Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Buya HAMKA Berjiwa Besar Dan Pemaaf

Buya HAMKA Berjiwa Besar Dan Pemaaf
Berikut penuturan Irfan Hamka Dalam Buku tentang "AYAH" berkenaan dengan jiwa besar dan pemaafnya Buya HAMKA, Irfan Bercerita: "

Ayah seorang yang sederhana. Salah satu akhlaknya adalah berusaha menghindari konflik sekecil apa pun de ngan siapa pun. Hanya pernah satu kali saja Ayah menolak undangan Menteri Agama untuk hadir mengikuti acara di Istana dalam rangka menghormati Paus Johanes yang tengah berkunjung ke Indonesia. 

Beberapa orang Pengurus Besar HMI datang menemui Ayah untuk membujuk, agar Ayah dapat hadir dalam acara ramah-tamah dengan Paus di Istana. Aku yang ketika itu ada di rumah, sempat mendengar ucapan Ayah di ruang tamu di rumah di Jalan Raden Fatah. " Bagaimana saya bisa bersilaturahmi dengan beliau, sedangkan umat Islam dengan berbagai cara, bujukan rayuan, beras, uang, dimurtadkan oleh perintahnya ? 

Dalam masa usia saya yang saat ini 50 tahun, masa kan lalu saya harus terbungkuk-bungkuk bersalaman dengan beliau de ngan wajah manis ? " Ayah menjelaskan alasannya kepada tamunya. 

Dalam masalah akidah, Ayah memang tidak pernah bisa berkompromi. Tapi dalam masalah-masalah lain, Ayah sangat toleran. Ketika Ayah terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, berbagai fitnah dilontarkan ke pribadi Ayah. 

Yang memfitnah bukan orang lain bagi Ayah, bisa dikatakan kenal cukup dekat. Seorang mubaligh pernah mengatakan, " Hamka bukan milik umat lagi. Dia telah menjual dirinya dengan uang satu miliar untuk dapat menduduki jabatan mulia itu. Dia telah menjadi orang istana. " Fitnah itu tidak dilakukan di satu tempat saja. 

Di setiap kesempatan, si mubaligh itu berbicara, di setiap itu pula ia akan menjelek-jelekan Ayah. Tampak betul sakit hatinya mengetahui Ayah dipercaya dan dipilih sebagai Ketua Umum MUI oleh ratusan ulama dari berbagai organisasi seperti NU, Persis, Muhammadiyah, dan Al-Irsyad yang hadir dalam acara Mukhtamar Ulama Islam. 

Aku sering mendengar Bang Rusdji melaporkan pe nyebaran fitnah itu kepada Ayah, namun Ayah tidak pernah bereaksi sedikit pun. Ayah tetap tenang menyikapinya. 

Sewaktu MUI mengeluarkan fatwa haram hukumnya bagi umat Islam mengikuti perayaan Natal bersama, Pemerintah keberatan atas fatwa tersebut. Karena bertentangan dengan Pemerintah dalam hal tersebut, Ayah kemudian mengambil sikap tegas, menyatakan mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum MUI Pusat. 

Setelah tersiar berita Ayah mengambil keputusan mundur dari Ketua Umum MUI, banyak tokoh-tokoh Islam mengucapkan selamat kepada Ayah atas sikap Ayah yang tegas itu. Termasuk tokoh mubaligh yang selalu menghujat Ayah. Sambil merangkul Ayah, ia meminta maaf atas sikapriya selama ini. " 

Tidak ada masalah. Biasa, dalam perjuangan ini kita akan bertemu dengan hal-hal seperti itu. Hanya bagaimana kita menyikapinya, " kata Ayah kepada tokoh tersebut. 

Memoriku kembali pada saat Ayah dulu dilantik sebagai Ketua Umum MUI. Aku masih ingat kata-kata yang Ayah ucapkan. " Kita sebagai ulama telah menjual diri kita kepada Allah semata. Ulama yang telah menjual diri kepada Allah, tidak bisa dijual lagi kepada pihak mana pun, " kata Ayah tegas. 

Dan, satu lagi ucapannya. " Ulama ibarat kue Bika. Dari bawah dipanggang api, dari atas pun dibakar api. Begitu juga ulama, dari bawah oleh umat dan dari atas oleh Pemerintah. "