Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Niat Dan Keikhlasan

Hadits Niat Dan Keikhlasan
BAGIAN I
IKHLAS DAN NIAT DALAM SEGALA
PERILAKU KEHIDUPAN

Berikut ini adalah hadits tentang niat dan keikhlasan yang terdapat dalam kitab riadhussalihin An-Nawawi:

قَالَ الله تَعَالَى : ] وَمَا أُمِرُوا إلاّ لِيَعْبُدُو الله مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ, وَيُؤْ تُو الزَّكَاةَ, وَذَلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ [ ( البينة: 5 )
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan memurnikan[1] ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus[2], dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Qs. Al-Bayyinah [98]: 5).

Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالَ تَعَالَى: ] لَنْ يَنَالَ اللهَُ َلحُوُْمُهَا وَلا َدِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَقْوَى مِنْكُم[ ( الحج: 37)
Allah Ta’ala berfirman:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai(keridhaan)Allah, tetapi ketakwaanmulah yang dapat mencapainya[3].” (QS Al-Hajj[22]:37)
وَقَالَى تَعاَلَى: ] قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِى صُدُوْرِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ الله[ ( آل عمرن:29 )
Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah, apabila kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu, atau kamu menampakannya, pastilah Allah mengetahuinya.” (Ali Imran[3]: 29)
۱ – وَعَن أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِي حَفْضٍ عُمَرُ بْنِ الْخَطَّابِ بْنِ نُفَيْلِ بْنِ عَبْدِ العُزَّى بِنْ رِيَاحِ بْنِ عَبْدِ الله بْنِ قُرْطِيْنِ رَزَاحِ بْنِ عَدِي بن كَعْبِ بْنِ لُؤَيَّ بن غَالِبٍ القُرَشِيّ اَلْعَدَوِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْل الله r يَقُولُ :» إِنَّماَ الْأَعِْمَالُ بِاالنِّيـَّاتِ, وَإِنَّمَا لِكُلَّ امْرِئٍ مَانَوَى, فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَىالله وَرَسُوْلهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلهِ, وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْـيَا يُصِيبُهَا, أَوْ إِمْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إلَى مَاهَاجَرَ إِلَيْه « . مُتَّفَقٌ عَلى صِحَّتِهِ.
1. Dari Amiril Mukminin Abu Hafs Umar bin Khatab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib Al-Qurasyiy Al-Adawiy ra., ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda: "Setiap amal harus disertai dengan niat. Karena setiap amal seseorang tergantung dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa saja yang hijrahnya(dari Makah ke Madinah) karena Allah dan Rasul-Nya(melakukan hijrah demi mengagungkan dan melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya)maka hijrahnya tertuju kepada Allah dan Rasul-Nya(diterima dan diridhai Allah). Barang siapa yang melakukan hijrah demi kepentingan dunia yang diharapkannya, atau karena perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sebatas kepada sesuatu yang menjadi tujuannya (tidak diterima oleh Allah).” (HR.Bukhari dan Muslim)
۲ – وَعَن أُمِّ المُؤْمنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ الله عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهُا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْل الله r : » يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ فَإِذَا كَانُوْا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ « قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُوْل الله كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيْهِمْ أَسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ ؟ قَالَ: » يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلى نِيَّاتِهِمْ « مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. هَذَا لَفْظُ البُخَارِي.
2. Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah ra., ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Ada sekelompok pasukan yang akan menyerang Ka’bah, namun ketika mereka sampai di tanah lapang[4], mereka dibinasakan mulai dari pasukan terdepan sampai yang paling belakang. Aisyah bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka dibinasakan dari depan sampai yang paling belakang, padahal diantara mereka ada yang berbelanja[5] serta ada pula orang yang bukan dari golongan mereka?” Beliau menjawab: “Mereka dibinasakan dari yang paling depan hingga yang paling akhir, kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niatnya masing-masing.” (HR.Bukhari dan Muslim)
۳ - وَعَن عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنهَا قَالَتْ: قَالَ النَّبِيُّ e:» لاَهِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ, وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ, وَإِذَ أَسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا « . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
3. Dari Aisyah ra, ia berkata: “Nabi SAW. bersabda: "Tidak ada hijrah setelah kota Makkah direbut kembali, yang ada adalah jihad (berjuang dijalan Allah) dan niat. Oleh karena itu, jika kalian dipanggil untuk berjihad[6], maka berangkatlah!” (HR.Bukhari dan Muslim)
4- وَعَن أَبِى عَبْدِ الله جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اَلْأَنْصَارِي رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ r فِيْ غَزَاةٍ فَقَالَ: » إنَّ بِالْمَدِيْنَةِ لَرِجَالاً مَاسِرْتُمْ نَسِيْرًا, وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا, إِلَّا كَانُوْا مَعَكُمْ حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ «. (وَفِي رِوَايَةٍ): » إِلاَّ شَرَكُوكُمْ فِي الأَجْرِ « رَوَاهُ مُسْلِمُ.
4. Dari Abu Abdillah Jabir bin Abdillah Al-Anshariy ra., ia berkata: “Kami bersama Nabi SAW. dalam salah satu peperangan, kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya di Madinah terdapat beberapa orang, tidaklah kalian menempuh suatu perjalanan atau menyebrangi sebuah lembah, kecuali mereka senantiasa bersama kita, sedangkan mereka (sekarang) terhalang karena sakit.” Dalam salah satu riwayat disebutkan, Rasulullah bersabda: “Melainkan mereka selalu menyertai kalian didalam mencari pahala”. (HR. Muslim)
۵ - عَن أَنَسٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: رَجَعْناَ مِنْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ مَعَ النَبِيِّ r فقَالَ: » إِنَّ أَقْوَامًا خَلْفَنَا بِالْمَدِيْنَةِ مَاسَلَكْناَ شِعْبًا وَلاَ وَادِيًا, إِلاَّ وَهُمْ مَعَناَ, حَبَسَهُمْ العَذْرٌ «. رَوَاهُ الْبُخَارِي
5. Dari Anas ra., ia berkata: “Kami bersama-sama dengan Nabi SAW. kembali dari peperangan Tabuk, kemudian beliau menjelaskan: "Sesungguhnya beberapa kaum atau orang telah tertinggal di Madinah, mereka senantiasa bersama kita, baik ketika keluar masuk pedusunan maupun sewaktu menyebrangi lembah, yang menghalangi mereka hanyalah uzur.” {HR.Bukhari}
6 – وَعَنْ أَبِي يَزِيْدٍ مَعْنِ بْنِ يَزِيْدِ بْنِ اْلَأخْنَسِ- رَضِيَ الله عَنْهُمْ- وَهُوَ وَأَبُوْهُ وَجَدُّهُ صَحَابِيُّوْنَ-قَالَ: كَانَ أَبِي يَزِيْدُ أَخْرَجَ دَنانِيرَ يَتَصَدَّقُ بِهَا, فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَجُلِ فِي الْمَسْجِدِ: فَجِئْتُ فَأَخَذْتُهَا فَأَتَيْتُهُ بِهَا.فَقَالَ: واللهِ مَاإِيَّكَ أَرَدْتُ, فَخَاصَمْتُهُ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ r فقَالَ: »لَكَ مَا نَوَيْتَ يَا يَزِيْدُ, وَلَكَ مَاأَخَذْتَ يَامَعَن « رَوَاهُ الْبُخَارِى.
6. Dari Abu Yazid Ma’an bin Yazid bin Al-Akhnas ra., ia berkata: “Ayahku Yazid biasa mengeluarkan beberapa dinar, untuk disedekahkan dan dipercayakan kepada seseorang di masjid untuk membagikannya. Kemudian aku datang ke masjid untuk meminta sebagian dari dinar itu, dan menunjukan kepada ayahku, lalu ayahku berkata: “Demi Allah, dinar itu tidak aku sediakan untukmu.” Perkara itu pun aku sampaikan kepada Rasulullah SAW., maka beliau bersabda: “Bagimu apa yang kamu niatkan hai Yazid, dan bagimu apa yang kamu ambil hai Ma’an.” (HR.Bukhari)
۷ – وَعَنْ أَبِي إِسْحَاقَ سَعْدُ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ, مَالِكُ بْنِ أُهَيْبِ بْنِ عَبْدِ مَنَافِ بْنِ زُهْرَةَ بْنِ كِلابِ بْنِ مُرَّةَ بْنِ كَعْبِ بْنِ لُؤَيِّ اَلْقُرَشِيَّ الزُّهرِيَّ رَضِيَ الله عَنْهُ: أَحَدَ الْعَشَرَةِ الْمَشْهُوْدِ لَهُمْ بِالْجَنَّةِ رَضِيَ الله عَنْهُم, قَالَ:جَاءَنِي رَسُوْلُ الله r يَعُودُنِي عَامَ حَجَّة ِالوَدَاعِ مِنْ وَجِعٍ اِشْتَدَّبِيْ, فَقُلْتُ: يَارَسُوْلَ الله إِنِّي قَدْ بَلَغَ بِيْ مِنَ الوَجَعِ مَاتَرَى, وَأَنَا ذُوْ مَالٍ وَلاَ يَرِثُنِيْ إِلاَّ ابْنَةٌ لِى, أَفَأَ تَصَدَّقُ بِثُلُثَىْمَاليِ؟ قَالَ: » لا « قُلْتُ فَالشَطْرٌ يَا رَسُوْلَ الله ؟ فَقَلَ:» لاَ « قُلْتُ: فَا الثُّلُثُ يَارَسُوْل الله ؟ قَالَ:» الثُلُثُ وَالثُلُثُ كَثِيْرٌ- أوْ كَبِيْرٌ – إِنَّكَ إِنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدْرَهُمْ عَا لَةً يَتَكَفَّفُوْنَ النَّاسَ, وَإِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِيْ بَهَا وَجْهَ الله إَلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهِ حَتَّى مَاتَجْعَل فِي فِىِّ أَمْرَأَتِكَ «, قَالَ: فَقُلْتُ : يَارَسُوْلَ الله أُخَلَّفُ بَعْدَ أَصْحَابِيْ ؟ قَالَ:» إِنَّكَ لَنْ تُخَلَّفَ فَتَعْمَلْ عَمَلاً تَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ الله إِلاَّ ازْدَدْتَ بِهِ دَرَجَةً وَرِفْعَةً, وَلَعَلَّكَ أَنْ تُخَلَّفَ حَتَّى يَنْتَفِعَ بِكَ أَقْوَامٌ وَيُضَرَّ بِكَ أَخَرُونَ. اللَّهُمَّ امْضِ لِأَصْحَابي هِجْرَتَهُمْ وَلاَ تَرَدَّهُمْ عَلى أَعْقَبِهِمْ, لَكِنِ الْبَائِسُ سَعْدُ بْنُ خَوْلَةَ « يَرْثِي لَهُ رَسُوْل الله r أنْ مَاتَ بِمَكَّة. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
7. Dari Abu Ishak Sa’ad bin Abi Waqqash Malik bin Uhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin ka’ab bin lu’ay Al-Qurasyiy Az-Zuhriy ra.(beliau salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin masuk Surga[7]) ia berkata: “Rasulullah SAW. menjenguk aku ketika haji Wada’[8], karena sakit keras, kemudian aku berkata: “Wahai Rasulullah sesungguhnya sakit aku sangat keras sebagaimana yang engkau lihat, sedangkan aku memiliki harta yang cukup banyak dan yang mewarisinya hanya seorang anak perempuan. Bolehkah aku sedekahkan dua pertiga dari harta aku itu? Beliau menjawab: “Tidak boleh.” Aku bertanya lagi: “Bagaimana kalau separuhnya?” Beliau menjawab: “Tidak boleh.” Aku bertanya lagi.”Bagaimana kalau sepertiganya?” Beliau menjawab: “Ya sepertiga. Dan sepertiga itu (sebenarnya) banyak dan cukup besar. Apabila kamu meninggalkan bagi ahli warismu kekayaan yang banyak, maka hal itu lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, sehingga mereka terpaksa meminta-minta kepada orang lain. Sesungguhnya apa yang kamu nafkahkan dengan maksud untuk mencari ridha Allah pasti kamu diberi pahala, termasuk apa yang dimakan oleh istri kamu.” Kemudian aku bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah aku akan segera berpisah dengan kawan-kawanku[9]?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya kamu belum akan berpisah. Kamu dapat terus menambah amalan yang kamu niatkan untuk mencari ridha Allah, sehingga akan bertambah derajat dan keluhuranmu. Dan barangkali kamu akan segera meninggal setelah sebagian orang mengambil manfa’at darimu, dan sebagian lain merasa dirugikan olehmu. Seraya berdo’a Abu Ishak berkata: “Ya Allah, mudah-mudahan sahabat-sahabatku dapat melanjutkan hijrah mereka dan janganlah engkau mengembalikan mereka ketempat yang mereka tinggalkan, tetapi kasihan si Sa’ad bin Kaulah yang selalu diakungkan oleh Rasulullah karena ia mati di Makkah.” HR.Bukhari dan Muslim)
۸- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخَرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْل الله r :» إن الله لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجِسَامِكُمْ, وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ, وَلَكِنْ يَنْظُرُ إٍلَى قُلُوبِكُمْ ( وَأَعْمَالِكُمْ ) رَوَاهُ مُسْلِمُ.
8. Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Syakhr ra., ia berkata: “Rasulullah SAW.berkata: ‘Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia memandang kepada hati kalian (Dan amal kalian) [10].” (HR.Muslim)
۹- وَعَنْ أَبِي مُوْسَ عَبْدُ الله بْنِ قَيْسِ اَلْأَشْعَرِيًّ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: سُئِلَ رَسُوْل الله r عَنِ الرَّجُلِ يُقَاتِلُ شَجَاعَةَ, وَيُقَاتِلُ حَمِيَّةً , وَيُقَاتِلُ رِيَاءً, أَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيْلِ الله ؟.
فقَالَ رَسُوْل الله r :» مَنْ قَتَلَ لِتَكُونُ كَلِمَةُ الله هِيَ الْعَلْيَا فَهُوَ فِيْ سَبِيْل الله « مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
9. Dari Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ariy ra., ia berkata: “Rasulullah SAW. pernah ditanya, manakah yang termasuk berperang dijalan Allah? Apakah berperang karena keberanian, kesukuan[11], atau yang berperang karena ria’[12]? Rasulullah SAW., menjawab: “Siapa saja yang berperang dengan maksud agar kalimat Allah terangkat, maka itulah perang di jalan Allah[13].”
۱۰- وَعَنْ أَبِي بَكْرة نُفَيْعِ بْنِ الْحَارِثِ رَضِيَ الله عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ r قَالَ: » إِذَ الِْتَقَى المُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَا القَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّار « قُلْتُ يا رَسُوْل الله هذَ القَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقتُولِ ؟ قَالَ: إِنَّهُ كَانَ حَرِيْصًا عَلى قَتْلِ صَاحِبِهِ « مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
10. Dari Abu Bakrah Nufa’i bin Harits Ats-Tsaqafi ra, ia berkata: “Nabi SAW.bersabda: ‘Apabila dua orang muslim bertengkar dengan pedangnya, maka orang yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama berada dalam neraka.” Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, sudah wajar yang membunuh masuk neraka, tetapi kenapa yang terbunuh juga masuk neraka?” Beliau menjawab: “Karena ia juga mempunyai ambisi untuk membunuh kawannya.” (HR.Bukhari dan Muslim)
۱۱- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْل الله r :» صَلاَةُ الرِّجَلُ فِيْ جَمَاعَةٍ تَزِيْدُ عَلى صَلاَتِهِ فِيْ سُوْقِهِ وَبَيْتِهِ بضْعًا وَعِشرِيْنَ دَرَجَةَ وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَ تَوَضًأ فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ: ثُمَّ أَتَى الَمَسْجِدَ لاَيُرِيْدُ إِلاَ الصًّلاَةِ, لاَيَنْهَزُهُ إِلاَ الصَّلاَةُ: لَمْ يَحِطُ حُطْوَةً إِلاَّ رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ: وَحُطَّ عَنْهُ بِِهَا خَطِيْئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ, فَإِذاَ ذَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي الصَّلاَةِ مَاكَانَتْ الصَلاَةُ هِيَ تَحْبِسُهُ: وَالمَلاَ ئِكَةُ يُصَلُّو نَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَادَامَ فِيْ مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلَّى فِيْهِ يَقُوْلُونَ: اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ: الَّلهُمَّ اغْفِرْ لَهُ : اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْه, مَالَمُ يُؤْذِ فِيهِ مَالَمْ يُحْدِثْ فِيْهِ « .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وهذالفظ مسلم.
11. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah SAW. bersabda: ‘Salat seseorang dengan berjama’ah, lebih banyak pahalanya dari pada salat sendirian di pasar atau dirumahnya, dengan selisih dua puluh derajat. Karena seseorang yang telah menyempurnakan wudhunya, kemudian pergi kemesjid dan tidak berniat kecuali untuk salat, maka setiap langkah diangkatkan satu derajat dan diampuni satu dosa, sampai ia masuk masjid. Apabila ia telah berada dalam masjid ia dianggap mengerjakan salat selama menunggu dilaksanakannya. Para malaikat mendo’akan salah seorang dari kalian selama ia berada di tempat duduk dimana ia sholat diatasnya: “Ya Allah, kasihanilah dia, ampunilah dosa-dosanya, terimalah taubatnya selama tidak berbuat gaduh di dalamnya dan tidak berhadats.” (HR.Bukhari dan Muslim)
۱۲ – وَعَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عبَدْ ُالله بْنِ عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ رَضِيَ الله عَنْهُما, عَن رَسُوْلِ الله r فِيْمَا يَرْوِى عَن رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالىَ . قَالَ: .(( إِنَّ الله كَتَبَ الْحَسَنَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ: فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَ الله تَبَارَكَ وَ تَعَالَى عِنْدَهُ حَسَنَةً كاَمِلَةً, وَ إِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا الله عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِا ئَةِ ضِعْفٍ إِلى أَضْعَافِ كَثِيْرَةٍ, وَإِنْ هَمَّ بِسَيَّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا الله تَعالىعِندَهُ حَسَنَةَ كَامِلَةً, وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا الله سَيَّئَةً وَاحِدَةً « مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
12. Dari Abu Abbas Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthallib ra.ia berkata : “Rasulullah SAW.menjelaskan apa yang diterima dari Tuhannya, yaitu : “Sesungguhnya Allah SWT. mencatat semua perbuatan yang baik dan buruk, kemudian Allah menerangkannya kepada para malaikat: Barang siapa yang bermaksud mengerjakan amal baik, lalu tidak mengerjakannya, maka Allah mencatat maksud baik itu sebagia suatu amal baik yang sempurna. Jika orang itu bermaksud melakukan kebaikan, lalu mengerjakannya, maka Allah mencatat di sisi-Nya senilai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, dan dilipat gandakannya lagi. Dan Siapa saja yang bermaksud melakukan keburukan, lalu tidak jadi melakukannya, maka Allah akan mencatatnya sebagai satu amal baik yang sempurna. Dan apabila ia bermaksud melakukan keburukan, kemudian ia melaksanakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu kejelekan saja.” (HR.Bukhari dan Muslim)
۱۳- وَعَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدُ الله بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ الله عَنْهُما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْل الله r يَقُوْلُ: » انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَاهُمُ المَبِيْتُ إِلَىغَارٍ فَذَخَلُوهُ, فاَنْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنْ الجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمُ الغَارُ: فَقَالُوا: إِنَّهُ لاَيُنْجِيْكُمْ مِنْ هذهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَن تَدْعُوا اللهَ تَعَالى بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ.
قَالَ رجَلُ مِنهُمْ :اللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوانِ شَيْخَانِ كَبِيْرانِ, وَكُنْتُ لاَ أغْبِقُ قَبْلَهُمَا أَهْلاً وَلاَ مَالاَ, فَنَأَى بِيْ طَلَبُ الشَّجَرِ يَوْمًا فَلمْ أَرِحْ علَيْهِمَا حتَّى نمَاَ, فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوْقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَانَائِمَيْنِ, فَكَرِهْتُ أَنْ أُوْقِظَهُمَا وَأَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْمَالآً, فَلَبَثْتُ – وَالقَدَحُ عَلَى يَدِي – أَنْتَظِرُ اسْتِيقَا ظَهُمَا حَتًّى بَرِقَ الْفَجْرُ وَالصَّـبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمَيَّ فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُو قَهُمَا. اللَّهُمًّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذلِكَ ابْتِغِاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنْ هَذهِ الصَّخْرَةِ, فَانْفَرَجَتْ شَيْأً لاَ يَسْتَطِيْعُوْ نَ الخُرُوجَ مِنْهُ.
قَالَ الآخِر: اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَتْ لِي َابْنَهُ عَمٍّ كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسَ إِلّيَ – وَفِيْ رِوَاية: كُنْتُ اُحِبُّهَا كَأَشَدِّ مايُحِبُّ الرَّجُلُ النِسَاءَ – فَأرَدْتُهاَ عَلَى نَفْسِهَا [14] فَامْتَنَعَتْ مِنِّي حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَاسَنَةً مِنَ السِّنِيْنَ فَجَاءَ تْنِي فَأَعْطَيْتُهَا عِشْرِيْنَ وَمِائةَ دِيْناَرِ عَلَى أَنْ تُخَلَّيَ بَيْنِي وَبَيْنَ نَفْسِهَا ففَعَلَتْ,حَتَّى إذاَ قَدَرْتُ عَلَيْهاَ – وَفِيْ رِوايِةِ : فَلَمَّا قَعَدْتُ بَيْنَ رِجْلَيْهَا – قَالَتْ: اتَّقِ الله وَلاَ تَفُضَّ الخَاتَمَ إلاَّ بِحَقِّهِ, فَانْصَرَفْتُ عَنهَا وَهِيَ أَحَبُّ النِّاسِ إِليَّ وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذِى أَعْطَيْتُهَا, اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّامَا نَحْنُ فِيْهِ, فَانْفَرَجَتِ الصًّخْرَةُ, غَيْرَ أَنَّـهُمْ لا يَسْتَطِيْعُونَ الخُرُوجَ مِنْهَا.
وَقَالَ الثَّالِثُ : اللَّهُمَّ اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ وَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ غَيْرَ رَجُل وَاحِدٍ تَرَكَ الَذِي ذَهَبَ, فَثَمَرْتُ أَجْرَهُ حَتَّ كَثُرَتْ مِنْهُ الأَمْوَالُ, فَجَائَنِي بَعْدَ حِيْنٍ فَقَالَ: يَا عَبْدُ الله أدِّ إِلَيَّ أَجْرِي, فَقُلْتَ:كُلُّ ماَتَرَى مِِنْ أَجْرِكَ : مِن َالإِبِلِ وَالبَقَرِ وَالغَنَمِ وَالرَّقِيْقِ.فَقاَلَ: يَا عَبْدُ الله لاَ تَسْتَهْزِئ بِي . فَقُلْتُ: لاَ أَسْتَهْزِئ بكَ, فَأَخَدَهُ كُلَّهُ فَاسْتَاقَهُ مِنْهُ شَيْئًا: اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فَخَرَجواُ يَمْشُونَ « مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
13. Dari Abu Abdurrahman bin Abdullah bin Umar bin Khaththab ra., ia berkata : “Aku mendengar Rasul SAW.bercerita: “Tiga orang dari orang-orang yang datang sebelum kalian sedang berjalan-jalan, kemudian mereka menemukan sebuah gua yang dapat digunakan untuk berteduh dan mereka pun memasukiny. Namun tiba-tiba ada batu besar dari atas bukit yang jatuh menggelinding dan menutupi pintu gua, sehingga mereka tak dapat keluar.
14. Maka salah seorang diantara mereka berkata : “Sungguh tidak ada yang dapat menyelamatkan kalian dari bahaya ini, kecuali jika kalian berdo’a kepada Allah SWT dengan menyebutkan amal-amal saleh yang pernah kalian perbuat.” Salah seorang dari mereka pun berdo’a : “Ya Allah, aku mempunyai orang tua yang sudah renta, kebiasaanku, mendahulukan mereka minum susu sebelum aku berikan kepada anak isteri dan budakku. Suatu hari, aku pergi mencari kayu bakar, dan pulang terlambat sampai keduanya tertidur. Maka aku pun memerah susu untuk persediaan minum keduanya. Aku pun enggan untuk membangunkannya. Dan meskipun demikian, aku tidak memberikan susu tersebut kepada keluargaku atau budakku sebelum keduanya minum. Aku menunggu keduanya terbangun hingga terbit fajar sedangkan anak-anakku menangis terisak-isak meminta susu sambil memegangi kakiku. Ketika keduanya bangun, kuberikan susu itu untuk diminum. Ya Allah jika aku berbuat itu karena mengharap ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.” Kemudian bergeserlah sedikit batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu. Orang kedua pun melanjutkan doanya : “Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai saudara sepupu yang aku cintai.” Dalam riwayat yang lain disebutkan : “Aku sangat mencintainya sebagaimana seorang laki-laki mencintai seorang perempuan, aku selalu ingin berbuat zina dengannya, tetapi ia selalu menolaknya. Beberapa tahun kemudian, ia tertimpa kesulitan. Ia pun datang untuk meminta bantuanku, dan aku berikan kepadanya seratus dua puluh dinar dengan syarat menyerahkan dirinya kapan saja aku menginginkan.” Sehingga ketika suatu hari aku memiliki kesempatan untuk berbuat zina dengannya. Pada riwayat yang lain : “Ketika aku telah berada diantara kedua kakinya”, ia berkata : “Takutlah kamu kepada Allah. Janganlah kamu sobek selaput darahku kecuali dengan jalan yang benar.” Mendengar yang demikian aku meninggalkannya dan merelakan emas yang aku berikan, padahal dia adalah orang yang sangat aku cintai. Ya Allah, jika perbuatan itu karena mengharap ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.” Kemudian bergeserlah batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu.
Orang yang ketiga melanjutkan do’anya : “Ya Allah, aku memperkerjakan beberapa karyawan dan digaji dengan sempurna, kecuali ada seseorang yang meninggalkan aku tidak mau mengambil gajinya terlebih dahulu, kemudian gaji itu aku kembangkan sehingga menjadi banyak, selang beberapa tahun dia datang dan berkata : “Wahai hamba Allah, berikanlah gajiku!” aku berkata : “Semua yang kamu lihat baik unta, sapi, kambing maupun budak yang menggembalanya semuanya gajimu.” Ia berkata : “Wahai hamba Allah janganlah engkau mempermainkan aku.” Aku menjawab : “Aku tidak mempermainkanmu.” Kemudian diapun mengambil semuanya itu dan tidak meninggalkan sedikitpun. Ya Allah jika perbuatan itu mengharap ridha-Mu, maka singkirkanlah batu yang menutupi gua ini.” Kemudian bergeserlah batu tersebut dan merekapun bisa keluar dari dalam gua.” [15] (HR.Bukhari dan Muslim)

(1) Dalam ayat ini, terdapat dalil atas wajibnya berniat di dalam setiap jenis ibadah, baik yang dimaksudkan untuk ibadah itu sendiri, seperti sholat, atau ibadah yang dimaksudkan sebagai syarat bagi jenis ibadah yang lain, seperti bersuci (wudhu). Niat ini diwajibkan, karena tanpa niat, keikhlasan sulit digambarkan secara lahir. Hal ini sesuai dengan pendapat mayoritas ulama. Dan pendapat ini, merupakan pendapat paling benar, tanpa ada keraguan lagi di dalamnya. (Imam Nawawi)
[2] Yaitu mereka yang mengesakan Allah dan berpegang teguh dengan ajaran Islam dengan mengesampingkan semua ajaran agama yang lainnya
[3] Ibnu Juraij berkata: “Orang-orang Jahiliyyah mempunyai kebiasaan untuk melumuri Ka’bah dengan darah dari daging-daging unta yang mereka kurbankan. Maka para sahabat Nabi pun berkata: “Kita lebih berhak untuk melakukan hal itu”. Dalam kondisi demikian, turunlah ayat ini, yang mengandung arti bahwa Allah menerima amalan kaum Muslimin yang didasarkan atas taqwa, bukan atas dasar kebiasaan orang-orang Jahiliyyah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir.
[4] Arti dari lafad البيداء adalah tanah kosong yang tidak ditumbuhi apapun
[5] Maksudnya, para pedagang dan orang-orang yang berbelanja termasuk dengan pasarnya. Hikmah yang dapat dari hadis diatas, antara lain: Suatu kaum yang di antara penduduknya terdapat pemimpin-pemimpin yang banyak bermaksiat, maka akibat yang diderita akan menimpa semua anggota kaum tersebut, larangan untuk bertemankan orang-orang yang senang bermaksiat dan orang-orang yang dzalim, semua perbuatan tergantung dari niat orang yang mengerjakannya.
[6] Diperintahkan untuk pergi berjihad atau untuk tujuan lain yang berkaitan dengan perintah agama
[7] Maksudnya: salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijanjikan masuk surga yang secara serentak disebutkan dalam satu hadis Rasulullah Saw. Adapun selain yang sepuluh, maka banyak lagi terdapat sahabat yang dijanjikan masuk surga, dalam beberapa hadis lain dari hadis-hadis Rasulullah Saw.
[8] Haji terakhir yang dilaksanakan Rasulullah SAW bersama kaum muslimin
[9] Maksudnya: Apakah aku akan tertinggal oleh sahabat-sahabatku jika aku tetap tinggal di Mekkah, setelah engkau dan para sahabatmu kembali ke Madinah?
[10] Imam Muslim, juga yang lainnya, dalam riwayat lain, menambahkan: “dan perbuatan kalian”. Menurut kami, tambahan ini penting, karena kebanyakan orang salah dalam memahami maksud dari hadis ini, dengan tidak adanya tambahan diatas. Contohnya, ketika kita memberi nasehat kepada mereka untuk melaksanakan apa yang telah dianjurkan oleh syari’at, semisal memanjangkan jenggot atau meninggalkan perbuatan menyerupai orang-orang kafir dan lain sebagainya, mereka membantah dan mengatakan bahwa yang penting adalah isi hati. Dalil mereka, adalah hadis ini. Mereka tidak mengetahui bahwa hadis ini memiliki tambahan sesuai riwayat lain yang shahih, sehingga hadis tersebut mengandung makna, bahwa Allah Swt juga memperhatikan setiap apa yang dikerjakan oleh mereka. Sekiranya, apa yang mereka kerjakan benar, Allah akan menerimanya. Dan sekiranya salah, Allah akan menolaknya. Dan itu diperkuat juga oleh dalil dari hadis-hadis yang lainnya, misalnya hadis Rasulullah Saw yang berbunyi: “Barang siapa yang membuat pembaharuan dalam urusan (agama) kami, padahal tidak ada (sandaran) di dalamnya, maka (pembaharuannya) ditolak”.[10]
Dan pada hakikatnya, gambaran hati yang benar tidak mungkin terlihat kecuali dengan kebenaran perbuatan dari orang yang memilikinya (hati). Sebagaimana perbuatan seseorang tidak dikatakan benar, kecuali hatinya benar. Tentang hal ini, dalam sebuah hadisnya yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir, Rasulullah Saw bersabda: “Ketahuilah! Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat sekerat daging, jika ia benar (sehat), maka sehatlah seluruh (perbuatan) anggota tubuhnya. Dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh (perbuatan) anggota tubuhnya). Ketauhilah! Sekerant daging tersebut adalah HATI” (hadis nomor 593). Dan di dalam hadisnya yang lain, Rasulullah Saw bersabda: “Samakanlah shaf kalian! Atau Allah akan mempertentangkan wajah kalian”. Maksudnya hati kalian (hadis nomor 1096)[10]. Rasulullah Saw juga bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Indah, dan menyukai keindahan”. Hadis ini terdapat dalam kitab al-Jamâl al-Mâdy dan sesuai dengan hukum syari’at, tidak sebagaimana yang dipersangkakan oleh kebanyakan ulama. Lihat hadis nomor 617 dalam kitab diatas.
Dan kekeliruan pengarang yang lebih besar, yang kami dapatkan di buku ini Riyâdh ash-Shâlihîn, setelah kami mengadakan penelitian yang seksama terhadap naskah pengarang baik yang terdapat pada manuskripnya, maupun pada kitab yang sudah dicetak, adalah apa yang dilakukan pengarang –rahimahullah- ketika ia secara keliru meletakkan ‘tambahan’ atas hadis ini di tempat yang salah yang menyebabkan makna hadis tersebut menjadi menyimpang lebih jauh lagi. Di dalam hadisnya nomor 1578, pengarang meletakkan tambahan itu setelah lafad ‘shuwarikum’ sehingga hadisnya berbunyi: “ . . . atau (rupa) wajah kalian dan perbuatan kalian, akan tetapi, Dia memperhatikan . . . .”.
Sehingga kekeliruan ini juga menimpa semua penerbit yang mencetak kitab ini, juga para ulama yang mentashih atau mengomentarinya. Bahkan Ibnu ‘Alân, telah menjelaskan hadis diatas secara keliru. Dia berkata dalam kitabnya (4/406): ”Yakni, Allah Swt tidak menentukan pahala seseorang berdasarkan besar tubuhnya, atau keindahan wajahnya atau banyak perbuatan dan amalannya”. Perhatikan! Penjelasan dari Ibnu ‘Alân ini, nyata sekali kekeliruannya. Disamping ia bertentangan dengan nash hadis yang lebih shahih, juga bertentangan dengan berbagai nash, baik yang terdapat di dalam al-Quran maupun Hadis yang menyatakan bahwa pemberian keutamaan kepada hamba-hamba Allah berkenaan dengan derajat surga yang akanmereka huni, didasarkan kepada amalan dan perbuatan mereka yang sholeh, baik sedikit maupun banyak . . . . Diantara ayat al-Quran yang menyatakan demikian, adalah firman Allah: “Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya”. (QS. Al-An’âm ayat 132). Juga firman Allah Swt dalam sebuah hadis Qudsi: “ . . . wahai hamba-hambaku sesungguhnya ia adalah perbuatan kalian yang aku hitung demi kalian, kemudian aku penuhi janjiku atas perbuatan kalian itu, maka jika seseorang diantara kalian mendapatkan dirinya melakukan kebaikan, hendaknya ia mengucapkan alhamdulillah . . . “. Hadis nomor 113.
Karenanya, sangat tidak masuk di akal, sekiranya Allah tidak memperhatikan perbuatan hamba-hamba-Nya, padahal perbuatan mereka adalah faktor utama yang memasukkan mereka ke surga setelah faktor ‘keimanan’. Allah Swt berfirman: “Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. An-Nahl ayat 32).
Lihatlah! Bagaimana taklid telah menyebabkan orang-orang itu menyimpang dari kebenarang dan menjerumuskan mereka ke dalam jurang kekeliruan yang dalam. Hal itu tidak terjadi, melainkan karena mereka menolak untuk meneliti ulang hadis-hadis Rasul yang terdapat di dalam sumber-sumber utama mereka dari kitab-kitab hadis yang mereka jadikan sandaran. Hanya Allah lah Penolong kita.
[11] Berperang demi harga diri, kehormatan dan wibawa keluarga, suku atau bangsa
[12] Berperang karena mengharapkan pujian dari manusia.
[13] Maksudnya, demi tegaknya agama Islam dan ajaran-ajarannya. Hikmah yang terdapat dalam hadis, antara lain: Semua perbuatan tergantung atas niat yang shaleh, keutamaan yang akan didapatkan orang-orang yang berjihad, terutama mereka yang berjihad untuk menegakkan ‘kalimat Allah’.
[14] Demikianlah tertulis dalam naskah aslinya. Dalam riwayat lain lafad yang digunakan adalah: فراودتها " “ yang berarti: Aku memintanya untuk ‘melakukan sesuatu’, sebagaimana yang diminta seorang suami dari istrinya.
[15] Hikmah dari hadis diatas, diantaranya: Anjuran untuk berdo’a ketika menghadapi kesulitan, bolehnya seseorang untuk bertawassul dengan amal sholeh yang diperbuatnya, sebagaimana tawassul boleh dilakukan dengan menggunakan Asma Allah dan Sifat-sifatnya, dikabulkannya do’a orang shaleh, larangan untuk bertawassul dengan para Nabi dan para Wali, karena tidak ada sandaran syar’inya.