Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Tentang Sikap Wara'

Hadits Tentang Sikap Wara'

66- SIKAP WARA’ DAN MENJAUHKAN DIRI DARI HAL-HAL YANG SYUBHAT

Allah SWT berfirman:

وَتَحْسَبُوْنَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيْمٌ

“Dan kamu sekalian menganggapnya sesuatu yang ringan, padahal hal itu sangat besar menurut Allah.” (Qs. An-Nuur (24):15)

Pada ayat lain, Allah SWT berfirman:

إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
“Dan kamu sekalian menganggapnya sesuatu yang ringan, padahal hal itu sangat besar menurut Allah.” (Qs. Al-Fajr (89):14)

593- وَعَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ  يَقُوْلُ: (( إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ ، وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ ، وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبَهَاتٌ لاَيَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّّبُهَاتِ ، اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ ، وَمَنْ وَقَعَ فيِ الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فيِ الْحَرَامِ ، كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىَ ، أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ ، أَلاَ وَإِنَّ فيِ الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ؟ أَلاَ وَهِيَ اْلقَلْبُ )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

593. Dari Nu’man bin Basyir RA, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram juga telah jelas, sedangkan di antara keduanya ada hal-hal yang syubhat (meragukan) yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang berhati-hati dari hal-hal yang syubhat itu, maka terjagalah agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus ke dalam hal-hal yang syubhat, maka berarti ia terjerumus ke dalam hal yang haram, sebagaimana seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tempat yang terlarang itu. Ingatlah setiap penguasa pasti mempunyai hal yang terlarang. Dan ingatlah bahwa hal yang terlarang bagi Allah adalah hal-hal yang diharamkan. Ingatlah bahwa di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika gumpalan daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuh. Ingatlah, gumpalan daging itu adalah hati.”[1] (HR. Bukhari dan Muslim).

594- وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّّ النَّبِيَّ  ، وَجَدَ تَمْرَةً فيِ الطَّرِيْقِ ، فَقَالَ : (( لَوْلاَ أَنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ مِنَ الصَّدَقَةِ لَأَكَلْتُهَا )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

594. Dari Anas RA, bahwasanya Nabi SAW menemukan sebutir kurma di tengah jalan, kemudian beliau berkata, “Seandainya kalau aku tidak khawatir kalau kurma ini termasuk sedekah, niscaya aku memakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

595- وَعَنْ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِي  قَالَ: (( الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ ، وَاْلإِثْمُ مَاحَاكَ فيِ نَفْسِكَ ، وَكَرَهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

595. Dari An-Nawwas bin Sam’an RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan dosa (kejahatan) itu adalah sesuatu yang membuat kacau pada dirimu, dan kamu tidak senang bila hal itu diketahui orang lain.” (HR. Muslim).

596- وَعَنْ وَابِصَةَ بْنِ مَعْبَد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ  فقَالَ: ((جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ ؟ )) قُلْتُ : فَقَالَ : (( اسْتَفْتِ قَلْبَكَ ، اْلبِرُّ : مَاأَطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ ، وَأَطْمَأَنَّ إِلَيْهِ اْلقَلْبُ ، وَاْلإِثْمُ : مَاحَاكَ فيِ النَّفْسِ ، وَتَرَدَّدَ فيِ الصَّدْرِ ، وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتُوْكَ )) حَدِيْثٌ حَسَنٌ ، رَوَاهُ أَحْمَدُ.

596. Dari Wabishah bin Ma’bad RA., ia berkata, ”Saya datang kepada Rasulullah SAW, kemudian beliau bertanya, ‘Kamu ingin menanyakan tentang kebaikan? Saya menjawab, ”Ya.” Beliau bersabda, ”Tanyalah pada hatimu sendiri, kebaikan itu adalah sesuatu yang membuat jiwa dan hati menjadi tenang. Sedangkan dosa (kejahatan) itu adalah sesuatu yang membuat kacau pada jiwa dan membuat ragu-ragu pada hati, walaupun orang-orang memberi nasehat kepadamu.” (Hadits Hasan[2], HR. Ahmad dan Ad-Darimi dalam musnad keduanya).

597- وَعَنْ أَبِي سِرْوَعَةَ – بكسر السين المهملة وفتحها – عُقبَةَ بْنِ الْحَارِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ ابنَةً لِأَبِي إِهَابِ بْنِ عَزِيْزٍ، فَأتَتْهُ امْرَأةٌ فَقَالَتْ: إنِّي قَد أَرْضَعْتُ عُقْبَةَ وَالَّتِي قَدْ تَزَوَّجَ بِهَا. فَقَالَ لَهَا عُقْبَةُ : مَا أعْلَمُ أنَّكَ أَرْضَعْتِنِي وَلاَ أَخْبَرْتِنِي، فَرَكِبَ إلَى رَسُوْلِ اللهِ  باِلمَدِينَةِ، فَسَأَلَهُ: فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ  ((كَيْفَ وَقَد قِيْلَ؟)) فَفَارَقَهَا عُقْبَةُ وَنَكَحَتْ زَوْجًا غَيْرَهُ. رَوَاهُ الْبُخَارِي.

597. Dari Abu Sirwa’ah Ukbah bin Haris RA, bahwasanya ia menikah dengan putri Abu Ihab bin Aziz, kemudian datanglah seorang perempuan dan berkata, ”Sesungguhnya saya dulu menyusui Ukbah dan juga menyusui perempuan yang dinikahinya itu.” Maka Ukbah berkata kepadanya, ”Saya tidak tahu kalau kamu dulu menyusui saya dan kamu tidak memberi tahu kepadaku.” Kemudian ia pergi ke Madinah[3] untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah bersabda, “Bagaimana lagi sedangkan hal itu sudah jelas.” Kemudian Uqbah menceraikan istrinya, dan istrinya lantas menikah lagi dengan orang lain.” (HR. Bukhari).

598- وَعَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: حَفِظْتُ من رَسُوْلِ اللهِ  : ((دَعْ مايُرِيْبُكَ إلَى مَا لاَيُرِيبُكَ)) رَوَاهُ التُّرْمِذِي.

598. Dari Al-Hasan bin Ali RA, berkata, “Saya selalu ingat pada sabda Rasulullah SAW yang berbunyi, “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu, dan kerjakan apa yang tidak meragukanmu.”(HR. Turmudzi).

599- وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ لِأَبِي بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ غُلاَمٌ يُخْرِجُ لَهُ الخَرَاجَ وَكَانَ أبُوبَكْرٍ يَأْكُلُ مِنْ خَرَاجِهِ، فَجَاءَ يَوْمًا بِشَيْءٍ، فَأَكَلَ مِنْهُ أبُوْ بَكْرٍ، فقَالَ لَهُ الغُلاَمُ : تَدْرِي مَا هَذَا؟ فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: وَمَا هُوَ؟ قَالَ: كُنْتُ تَكَهَّنْةُ لِإِنْسَانٍ فِي الجَاهِلِيَّةِ وَمَا أُحْسِنُ الكَهَانَةَ ، إِلاَّ أَنِّي خَدَعْتُهُ، فَلَقِيَنِي، فَأعْطَانِي لِذَلِكَ، هَذَا الَّذِي أَكَلْتَ مِنْهُ ، فَأدْخَلَ أبُو بَكْرٍ يَدَهُ فَقَاءَ كُلَّ شَيْءٍ فِي بَطْنِهِ، رَوَاهُ الْبُخَارِي.

599. Dari Aisyah RA., ia berkata, “Abu Bakar mempunyai seorang pelayan yang membawakan bekal[4] untuknya, dan Abu Bakar selalu makan dari bekal yang dibawakannya itu. Pada suatu hari pelayan itu datang dengan membawa makanan, maka Abu Bakar pun memakannya, tetapi kemudian pelayan itu berkata, “Tahukah tuan makanan apakah ini?” Abu Bakar bertanya pula, “Makanan apakah ini? Pelayan itu berkata, “Dulu pada masa Jahiliah saya berlagak mendukuni seseorang padahal sebenarnya saya hanya menipu orang itu. Kemudian suatu ketika ia bertemu dengan saya dan memberikan makanan kepada saya karena perbuatan itu[5]. Itulah asal makanan yang tuan makan tadi.” Kemudian Abu Bakar memasukkan jari-jarinya ke dalam mulut sehingga ia memuntahkan semua makanan yang ada di perutnya.” (HR. Bukhari).

600- وَعَنْ نَافِعٍ أَنَّ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، كَانَ فَرَضَ لِلمُهَاجِرِيْنَ الْأَوَّلِينَ أرْبَعَةَ آلافٍ وَفَرَضَ لإِبْنِهِ ثَلاَثَةَ آلاَفٍ وَخَمْسَمِائَةٍ، فَقِيْلَ لَهُ: هُوَ مِنَ المُهَاجِرِيْنَ فَلِمَ نَقَصْتَهُ؟ فقَالَ: إنَّمَا هَاجَرَ بِهِ أبُوْهُ. يَقُوْلُ: لَيْسَ هُوَ كَمَنْ هَاجَرَ بِنَفْسِهِ. رَوَاهُ الْبُخَارِي.

600. Dari Nafi’, bahwasanya Umar bin Khaththab RA membagi belanja sebanyak empat ribu kepada sahabat-sahabat Muhajirin yang hijrah paling awal, tetapi ia hanya membagi tiga ribu lima ratus kepada anaknya. Ketika ada orang yang mengatakan, ”Ia adalah termasuk sahabat-sahabat Muhajirin itu, tetapi kenapa engkau menguranginya? Umar menjawab, “Karena ia dibawa hijrah oleh kedua orang tuanya.” Dan Umar berkata lagi, “Ia tidak bisa disamakan dengan orang yang hijrah sendiri.” (HR. Bukhari).

[1] . Lihat mukaddimah, 3- Faedah-faedah nomer 1
[2] . Syeikh Nashir tidak menyebutkannya, dan hadits ini menurut imam Ahmad 4/228 dan Darimi 2/245: Ayyud bin Abdullah bin Makraz. Imam Hafizh berkata tentang hadits ini dalam kitab Taqrib hadits ini tertutup dari rawi yang ketiga. Dan akan tetapi hadits Muslim dan Tirmidzi memperkuat hadits ini/ lihat Shahihul Jami’is Shagir halaman 2882.
[3] . Maksudnya dari Mekkah ke Madinah.
[4] . Maksudnya bekal yang diambil dari hasil pajak.
[5] . Imam Hafizh berkata dalam kitab Fathul Bari 7/154, “Bahwasanya Abu Bakar memuntahkan kembali makanan itu karena menurutnya makanan dukun itu haram.