Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 3

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 3

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 3
( 3 ) Mereka yang beriman kepada yang gaib, menegakkan shalat dan membelanjakan dari apa yang telah Kami rezekikan

TAFSIR

(الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ ) Mereka yang beriman kepada yang gaib.

Para muttaqin adalah orang-orang yang mengimani hal-hal yang gaib dan mempercayai segala hal yang diterangkan oleh Rasul.

Iman, artinya, membenarkan sesuatu dengan kukuh, disertai oleh ketundukan dan sikap pasrah. Tanda-tandanya adalah mengerjakan segala hal yang dikehendaki oleh iman itu sendiri. Hal ini berbeda menurut tingkat keyakinan para mukminin.

Hal-hal yang gaib, maksudnya, sesuatu yang tidak bisa diketahui hakikatnya oleh ilmu pengetahuan, seperti: Zat Allah, malaikat, hari akhirat. kebangkitan dan berhimpun di padang mahsyar dan hisab ( hari perhitungan ). Arti beriman kepada hal-hal yang gaib adalah meyakini adanya sesuatu wujud yang tidak dapat dijangkau indera, namun keberadaannya bisa ditunjukkan oleh dalil atau perasaan halus yang sejahtera dan murni.

Jika Rasulullah menjelaskan bahwa ada alam yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya, seperti alam malaikat atau tentang sifat-sifat hari akhir, tentulah tidak sukar bagi mereka untuk membenarkan masalah tersebut. Mereka memang telah mengakui kebenaran Rasul. Sebaliknya, sungguh salit memberi penjelasan masalah gaib yang bisa memuaskan kepada mereka yang hanya mempercayai apa yang bisa dijangkau indera. Seruan kebenaran sangat sulit menembus jalan masuk ke dalam ruh ( jiwa, hati ) mereka.

(وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ ) dan yang menegakkan shalat.

Orang-orang muttaqin, selain beriman kepada hal-hal yang gaib, juga selalu menegakkan shalat dengan menyempurnakan syarat, rukun, dan adab ( tatacara ) nya, disertai jiwa yang khusyuk dan disiplin waktu. " Shalat, menurut arti bahasa, adalah doa. Allah berfirman: Wa shalll’alaihim berdoalah untuk mereka. Menurut terma teknis, shalat adalah menyembah Tuhan dengan ucapan dan gerakan atau kedua-duanya, yang menunjukkan kepada orang yang menyembah ( abid ) kepada yang disembah ( ma’bud ) demi mengharapkan nikmat atau menolak mudarat. Ar-Raghib berpendapat, menegakkan shalat adalah menyempurnakan ketentuan-ketentuannya dan meninggalkan segala yang mengurangi nilainya.

Sedangkan menurut yang disyariatkan Islam, shalat adalah seutama-utama ibadat, yang mengajarkan bahwa hamba itu benar-benar merasakan kebesaran Allah dan menyadari dirinya sangat memerlukan Allah. Hal ini akan bisa dicapai, jika shalat ditegakkan dengan semestinya, dilaksanakan secara sempurna sesuai dengan apa yang diperintahkan, disertai kekhusyukan dan kepatuhan ( As-Shalat ) yang tidak disertai sikap khusyuk dan khudhu’ adalah shalat yang tidak berjiwa, walaupun gerakan dan ucapannya lengkap. Orang yang shalat dengan tidak khusyuk dan khudhu’ tidak dipandang telah memenuhi perimah menegakkan Shalat.

Tuhan memerintah kita menegakkan shalat. Iqamat, dalam bahasa Arab berarti melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Shalat memang tidak boleh lepas dari kehadiran hati dalam seluruh gerakan-ucapan dan juga tidak boleh lepas dari perasaan takut kepada Allah. Ketika sedang menjalankan shalat harus tumbuh perasaan bahwa kita tengah berhadapan dengan Allah.

Allah SWT menyuruh kita menegakkan shalat, memeliharanya "dan menunaikan tepat pada waktunya." Melaksanakannya dengan khusyuk dan berjamaah. " Shalat adalah penghubung ( shilan ) yang mempertatkan hamba dengan Tuhannya.

Maka, yang dimaksudkan menegakkan shalat adalah melaksanakan secara tetap pada waktu-waktu yang telah ditentukan dengan khusyuk sebagai jiwanys. Kekhusyukan dalam shalat merupakan sesuatu yang membuat manusia terpelihara dari perbuatan maksiat.

Renungkan perbedaan antara “dan mereka yang mendirikan sembahyang”, dan “maka kecelakaanlah bagi segenap orang yang bersembahyang.” Firman pertama merupakan ungkapan pujian, yaitu Tuhan memuji orang-orang yang menegakkan shalat. Kedua, berupa celaan ( kecaman ), yaitu Tuhan mencela ( mengecam ) orang-orang yang bersembahyang.

Beda antara orang yang menegakkan shalat dan orang yang shalat adalah : orang yang menegakkan shalat, artinya orang yang menjalankan shalat dengan khusyuk dan khudhu’ atau menghadirkan jiwa sembahyang dalam gerakan ucapan yang dilakukannya saat shalat. Sedangkan orang yang shalat adalah orang yang hanya mengerjakan gerakan dan ucapan shalat saja.

وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ = Dan membelanjakan dari apa yang telah Kami rezekikan.

Orang yang muttaqin selalu menafkahkan ( menyerahkan ) sebagian hartanya kepada jalan Allah, misalnya, untuk kepentingan masyarakat. Rezeki, menurut bahasa adalah pemberian. Kata rezeki biasa dipakai untuk ari segala yang dipergunakan manusia dan binatang. Menurut jumhur kaum muslimin, rezki bermakna segala yang dipergunakan, diambil manfaatnya, baik halal ataupun haram.

Segolongan ulama menetapkan bahwa yang dinamai rezeki hanya yang halal saja. Membelanjakan harta, dalam arti umum, meliputi belanja wajib. Misalnya, menafkahi keluarga, anak anak dar kerabat; sedekah sunnat ( athawwu’ ); dan mengeluarkan harta untuk kemaslahatan umum, yang akan memperkuat ikatan ( Rabithah ) persaudaraan antar sesama manusia.

Jika bubungan manusia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia berjalan baik, maka tinggilah pribadi-pribadi anggota manyarakatnya. Iman yang kuat kepada yang gaib ( Zat Allah yang mutlak ) akan menyebabkan kita berusaha mendekatkan diri kepada-Nya, yang mendorong kita rela mengeluarkan harta di jalan-Nya.

Ayat ini menyatakan bahwa menegakkan shalat merupakan hasil dari dorongan iman yang kuat, sedangkan mengeluarkan harta di jalan Allah merupakan hasil dorongan shalat yang dijalankan secara khusyuk dan khudhu’. Pendek kata, shalat dan mengeluarkan harta di jalan Allah adalah tanda-tanda yang menunjukkan bahwa iman seseorang telah tumbuh subur dan sehat. Orang yang enggan mengeluarkan harta di jalan Allah, meskipun dia shalat dan berpuasa, maka shalatryn itu belum dikerjakan menurut cara yang dikehendaki dan diridhai Allah. Shalat yang dikehendaki dan diridhai-Nya hanyalah shalat yang membawa pelakunya kepada keagungan budi dan memberikan pengaruh yang sangat nyata dalam aktivitas sehari-hari.

KESIMPULAN

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa muttaqin memiliki tiga sifat, yaitu:
  1. Mengimani yang gaib
  2. Menegakkan shalat
  3. Membelanjakan hartanya di jalan Allah
Dalam iman kita memperoleh kebebasan. Dalam shalat kita bermunajat ( berkomunikasi dengan Tuhan, dan dalam infak kita mencapai tambahan derajat.

Referensi tulisan ini adalah Dari Tafsir An-NUUR yang ditulis oleh Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy