Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HADITS KE-22 ARBAIN TENTANG AMALAN UNTUK MASUK SURGA

TENTANG AMALAN YANG MENYEBABKAN SESEORANG MASUK SURGA
Hadits Ke-22 Arbain An-Nawawi ini menjelaskan tentang Amalan Yang dilakukan seorang Muslim yang dapat menyebabkan Seseorang Masuk Surga. Sebagaimana Hadits dari Abdullah bin Jabir, Bahwasanya Rasulullah bersabda:

Diriwayatkan dari Abu Abdillah Jabir bin Abdillah Al-Anshari & bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah-dengan mengatakan: “Bagaimana pendapat baginda jika saya melakukan shalat-shalat fardhu, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, serta tidak menambah hal itu sedikit pun; apakah saya akan masuk surga ? " Beliau menjawab: “Ya.” (HR. Muslim). Arti mengharamkan yang haram adalah menjauhinya, dan arti menghalalkan yang halal adalah melakukannya dengan keyakinan mengenai kehalalannya. 

BIOGRAFI RAWI 

Abu Abdillah Jabir bin Abdillah Al-Anshari adalah salah seorang pembesar sahabat. Abdullah ( ayah Jabir ) mati syahid dalam perang Uhud. Nabi pernah berkata kepada puteranya, Jabir: “Wahai ananda, maukah aku gembirakan kamu bahwa Allah telah menjadikan ayahmu hidup.” Ia menjawab: “Tentu.” 

Nabi menjelaskan bahwa ayahnya memohon kepada Allah: “Ya Tuhanku, aku mohon kiranya Engkau berkenan mengembalikan nyawaku dan mengembalikanku ke dunia, sehingga aku bisa mati syahid sekali lagi.” Allah kemudian berkata kepadanya: “Sesungguhnya Aku telah menetapkan bahwa mereka yang mati itu tidak akan kembali lagi ke dunia.” Ayah Jabir ini punya utang, lalu Nabi memohonkan ampun untuk Jabir dalam semalam dua puluh tujuh kali agar Jabir mampu membayar utang ayahnya. 

Di akhir usianya, Jabir mengalami kebutaan, dan akhirnya sahabat ini meninggal di Madinah pada tahun 73 hijriyah dalam usia 94 tahun. Dari Jabir ini diriwayatkan sebanyak 1540 hadits. 

PENGANTAR 

Hadits ini memiliki kedudukan yang tinggi dan menjadi sumber Islam. Sebab, amal perbuatan itu, baik amalan hati maupun amalan badan, ada yang diizinkan yaitu perbuatan yang halal, ada pula yang terlarang yaitu amalan yang haram. Jika seseorang itu telah menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, maka ia berarti telah menunaikan seluruh fungsi agama dan akan masuk surga dengan aman. 

PENJELASAN 

Jabir menjelaskan bahwa "Seseorang bertanya kepada nabi" siapa yang dimaksud tidak dijelaskan, karena intinya adalah peristiwa yang terjadi tidak mencari tau siapa orang yang bertanya tersebut. Kecuali bisa mengubah hukum, maka itu perlu diketahui secara spesifik. 

إذا صليت المكتوبات = Jika Aku shalat wajib

Yaitu shalat lima waktu sehari-semalam, seperti yang Allah sampaikan, " Sungguh, salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” ( An-Nisa ': 103 ) Selain lima waktu, shalat tidak wajib, kecuali adanya sebab yang mewajibkan. Ini bisa diketahui dengan cara mencermati. 

وصمت رمضان = ( Dan aku berpuasa ( di bulan ) Ramadhan ), yaitu berpuasa pada bulan yang sudah familiar ini.  

Puasa menurut etimologi artinya menahan dari segala sesuatu. Menurut pengertian syariat, puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan, sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari sebagai bentuk ibadah untuk Allaha.” Sebagai bentuk ibadah untuk Allah mengecualikan jika orang menahan diri dari hal-hal yang membatalkan demi menjaga kesehatan, atau karena menjalankan pengobatan. Ini bukan puasa syar'i. Karena itu perlu diberi batasan syar'i, yaitu dilakukan sebagai bentuk ibadah. 

وأحللت الحلال ( Aku menghalalkun yang halal ) 

Yaitu melakukan yang halal dengan meyakini hal tersebut halal. Ini makna " Menghalalkan yang halal, karena menghalalkan sesuatu memiliki dua makna; meyakini hal tersebut halal, dan mengerjakannya. 

و حرمت الحرام( Dan mengharamkan yang haram ) Yaitu menjauhi yang haram dengan meyakini hal tersebut haram. 

Hanya saja, Imam Nawawi setelah menyebut hadits ini, tidak mensyaratkan harus diyakini haram, karena menjauhi yang haram itu lebih baik meski tidak diyakini hal tersebut haram. 

Namun ketika diyakini harain, berarti menjauhi hal tersebut bermuatan ibadah. Contoh, seorang tidak meminum khamr, hanya sala tidak tahu kalau khamr haram, hanya karena jiwanya tidak berkenan menerima khamer. Ini tidak berdosa. Namun jika khamr in jauhi dengan keyakinan karena haram, Ini mendapatkan pahala. Insya Allah poln ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian akhir intisari hadits 

أأدخل الجنة ؟ = Apakah aku bisa masuk surga ? 

Surga adalah negeri kenikmatan yang telah Allah sediakan untuk orang orang yang bertakwa. Di sana terdapat kenikmatan-kenikmatan yang belum pernah terlihat mata, terdengar telinga dan belum pemah terlintas di benak manusia.

Di dalam surga terdapat buah-buahan, kurma, delima, di sana juga ada daging, air, susu, dan madu. Nama-namanya memang sama seperti yang ada di dunia, namun esensinya tentu sangat berbeda. 

Allah berfirman dalam hadits qudsi: "Aku sediakan untuk hamba-hambaku kenikmatan-kenikmatan yang belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas di benak manusia.” 

Jangan dikira delima surga sama seperti delima dunia. Delima surga jelas berbeda dari segala hal, seperti yang Allah sampaikan, " Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu ( bermacam-macam nikmat ) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” ( As Sajdah: 17 ) 

Ya jawab beliau.” نعم " Ya, " adalah kata jawab untuk menegaskan pertanyaan yang disampaikan. Artinya, ya kau akan masuk surga. 

INTISARI HADITS 

Pertama; semangat para sahabat dalam bertanya. 

Kedua; menjelaskan puncak tujuan para shahabat. Puncak tujuan mereka adalah masuk surga, bukan banyak harta, keturunan, hidup mewah di dunia, atau yang lain. Ada seorang shahabat, setelah menuntaskan keperluannya, Nabi bertanya, " Mintalah apa yang kau inginkan ? " Aku meminta untuk menemanimu di surga, " sahutnya. Atau yang lain ? " tanya beliau. Itu saja, " jawabnya, beliau kemudian bersabda: فأعني على نفسك بكثرة السجود Maka bantulah aku untuk ( memperbaiki ) dirimu dengan memperbanyak sujud.” Maksudnya sering-sering shalat. Shahabat ini tidak meminta duit, hewan temak, istana, gah ladang, atau harta benda dunia lain, tapi meminta surga. Ini menunjukkan tujuan mereka yang sempurna.

Ketiga; orang yang hanya melaksanakan shalat wajib saja tidaklah tercela, juga tidak terhalang untuk masuk surga, berdasarkan perkataannya, " Bagaimana menurutmu, jika aku shalat wajib ( lima waktu ).” Imam Ahmad berkata tentang orang yang tidak shalat witir, " Dia orang tidak baik, kesaksiannya tidak patut diterima, " bagaimana ini ? Orang yang tidak baik bukan berarti terhalang untuk masuk surga. Orang yang tidak shalat witir memang orang yang tidak baik, padahal shalat witir hanya minimal satu rakaat saja. Ini menunjukkan kalau dia memang cuek dan tidak perduli, toh ia tidak dituntut untuk shalat ber-rakaat-rakaat, hanya satu rakaat saja, meski begitu tetap saja tidak dikerjakan. 

Keempat, shalat dan puasa termasuk sebab masuk surga. Diriwayatkan dari Nabi beliau bersabda, " Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap ( pahala ), dosanya yang telah lalu diampuni.” 

Kelima, jangan menahan diri untuk sesuatu yang halal, berdasarkan perkataannya, " Menghalalkan yang halal.” Menahan diri untuk sesuatu yang halal tanpa alasan syar'i adalah tindakan tercela.

Keenam; haram adalah apa yang Allah haramkan dalam kitab-Nya atau melalui lisan rasul-Nya. Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram berlaku untuk semua hal-hal yang diharamkan dan yang diharamkan. Karena itu si penanya bilang, " Apakah aku masuk surga ? " " Ya, " jawab beliau.” 

Ada sedikit kejanggalan dalam hadits ini, yaitu si penanya bilang, " Aku tidak menambah yang lain selain itu saja.” Kemudian Nabi bilang bahwa ia akan masuk surga. Padahal masih ada rukun-rukun Islam lain yang belum ditunaikan, yaitu zakat dan haji, padahal zakat diwajibkan sebelum puasa. Tentu tidak bisa dibilang kalau hadits ini terjadi sebelum zakat diwajibkan. Berbeda dengan haji, karena bisa saja dibilang bahwa hadits ini terjadi sebelum haji diwajibkan. Bagaimana tanggapannya ? Tanggapan; sepertinya Nabi i tahu bahwa orang yang bertanya ini tidak memiliki harta, beliau juga tahu jika orang tersebut punya harta pasti membayar zakat, karena ia sendiri yang bilang, " Aku haramkan yang haram, " dan tidak mernbayar zakat termasuk perbuatan haram. Terkait haji, jawabannya mudah; mungkin hadits ini terjadi sebelum haji diwajibkan, karena haji baru diwajibkan pada tahun sembilan atau sepuluh hijriyah. Firman Allah w, " Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” ( Al-Baqarah: 196 ) Ini terkait kewajiban menyempurnakan haji, bukan memulai haji. Atau bisa juga dibilang bahwa haji sudah tercakup dalam perkataan, " Aku haramkan yang haram mengingat tidak menunaikan ibadah haji adalah perbuatan haram, seperti itu juga tidak membayar zakat, juga haram. 

Ketujuh; jawaban " Ya " adalah pengulangan untuk pertanyaan yang diajukan, sebab pertanyaan, " Apakah aku masuk surga ? " kemudian dijawab Nabi " Ya, " maksudnya, kau akan masuk surga. Ini sama seperti yang diajukan pada seseorang berikut, " Apa kau menceraikan istrimu, " kemudian ia jawab, " Ya.” Kata-kata " Ya " artinya orang tersebut telah menceraikan istrinya. Misalkan wali nikah bertanya kepada calon mempelai lelaki, " Aku nikahkan kamu dengan putriku, " lalu kami tanyakan pada si calon ini.” Apa kau terima ? " ia menjawab, " Ya.” Jawaban ini sudah cukup sebagai penerimaan, karena kata-kata " ya " sama seperti pengulangan pertanyaan. Semua jawaban " ya " adalah pengulangan atas pernyataan. Misalkan seseorang ditanya, " Apakah kau mewakafkan rumahmu ? " kemudian ia menjawab, " Ya, " berarti rumah tersebut diwakafkan.” Apa kau menjual mobilmu kepada si fulan ? " la menjawab, " Ya, " berarti ia mengakui jual beli tersebut. Imam Nawawi menjelaskan, " Aku haramkan yang haram, " yaitu aku jauhi yang haram, dan " Aku halalkan yang halal, " artinya aku melakukan hal tersebut dengan meyakini kehalalannya. 

Ada makna lain yang tidak disebutkan Imam Nawawi, yaitu meyakini haram itu haram, dan harus seperti itu, karena jika Anda tidak meyakini sesuatu yang haram sebagai sesuatu yang haram, berarti Anda tidak mempercayai hukum syar'i. Seperti itu juga jika Anda tidak meyakini halal itu halal, berarti Anda tidak mempercayai hukum syar'i. Ada kekurangan dalam penafsiran Imam Nawawi di atas. Wallahu alam. 

FIKIH HADITS 

  • Perhatian terhadap ibadah shalat dan puasa. 
  • Amal shalih akan menjadi sebab masuknya hamba ke dalam surga. 
  • Perhatian sahabat terhadap amal perbuatan yang bisa menyebabkan mereka masuk surga.