Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Tentang Madzi dan Cara Membersihkannya

Hadits Madzi dan Cara Membersihkannya
Salah seorang dari shahabat dan juga menantu dari Rasulullah yang banyak mengeluarkan madzi akan tetapi malu bertanya kepada Rasulullah berkenaan dengan hukumnya, kemudian dia menyuruh shahabat yang lain untuk menanyakan persoalan itu kepada Rasulullah sebagaimana hadits dari Ali ibn Abi Thalib ra. berkata:

 كنت رجلا مذاء فاستحييت ان اسأل رسول اللہ ﷺ لمكان ابنته فأمرت فامرت المقداد بن الاسود فسأله ، فقال: يغسل ذكره ويتوضأ 

"Saya (Ali bin Abi Thalib) adalah seorang laki-laki yang banyak mengeluarkan madzi, saya (Ali bin Abi Thalib) malu bertanya kepada Rasulullah tentang hukum yang berkenaan dengan madzi tersebut, Itu karena kedudukan Fatimah adalah istri dari Ali bin Abi Thalib adalah anak dari Rasulullah. Maka saya menyuruh al-Miqdad ibn al-Aswad pergi bertanya. Pertanya an al-Miqdad dijawab oleh Rasul dengan sabdanya: “Zakar yang keluar madzi, di basuh dan mengambil air wudhu kembali.” ( HR. Al-Bukhari dan Muslim ). 

Hadits di atas menyatakan bahwa madzi itu najis, menyuruh kita membasuh zakar yang keluar madzi-nya. Keluar madzi membatalkan wudhu. 

Jumhur ulama berpendapat: “Apabila keluar madzi, basuhlah mulut tempat keluarnya saja.” Al-Auza'y mengatakan: “Apabila keluar madzi, basuhlah seluruh zakar seluruh faraj, bukan mulut zakar saja.” 

Pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama Hanabilah dan Malikiyah. Zhahir hadits ini menyuruh kita membersihkan diri dari madzi yang keluar, dengan membasuhnya. Juga, menyuruh kita membasuh seluruh zakar. 

Dalam suatu riwayat, disuruh membasuhnya. Tegasnya, menurut zhahir hadits, apabila seorang keluar madzi-nya, hendaklah ia membasuh zakarnya, jangan mencukupi dengan membasuh kepala zakarnya saja. Dan hal ini, apabila ditinjau dari aspek kesehatan, sangat nyata manfaatnya membasuh seluruh zakar, untuk mengembalikan keadaan urat-urat zakar yang sudah berubah lantaran keluarnya madzi itu. 

Madzi ialah air yang jernih putih, bergetah, keluar ketika timbul nafsu dan keluar dengan tidak terasa lezat dan tidak terpencar, tidak diiringi oleh kelemahan badan, bahkan bisa jadi tidak dirasakan keluarnya, demikianlah penerangan Al Hafizh dalam al-Fath.

Para ulama telah menyamakan dengan hukum madzi, hukum waddi, yaitu air yang biasa keluar sesudah berkemih. 

Tentang hal membasuh kain yang terkena madzi 

Asy-Syafi'y dan Ishaq mengatakan: “Membasuh kain yang kena madzi, wajib dengan menuangkan air ke atasnya, tidak cukup dengan memercikkan saja. Ahmad mengatakan: “Cukup dipercikkan saja.” 

Asy-Syaukany mengatakan: “Kain yang kena madzi, boleh dibasuh seperti membasuh kain yang kena najis dan boleh dipercikkan air saja, sebagai kencing anak laki-laki yang belum makan selain dari susu ibu.” 

Zhahir hadits ini, menyuruh membasuh zakar. Sebagian ulama menjelaskan bahwa hukum membasuh zakar itu disamakan sama dengan membasuh kain yang kena madzi. 

Di samping itu, hadits tersebut merupakan hadits yang diriwayatkan juga oleh Imam At-Turmudzi yang berkedudukan shahih. Dari Shalih ibn Hanif dijelaskan bahwa untuk membersihkan kain yang kena madzi, caranya adalah cukup dengan dipercikkan air saja. 

Maka apabila dikumpulkan riwayat Muslim dengan riwayat At-Turmudzy, dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa membersihkan kain dari madzi, boleh dengan menyiramkan air ke atasnya, boleh dengan memercikkan air saja. 

Hikmah membasuh zakar itu, ialah hilang segala kelemahan yang menimpa zakar, lantaran adanya rangsangan syahwat. Hal ini ditegaskan al-Thahawy

Berdasarkan Tulisan Dalam Bab Hukum-hukum Najasah dan Cara-cara Membersihkannya Yang ditulis oleh Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy