Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TAFSIR LANGKAH MUHAMMADIYAH TAHUN 1938-1940

TAFSIR LANGKAH MUHAMMADIYAH TAHUN 1938-1940
Sahabat kajianmuh yang dirahmati Allah. Setelah kita membahas 12 langkah Muhammadiyah secara singkat pada konten kalender yang saat ini sudah mencapai langkah ke-tujuh. Maka kami akan melanjutkan pembahasan materi tersebut dengan Tafsir Langkah Muhammadiyah tahun1938-1940 yang dikenal dengan langkah 12 yang akan di buat beberapa sesi. Dimulai dengan Tafsir Langkah Pertama :

Memperdalam Masuknya Iman Muqaddimah

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ (٦) وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ فِيْكُمْ رَسُوْلَ اللّٰهِ ۗ لَوْ يُطِيْعُكُمْ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنَ الْاَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ حَبَّبَ اِلَيْكُمُ الْاِيْمَانَ وَزَيَّنَهٗ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ اِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الرّٰشِدُوْنَۙ (٧)
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus". (Q.s. Al-Hujarat: 6-7)

Sebab ayat itu turun adalah karena ada sesuatu kejadian, "Pada suatu masa, ketika kaum muslimin mengeluarkan zakat, Rasulullah mengutus seorang dari sahabatnya yang bernama Walid bin Uqbah ke desa Bani Al-Musthalik untuk menerima zakat dari penduduk desa itu. Tetapi sayang, bahwa (diri) Walid bin Uqbah telah menaruh dendam terhadap penduduk desa itu, dendam yang telah tertanam sejak zaman jahiliyah (sebelum ia masuk Islam)

Kedatangan Walid di desa itu disongsong oleh segenap penduduk dengan upacara barisan kehormatan. Akan tetapi oleh karena Walid sudah mempunyai benih ketakutan, maka sambutan mereka itu, disangkanya bahwa orang-orang itu akan membunuhnya. Sebab itu, dengan segera ia kembali melarikan diri, sebelum bertemu dengan orang-orang yang dituju. Dan setelah tiba di Madinah, ia pun menghaturkan kepada Rasulullah, bahwa dirinya terancam oleh penduduk Bani Al-Mustholik.

Setelah Rasulullah mendengar pengaduan itu, dengan seketika baginda bertitah supaya menyiapkan bala tentara untuk menundukkan desa tersebut. Akan tetapi sebelum bala tentara tadi berangkat, timbullah di hati Rasulullah keragu-raguan atas benar atau tidaknya pengaduan itu. Maka segera diutuslah Khalid bin Walid untuk menanyakan kebenaran pengaduan itu.

Dengan segera Khalid bin Walid berangkat ke desa Bani Al-Musthalik dan sesampainya di sana, ia diterima dengan gembira dan kehormatan, karena memang sesungguhnya kedatangan utusan Rasulullah itu di nanti-nanti dan sangat diharap-harapkan".

Menilik riwayat tersebut, jelaslah bahwa iman itu syarat yang terpokok di dalam keselamatan dan kebahagiaan masyarakat, karena iman itu adalah sesuatu pintu yang kokoh untuk menutup rapat terjadinya fitnah yang seringkali mengalirkan bahaya kepada masyarakat, mendatangkan perpecahan, permusuhan, dan lain-lainnya.

Oleh karena itu, iman perlu diperdalamkan kepada segenap anggota Muhammadiyah, terutama agar masyarakat Muhammadiyah bisa bahagia. Mengingat firman Allah dalam surat Al-Hujarat itu dan mengingat juga akan kepentingan iman, telah diambil oleh Muhammadiyah untuk langkahnya yang pertama ialah: Memperdalam Masuknya Iman.

Apakah Iman itu dan seperti apakah Iman yang sebenar-benarnya itu? Tersebut dalam hadits:

، الإيمان عقد بالقلب وإقرار باللسان وعمل بالأركان.رواه ابن مجه

"Iman itu adalah kepercayaan di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan". (H.R. Ibnu Majjah)

Menilik sabda Rasulullah itu, jelaslah bahwa Iman yang shadik (benar) itu tidak cukup hanya di dalam hati dan diucapkan dengan lisan, tetapi juga harus dibuktikan dengan amal atau praktik, karena Iman yang tidak dibuktikan dengan amal, sesungguhnya dialah Iman yang tidak berarti.

Bolehkah orang itu dikatakan percaya kepada dokter, kalau orang itu tidak menurut kepada perintah dan nasehatnya? Bolehkah kita dikatakan percaya kepada Allah, jika kita tidak menurut segala perintahNya dan tidak menjauhi segenap larangan-Nya? Jawaban dari kedua pertanyaaan itu tentunya adalah "TIDAK".

Untuk menambah jelasnya keterangan di atas, perlu kami uraikan suatu riwayat.

"Pada suatu waktu, kaum kafirin Quraisy mengadakan suatu rapat untuk mengumumkan putusan yang telah mereka putuskan, ialah putusan "Sikap Terhadap Rasulullah". Dalam rapat itu, seorang dari mereka mengumumkan keputusan itu yang ringkasnya begini: 'Barangsiapa dapat membunuh Muhammad akan diberi hadiah 100 ekor unta kalau tidak suka menerima unta boleh menerima uang kontan seharga seratus unta itu'."

Diantara hadirin dalam rapat itu, ada seorang yang sedang menanggung kesusahan di dalam hidupnya. Maka dengan segera meninggalkan rapat dan mencari Rasulullah hendak membunuhnya. Lebih dahulu ia datang ke rumah Rasulullah tetapi tidak dijumpainya, ia hanya dapat melihat suatu papan yang tertulis di atasnya ayat Al-Qur'an. Tulisan itu diamat-amati benar dan ia pun lalu menanyakan kepada seorang perempuan yang ada di situ di mana gerangan Muhammad pergi. Pertanyaan itu mendapat jawaban, bahwa Rasulullah ada di Darul Arqam. Dengan tiada membuang waktu, ia pun ke sana.

Ketika orang itu tiba di Darul Arqam, maka orang-orang yang ada di situ lari bersembunyi, kecuali baginda Nabi sendiri. Mengapa demikian? Sebab orang itu adalah Umar bin Khatab, musuh Islam yang amat kuat dan berani, sangat bengis terhadap pengikutpengikut Nabi.

Pucuk dicinta ulam tiba. Berkat rahmat dan hidayah Allah, kedatangan Umar tidak jadi hendak membunuh Rasulullah, tetapi malah melahirkan keinginannya hendak masuk Islam. Sesudah ia diterima, ia pun lalu menanyakan "sikap" apa yang diambil oleh muslimin terhadap kafirin. Dijawabnya "dengan sembunyi." Umar meminta supaya sikap itu dirubah dan diganti dengan sikap "terang-terangan", dan kalau sekiranya keberatan, supaya ia sendiri dikecualikan.

Setelah selesai, Umar lalu pergi kembali ke rapat kaum kafirin dan dengan tegak ia menyatakan Islamnya dan meminta kepada rapat supaya putusan "membunuh Muhammad" itu diganti dengan "membunuh Umar".

Dari riwayat di atas, kita dapat melihat, bagaimana ikhwal Umar waktu itu percaya kepada jibti dan thaghut dan betapa pula keadaannya sesudah beriman kepada Allah. Sabda Rasulullah saw;

لَيْسَ الْإِيمَانُ بِالتَّحَلِّي وَلَا بِالتَّمَنِّي؛ وَلَكِنْ مَا وَقَرَ فِي الْقَلْبِ وَصَدَّقَتْهُ الْأَعْمَالُ

"Bukanlah iman itu dengan cita-cita, tetapi iman itu kepercayaan yang tetap di dalam hati dan dibuktikan dengan amal". (HR. Dailami dari Anas)

Jalan untuk memperdalam masuknya Iman. Adapun jalan untuk memperdalam masuknya iman itu, kita harus mengambil dua macam jalan:

a. Menambah tebalnya Iman; dan
b. Menjaga supaya cahaya Iman itu senantiasa cemerlang.

Bila akan menggunakan jalan a (menambah tebalnya iman) kita harus mengambil dua jalan lagi, yaitu:

  1. Mau'idhah atau nasehat-nasehat dengan mendatangkan ayat-ayat atau hadits-hadits yang meniadakan iman dengan diiringi ayat-ayat serta hadits-hadits yang mengadakan dan mengutamakan iman; dan
  2. Mau'idhah dengan mengambil riwayat-riwayat yang berhubungan dengan keimanan.
Sumber : Manhaj gerakan Muhammadiyah, ideologi, khittah dan Langkah. Hal 397