Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Tentang Sikap Seorang Pemimpin

Hadits Tentang Sikap Seorang Pemimpin
78-Sikap Seorang Pemimpin serta Anjurang Memperhatikan Arahan-arahan mereka.

Allah SWT berfirman:

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ [الشعراء : 215]

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (Qs. Asy-Syu’araa (26): 215).

Pada ayat lain Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ [النحل : 90].
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Qs. An-Nahl (16): 90).

658- وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ  يَقُوْلُ: ((كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الإمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ في أَهْلِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ في بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ)) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

658. Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami aalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Pelayan dalah pemimpin dalam mengelola harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu, kalian sebagai pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

659- وَعَنْ أَبِي يَعْلَى مَعْقِل بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ  يَقُوْلُ: ((مَامِنْ عَبْدٍ يَستَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً، يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّة)) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
وَ فِيْ رِوَايَةٍ : فَلَمْ يَحُطْهَا بِنُصْحِهِ لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ.
وَ فِيْ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : مَا مِنْ أَمِيْرٍ يَِلي أُمُوْرَ الْمُسْلِمِيْنَ , ثُمَّ لَا يَجْهَدْ لَهُمْ وَ يَنْصَحُ لَهُمْ , إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ.

659. Dari Abu Ya’la Ma’qil bin Yasar RA, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba yang diberi kepercayaan memimpin rakyatnya oleh Allah SWT, dan ia mati dalam keadaan menipu rakyat, melainkan Allah haramkan surga untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat Muslim dikatakan: Seorang penguasa yang menguasai urusan umat Islam, sedang ia tidak memperhatikan dan memberi nasehat, pasti ia tidak akan masuk surga bersama mereka.”

660- وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ  يَقُوْلُ فِي بَيْتِي هَذَا: ((اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا، فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ، وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا، فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ)) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

660. Dari Aisyah RA, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW berdo’a di rumahku ini, “Ya, Allah, siapa saja yang diberi kekuasaan mengurusi umatku kemudian ia menyengsarakan mereka, maka persulitlah ia. Dan siapat saja yang diberi kekuasan, kemudian ia mempermudah mereka, maka mudahkanlah ia.” (HR. Muslim).

661- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  : ((كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوْسُهُمْ الأَنْبِيَاء، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وأَنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي، وَسَيَكُوْنُ بَعْدِي خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُوْنَ))، قَالَوا: يَا رَسُوْلَ اللهِِ فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: ((أَوْفُوْا بِِبَيْعَةِِ الأَوَّلِ فَالأَوَّلُ، ثُمَّ أعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ، وَاسْأَلُوا اللهَ الَّذِي لَكُمْ، فَإنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ)) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

661. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Dahulu, Bani Israil selalu dibimbing oleh para nabi. Setiap seorang nabi wafat, maka diganti oleh nabi yang lain. Tetapi tidak akan ada nabi lagi sesudahku. Yang ada hanya para khalifah, bahkan sangat banyak jumlahnya. Para sahabat bertanya, ’Apa yang engkau perintahkan pada kami?.’ Beliau menjawab, ”Tepatilah bai’at (janji setia)mu yang pertama, kemudian berikan kepada mereka apa yang menjadi haknya. Dan mohonlah kepada Allah agar apa yang menjadi hakmu terpenuhi. Karena Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka di dalam memimpin umat.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

662- وَعَنْ عَائِذِ بْنِ عَمْرُو رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى عُبَيْدِ اللهِ بْنِ زِيَادٍ، فَقَالَ لَهُ: أيْ بُنَيَّ، إنِّي سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ  يَقُوْلُ: ((إنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الحُطَمَةُ)) فإيَّاكَ أن تَكُونَ مِنْهُم. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
662. Dari A`idz bin Amr, ketika ia masuk ke rumah Ubaidillah, ia berkata, ”Wahai anakku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sejahat-jahat pemimpin adalah pemimpin yang lalim.[1] Oleh karena itu, janganlah klaiam termasuk golongan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

663- وَعَنْ أَبِي مَرْيَمَ الَأزْدِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ لِمُعَاوِيَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ  يَقُوْلُ: ((مَنْ وَلاَّهُ اللهُ شَيْئًا مِنْ أُمُورِ المُسْلِمِيْنَ، فَأحْتَجَبَ دُوْنَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وفَقْرِهِمْ، أحْتَجَبَ اللهُ دُوْنَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ يَوْمِ القِيَامَةِ)) فَجَعَلَ مُعَاوِيَةُ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَالتُّرْمِذِي.

663. Dari Abu Maryam Al-Azdi, ia berkata kepada Mu’awiyah, “ saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk mengurusi umat Islam, sedang ia tidak memperhatikan kedukaan dan kemiskinan mereka, maka Allah SWT tidak akan memperhatikan kepentingan[2], kedukaan dan kemiskinannya pada hari kiamat. Kemudian Mu’awiyah mengangkat seseorang untuk mengurusi segala kepentingan manusia.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

[1] . Penjelasan hadits ini terdapat pada hadits nomer 197. dan semoga kalimat Muttafaq alaihi adalah dari pengarang kitab ini atau penulis. Syeikh Syu’aib berkata: Hadits ini tidak terdapat dalam shahih Bukhari.
[2] . Yaitu dengan tidak mengabulkan doa serta tidak mewujudkan cita-citanya. Saya katakana: bahwasanya salah satu dari sanad hadits ini adalah shahih sebagaimana yang dijelaksan dalam kitab Shahihah nomer 629.