Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tafsir Surat An-Naas

Tafsir Surat An-Naas
Tafsir Surat An-Naas Ayat 1 sampai dengan 3:

Surat An-naas 1 - 3
"Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan manusia. Maha Raja manusia, Tuhan yang disembah manusia." 

Kalau dalam Surah al-Falaq adalah menyangkut permohonan perlindungan menyangkut segala macam kejahatan, di segala tempat dan waktu dan secara khusus disebut malam pada saat kelamnya, penyihir dan yang iri hati. Kesemuanya bersumber dari pihak lain.

Dalam surah al-Falaq yang disebut terakhir adalah ini hati, dan inilah yang merupakan sumber upaya iblis menjerumuskan manusia serta sumber permusuhan dengannya, karena itu wajar jika surah an-Nás ini memulai dengan memohon perlindungan dari kejahatan khusus yaitu godaan jin atau iblis. 

Di sisi lain, surah al-Falaq merupakan permohonan perlindungan dari kejahatan yang bersumber dari luar, sedang surah an-Näs merupakan permohonan perlindungan dari kejahatan yang datang dari dalam, bahkan boleh jadi diri manusia sendiri. Allah swt. pada surah ini mengajar Nabi saw. agar memohon perlindungan dengan berfirman: Katakanlah wahai Nabi Muhammad, aku berlindung kepada Tuban Pemelihara manusia. Maba Raja yang menguasai manusia Tuban yang disembab dan dipatuhi oleh manusia suka atau tidak suka. 

Tidak ada perbedaan antara ayat pertama surah an-Näs dan ayat pertama surah al-Falaq, kecuali pada kata terakhirnya. Di sana al-Falaq dan di sini an-Nas. Untuk itu rujuklah ke sana ! Yang perlu ditambahkan di sini adalah kesan yang diperoleh dari pemilihan kata Rabb bukan Allah Seperti telah sering dikemukakan bahwa Rabb mengandung pengertian kepemilikan dan kepemeliharaan serta pendidikan, yang melahirkan pembelaan, serta limpahan kasih sayang. 

Jika demikian, menyebut kata itu di sini, dapat memberi kesan tentang bakal terpenuhinya permohonan ini, karena yang dimaksud adalah Tuhan Pemelihara itu. 

Kata (الناس ) terulang di dalam al-Qur'an sebanyak 241 kali. Kata ini berarti kelompok manusia. la terambil dari kata (النوس ) yang berarti gerak, ada juga yang berpendapat bahwa ia terambil dari kata ( أناس ) yang akar katanya berarti nampak. 

Kata (الناس ) digunakan al-Qur'an dalam arti jenis manusia ( QS. al Hujurat [ 49 ]: 13 ) atau sekelompak tertentu dari manuaa ( seperti QS. Al Imran [ 3 ] 173 ). 

Kata (الناس ) terulang tiga kali dalam tiga ayat di atas secara berturut-turut. Sementara ulama memahami dalam tiga pengertian yang berbeda. 

Yang pertama janin dan anak-anak kecil karena mereka memerlukan perlindungan, 

yang kedua orang-orang dewasa yang membutuhkan bimbingan serta penguasaan, dan 

yang ketiga adalah orang orang tua yang karena ketuaannya sudah sangat membutuhkan kedekatan dan kepatuhan kepada Allah. 

Pendapat yang membeda-bedakan ini ditolak oleh sementara ulama karena ketiga kata an-nás itu dalam bentuk definit ( memakai alf dan Lim ). Ini berarti, bahwa ketiganya mengandung makna yang sama, karena menurut kaidah umum, apabila satu kata yang sama dan kesemuanya berbentuk definit maka makna kata-kata tersebut sama. 

Atas dasar itu, penulis cenderung berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata (الناس ) dalam ayat-ayat surah ini, adalah seluruh manusia tanpa kecuali. 

Menurut Thahir Ibn 'Asyûr, perurutan penyebutan sifat-sifat Allah dalam ketiga ayat di atas sangat serasi. Perlindungan yang dimohonkan itu menyangkut bencana yang dapat menimpa manusia, maka sangat wajar jika yang pertama diingatkan kepadanya atau diingatnya ialah Tuhan Pemelihara karena Dialah Sang Pencipta yang dapat melindungi dan membimbing ( رب الناس ), kemudian meningkat pada mengingatkan tentang kuasa-Nya atas manusia dan seluruh makhluk. 

Dan sini maka disebutlah ( ملك الناس ), selanjutnya karena Allah adalah Maha Raja yang menguasai manusia, maka menjadi sangat wajar Dia disembah dan dipatuhi, maka disebutlah sifat-Nya sebagai ( إله الناس ) Ilah an-Nas ( Tuhan yang dipatuhi manusia ). Demikian lebih kurang Ibn ' Asyur.

Kata ( ملك ) yang biasanya digunakan untuk penguasa yang mengurus manusia, berbeda dengan ( مالك ) Pemilik yang biasanya digunakan untuk menggambarkan kekuasaan si pemilik terhadap sesuatu yang tidak bernyawa. 

Kalau demikian, adalah wajar apabila syst kedua surah an-Nis ini, tidak dibaca malik dengan memanjangkan huruf ( من ) sebagaimana dalam surah al-Fatihah. 

Di sisi lain kesan yang ditimbulkan oleh kata Rae dari segi kekuasaan dan keagungan melebihi kesan yang ditimbulkan oleh kata pemilik.

Kalau di atas dikemukakan bahwa kata ( ربّ ) mengandung makna kepemilikan, pemeliharaan dan perlindungan terhadap pemohon, maka dengan kata Malik tersurat sekaligus tersirat kerajaan dan kekuasaan Nya untuk menggagalkan usaha siapa pun yang bermaksud jahat. 

Demikian, masing-masing ayat menekankan sisi yang berbeda. Sedang kata ( إله الناس ) mencakup si pemohon dan yang bermaksud jahat, bahkan semua manusia. 

Kata ( إله ) terambil dari kata ( إله- يأله ) dalam arti menuju dan bermohon. Tuhan adalah lab karena seluruh makhluk menuju serta bermohon kepada-Nya dalam memenuhi kebutuhan mereka. Pendapat lain mengatakan bahwa kata tersebut pada mulanya berarti menyembub / mengabdi sehingga Ilah adalah " Dzat yang disembah dan kepada-Nya tertuju segala pengabdian. 

Tafsir Surat An-Naas Ayat 4 sampai dengan 6:

Tafsir Surat An-Naas ayat 4-6

"Dan kejahatan pembisik yang bersembunyi, yang membisik di dada manusia, dari jin dan manusia."

Setelah ayat-ayat yang lalu menyebut sifat Allah yang menjadikan Nya wajar untuk dihadapkan kepada-Nya permohonan, ayat di atas menyebut apa yang dimohonkan yaitu perlindungan dan kejahatan setan pembisik yang bersembunyi mundur dan menghilang jika diusik dengan memohon pertolongan Allah yang senantiasa membuat secara tersembunyi di dada yakni hati manusia hal-hal yang mengantarnya terjerumus ke dalam kebinasaan, yakni para pembisik dan kelompok setan jin dan setan manusia.

Rujuklah ke Qur'an Surat al-Falaq untuk memahami makna kata ( شرّ ). 

Kata ( الوسواس ) pada mulanya berarti sana yang sangat halus, kemudian makna ini berkembang sehingga diartikan bisikan.  Biasanya digunakan untuk bisikan bersifat negatif. Kata ini juga sering ditafsirkan oleh ulama dengan arti setan.

Menurut mereka, setan sering kali membisikkan ke dalam hati seseorang rayuan dan jebakannya. Untuk maksud makna tersebut, ada ulama yang menyisipkan kata pelaku sebelum kata al-Waswas, sehingga berarti pelaku yang melakukan bisikan ke dalam hati yakni setan. 

Ada juga yang berpendapat bahwa sisipan tersebut tidak perlu, karena dengan demikian setan tidak lagi digambarkan sebagai pelaku, tetapi ia sendiri merupakan wujud dari bisikan negatif itu. 

Jika Anda berkata: “si A pelaku kejahatan, " maka kalimat ini hanya menginformasikan bahwa kejahatan tertentu telah dilakukan si A, namun tidak menutup kemungkinan adanya kebaikan dia lakukan, tetapi jika Anda berkata " si A adalah kejahatan, " maka tidak ada satu sisi pun dalam diri dan aktivitasnya kecuali kejahatan. Ada juga ulama yang langsung memahami kata yang dalam art pelaku bisikan negatif. 

Kata ( الخناس ) al-khannas terambil dari kata ( خنس ) khanasa yang berarti kembali, mundur, melempem, dan bersembunyi. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna sering kali atau banyak sekali, dengan demikian ia dapat berarti:

  • Setan sering menggoda manusia pada saat ia lengah dan melupakan Allah, 
  • Setan sering kali dan berulang-ulang mundur dan melempem saat manusia berdzikir dan mengingat Allah. Pendapat kedua ini didukung sabda Nabi saw: “Sesungguhnya setan itu bercokol di hati p putra Adam. Apabila ia berdzikir, setan itu mundur menjauh, dan bila ia lengah, setan berbisik " ( HR. Bukhári melalui Ibn ' Abbas ). 
Kata ( الجنة ) al jinnah adalah bentuk jamak dari kata ( الجنّي ) yang ditandai dengan ( ة ) ta' untuk menunjukkan bentuk jamak manmats. 

Kata ini terambil dari akar kata ( جنن ) janana, yang berarti tertutup atau tidak kelihatan Anak yang masih dalam kandungan dinamai janin karena dia tidak kelihatan. Surga demikian juga hutan yang lebat, dinamai ( جنة ) jannah karena pandangan tidak dapat menembusnya. ( مجنون ) majnun adalah orang gila yang tertutup akalnya. Dinamai dengan jin karena ia makhluk halus yang tidak dapat dilihat dengan mata. 

Kata ( من ) dalam ayat ini mengandung makna sebagian. Hal ini wajar, karena tidak semua manusia dan tidak semua jin melakukan bisikan-bisikan negatif. Dalam QS. al-Jinn 1721 11, Allah mengabadikan ucapan jin bahwa "Dan sesunggunya di antara kami ada yang salah salah dan ada juga di antara tidak dimakan halnya Kami menempuh jalan yang berbeda-beda." 

Semua makhluk Allah yang tidak saleh, yang menggoda dan mengajak kepada kemaksiatan, dinamai naihde ( retan ), baik dari jenis jin maupun manusia. 

Dalam riwayatkan dari Abu Dzar, salah seorang sahabat Nabi saw. pernah bertanya kepada seseorang: “Apakah Anda telah meminta perlindungan Allah, dari setan manusia ? " Yang ditanya balik bertanya: “Apakah ada setan manusia ? " Abu Dzar menjawab: “Ya, bukankah Allah telah berfirman: "Dan demikian itu,. Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi musuh, yaitu setan setan dari jenis manusia, dan ( dari jenis ) jin, sebagian mereka membisikkan kepada bagian yang lain, perkataan yang indah indah untuk memperdaya" ( QS. al-An'am 161 112 ). 

Di atas telah dikemukakan bahwa setan baik dari jenis manusia maupun jin selalu berupaya untuk membisikkan rayuan dan ajakan negatif, atau dalam bahasa surah ini Yawawis Fi Shadir an-Nas. Waswasah yaitu salah satu manifestasi bisikan hati berasal dari setan. 

Para ulama, khususnya kaum shufi menekankan bahwa pada hakikatnya manusia tidak mengetahui gejolak nafsu dan bisikan hati, kecuali bida ia dapat melepaskan diri dari pengaruh gejolak tersebut. 

At-Tusturi seorang shufi besar menyatakan: “Tidak diketahui bisikan syirik, kecuali oleh seorang muslim, tidak diketahui bisikan kemunafikan kecuali oleh seorang mukmin, demikian juga bisikan kebodohan kecuali yang berpengetahuan, bisikan kelengahan kecuali yang ingat, bisikan kedurhaluan kecuali yang taat, dan bisikan dunia kecuali dengan amalan akhirat.

Dari ayat di atas kita dapat memahami bahwa bisikan negatif itu muncul dari dua sumber, nafsu manusia dan rayuan setan. Gejolak dan dorongan nafsu tertolak dengan tekad tidak memperturutkannya, karena "nafsu bagaikan bayi, jika Anda membiarkannya menyusu ia terus menyusu, dan jika Anda bersikeras menyapihnya, dia akan menurut." 

Adapun bisikan setan, maka ia tertolak dengan mengingat Allah. Dalam konteks ini, al-Qur'an mengingatkan:

"Dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang orang yang bertakwa bila mereka ditimpa godaan dari setan, mereka mengingat. maka ketika itu juga mereka melibat ( yakni menyadari kesalahan-kesalahannya ) " ( QS. al-A'raf [ 7 ]: 200-201 ).

Surah an-Näs ini menyebut Tuhan dengan tiga sifat-Nya Rabb, Malik dan Ilah, sedang yang dimohonkan hanya satu yakni perlindungan dari bisikan dan rayuan setan yang merasuk ke dalam hati. 

Ini berbeda dengan surah al Falaq yang hanya menyebut satu sifat Tuhan sebagai Rabb al-Falaq tetapi yang dimohon adalah kejahatan makhluk yang secara khusus disebut tiga macam yaitu: ghásiqin idza waqab, an-naffätsät fi al-'aqad dan hasidin idza hasad. 

Sementara ulama berkata hal tersebut menunjukkan bahwa rayuan setan yang berada dalam dada manusia atau musuh yang berada dalam diri manusia jauh lebih berbahaya dari pada musuh yang ada di luar dirinya, dan oleh karena itu maka permohonan untuk dilindungi dari musuh yang di dalam itu dimohonkan dengan berulang kali menghadirkan kuasa Allah swt. 

Demikian surah an-Näs ini, mengingatkan manusia akan musuh musuhnya dan mendorong mereka untuk memohon perlindungan Allah. Perlindungan itu dapat diperoleh manusia dengan mengamalkan tuntutan kitab suci-Nya yang dimulai dari surah al-Fatihah sampai dengan surah an Nás ini. 

Kutipan Dari Tafsir Al-Misbah Karangan Qurais Shihab