durasi totalitas gerhana bulan total pada 8 November 2022 ini akan berlangsung selama satu jam 25 menit 44 detik," 

Dijelaskan, gerhana bulan adalah peristiwa terhalanginya cahaya matahari oleh bumi sehingga tidak semuanya sampai ke bulan. Gerhana bulan total terjadi saat posisi bulan-matahari-bumi sejajar. Hal ini membuat Bulan masuk ke umbra (bayangan inti) bumi. Akibatnya, saat puncak gerhana terjadi, bulan akan terlihat berwarna merah.

Adapun gerhana matahari adalah peristiwa terhalangnya cahaya matahari oleh bulan sehingga tidak semua cahayanya sampai ke bumi dan selalu terjadi pada saat fase bulan baru.

Disampaikan BMKG, pada tahun 2022 terjadi empat kali gerhana, yaitu dua kali gerhana matahari dan dua kali gerhana bulan.

Pertama, gerhana matahari sebagian terjadi pada 30 April 2022 yang tidak dapat diamati dari Indonesia.

Kedua, gerhana bulan total terjadi pada 16 Mei 2022 yang tidak dapat diamati dari Indonesia. 

Ketiga, gerhana matahari sebagian pada 25 Oktober 2022 yang tidak dapat diamati dari Indonesia.

Dan keempat, gerhana bulan total pada 8 November 2022 yang dapat diamati dari Indonesia.

Dampak dari gerhana bulan total bagi kehidupan manusia adalah pasang naik air laut yang lebih tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasanya ketika tidak terjadi gerhana, purnama maupun bulan baru," katanya.

Gerhana bulan total hendaknya tidak dimaknai sebagai peristiwa biasa, melainkan sebuah sarana untuk meningkatkan daya pikir yang ujungnya adalah menyadari kelemahan manusia. 

Ujungnya adalah bagaimana manusia tetap menjaga sikap rendah hati dan terus berupaya menjadi hamba yang gemar bersyukur, tidak sombong, peduli dengan sesama dan alam raya.

Dalam masa gerhana hendaknya terus berupaya meningkatkan takwallah dengan menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang. Apalagi dalam suasana alam yang terkadang kurang bersahabat yang antara lain ditandai dengan beragam musibah. Sungguh semua yang terjadi harusnya menyadarkan kita untuk meningkatkan takwallah tersebut.

Akal merupakan karunia terbesar Allah kepada manusia yang membedakannya dari semua binatang dan benda-benda mati. Nyaris semua kemampuan fisik yang dimiliki manusia, juga dipunyai binatang—bahkan binatang bisa lebih andal dalam hal-hal tertentu.

Hanya saja, sehebat apa pun kapasitas binatang, ia tetap tidak akan mampu menciptakan peradaban agung lantaran tak mempunyai akal sebagaimana dimiliki manusia. Dengan demikian, pantaslah manusia (al-insân) selalu didefinisikan sebagai hayawân nâthiq, yakni hewan yang berpikir. Akal atau pikiran adalah kunci pembeda.

Hilangnya fungsi akal pada diri manusia berarti menutunkan derajatnya selevel dengan binatang, atau bahkan lebih rendah. 

ayat al-qur'an tentang gerhana bulan dan matahari

Al-Qur’an sendiri menyebut para ahli neraka yang tidak mau menggunakan akal, mata, dan telinganya untuk merenungkan ayat-ayat Allah sebagai:

أُوْلَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Artinya: Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS al-A’raf: 179)

Imbauan untuk berpikir, merenung, atau mendayagunakan akal tersebar banyak dalam Al-Qur’an. Redaksinya pun bermacam-macam, ada yang menggunakan akar kata fikr, dzikir, aql, fiqh, ‘ilm, nadhar, dan albâb. Seluruhnya menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan potensi akal manusia. Karena itu pula, merenungi ciptaan Allah bisa lebih utama dibanding ibadah sunnah semalaman. Perintah tentang berpikir dan menghayati ciptaan Allah datang langsung dari Al-Qur’an:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ، الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran: 190-191)

hadits tentang gerhana bulan

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)

Rasulullah SAW juga bersabda:

فَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللهِ، وَلاَ تَتَفَكَّرُوْا فِي اللهِ، فَإِنَّكُمْ لَنْ تَقْدِرُوْا قَدْرَهُ
Artinya: Berpikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan kalian memikirkan Allah karena kalian pasti tak memiliki kemampuan untuk itu. (HR Abu Syekh dari Ibnu ‘Abbas)

Kita memang dilarang memikirkan hakikat Dzat Allah yang memang mustahil dicapai, tapi manusia diperintah untuk memikirkan makhluk-makhluk-Nya, termasuk bumi, bulan, matahari, serta fenomena gerhana.

Gerhana bulan total merupakan bagian dari fenomena alamiah. Namun, di balik itu ada kekuatan besar yang tampak ketika kita mau merenunginya. Gerhana bulan total terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Peristiwa tersebut berlangsung bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama—saat itu cahaya matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi. Fenomena alam ini mengindikasikan bahwa bumi, bulan, matahari, serta seluruh tatanan angkasa bergerak sesuai garis orbit sebagaimana sunnatullah. Keteraturan dan keharmonisan ini menandakan bahwa Allah Maha Mengatur. Kehebatan fakta astronomis ini sukar disangkal lantaran mustahil manusia mengintervensi fenomena gerhana.

Berbeda dengan fenomena biologis tertentu, misalnya bibit tumbuhan yang bisa direkayasa, gerhana bulan total adalah fenomena besar yang tak mungkin dikendalikan manusia. Kenyataan tersebut kian menegaskan kelemahan manusia sebagai hamba di hadapan Allah SWT. Tidak heran bila Imam al-Ghazali dalam Al-Adab fid Din menyerukan seyogianya fenomena gerhana membuat orang semakin menampakkan ketundukan diri kepada Allah SWT, bertobat dari kesalahan-kesalahan, serta semakin meresapi kehadiran Ilahi dalam kehidupannya.

Secara rinci, Imam al-Ghazali mengingatkan:

آداب الخسوف: دَوَامُ الْفَزَعِ، وَإِظْهَارُ الجَزَعِ، وَمُبَادَرَةُ التَّوْبَةِ، وَتَرْكُ المِلَلِ، وَسُرْعَةُ القِيَامِ إِلَى الصَّلَاةِ، وَطُوْلُ القِيَامِ فِيْهَا، وَاسْتِشْعَارُ الحَذَرِ
Artinya: Perilaku yang semestinya ditunjukkan saat terjadi gerhana bulan yakni senantiasa memiliki rasa takut, menampakkan rasa gelisah, segera bertobat, tidak bersikap mudah bosan, segera melaksanakan shalat, berlama-lama dalam shalatnya, dan merasakan adanya peringatan.

Bagi Imam al-Ghazali, peristiwa gerhana adalah momen merenungi keagungan Allah yang Maha Agung. Kedahsyatan kekuasaan-Nya yang berhasil dihayati selanjutnya akan mengondisikan kalbu untuk selalu merendah di hadapan-Nya, gelisah dengan dosa-dosa, betah dalam upaya mendekatkan diri, lalu berlanjut dengan memperbanyak istighfar alias memohon ampun kepada Allah. Gerhana adalah bagian dari ayat kauniyah Allah, di samping ayat qauliyah berupa Al-Qur’an. Di dalamnya ada ilmu yang melimpah dan beruntunglah bagi orang-orang yang mau merenungkan ayat jenis ini yang gejalanya ada di mana-mana dan kapan saja: di sekeliling atau bahkan di dalam diri kita sendiri, serta dalam tiap detak jantung dan tarikan napas.

Kita beruntung masih dikaruniai kesadaran oleh Allah SWT untuk mau melaksanakan shalat gerhana ini secara berjamaah dalam kesempatan ini. Melaksanakan shalat dan mendengarkan khutbah adalah sebuah keutamaan. Namun, ada yang lebih utama dari ini, yakni meresapi hakikat femomena alam untuk kemudian semakin mendekatan diri kepada Allah SWT.

Ibnu ‘Abbas berkata:
تَذَاكُرُ الْعِلْمِ بَعْضَ لَيْلَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ إِحْيَائِهَا
Artinya: Berkontemplasi (bertafakur) pada sebagian malam lebih aku cintai ketimbang melaksanakan ibadah sunnah sepanjang malam.

Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam Q.S. Yâsîn ayat 40:

لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya (orbit).

Ayat ini menjelaskan bahwa terjadinya gerhana adalah ketika matahari, bulan, dan bumi berada di satu garis lurus. Jika bulan menghalangi cahaya matahari ke bumi, maka itu adalah gerhana matahari. Jika bumi menghalangi cahaya matahari sampai ke bulan maka disebut dengan gerhana bulan. Itulah fenomena alam yang kadang terjadi.

Allah menciptakan bulan sebagai cahaya, matahari sebagai sumber cahaya, dan Allah menciptakan orbit atau garis edar segala benda langit untuk kehidupan manusia di bumi, dan sebagai tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berfikir. Oleh karena itu, marilah kita tinggalkan mitos-mitos ketika terjadi gerhana bulan atau gerhana matahari, tetapi kita banyak beristighfar banyak mohon ampun dan selalu bertaqarrub kepada Allah SWT.

Maka dari itu, marilah kita persiapkan hal-hal yang diperintahkan oleh Nabi, dan marilah kita usahakan untuk dapat mengamalkan apa yang diperintah oleh Nabi Muhammad SAW