Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perjanjian Sopir Dengan Pemilik Mobil

Perjanjian Sopir Dengan Pemilik Mobil

Sopir berkata,”Selama Allah masih menyatukan saya dengan kamu hari ini wahai syaikh, maka saya dapat memperoleh hal-hal yang dapat melunakkan hati saya. Mudah-mudahan saya mendapatkan ilmu yang lebih banyak lagi jika dibandingkan dengan apa yang saya dapatkan selama ini. Dan saya ingin mengetahui jawabannya dari engkau sekarang.” “Silakan, katakan saja,”kata Syaikh. Sopir menjelaskan,”Ketika saya datang kepada pemilik mobil ini untuk mengemudikannya, dia telah membuat kesepakatan dengan saya bahwa saya memperoleh upah hanya sepuluh persen saja dari pemasukan mengemudi mobil ini.

Ketika sebagian pemilik mobil lain memberikan sepuluh persen dari keuntungan ditambah dengan tiga pound sebagai uang rokok dan tiga pound lagi sebagai uang makan pagi kepada sopirnya, saya melihat mereka-para sopir- bekerja dengan giat dan dalam suasana yang menyenangkan.”

“Lalu apa yang kamu lakukan ?”tanya Syaikh, Sopir itu malah balik bertanya,”Apakah saya benar-benar dapat mempercayaimu ?”Syaikh menjawab,”Ya dan saya hanya ingin kebenaran, supaya saya dapat memperoleh jawaban yang benar untuk masalahmu itu.”Sopir itu berkata,”Saya mengambil barang-barang ini ( uang ) yang diharamkan bagi saya dengan tanpa sepengetahuan pemilik mobil sesuai dengan apa yang dilakukan oleh teman-temanku sesama sopir.”Syaikh berkata,”La haula wala quwwata illa billah.”

“Ya Syaikh, apakah ini hukumnya haram ?”tanya sopir itu. Syaikh menjawab,”Dalil terbesar atas keharamannya ini adalah terjadinya perbuatan ini secara berulang-ulang dalam hatimu. Dalam hal ini Rasulullah bersabda: dosa itu adalah apa yang terlarut dalam hatimu. Dan kamu malu untuk menampakkannya kepada manusia

Perbuatan ini telah banyak terbersit dalam hatimu dengan dalil hal ini membuat dirimu banyak bersikap lunak sebagaimana yang telah kamu ketahui sebelumnya. Ketahuilah bahwa tidak halal bagimu mengambil pemasukan hasil mobil ini, walaupun hanya satu perak saja, sebagai tambahan dari apa yang telah disepakati sebelumnya antara dirimu dengan pemilik mobil. Meskipun gaji yang kalian sepakati berdua itu biasa saja.

Sopir berkata,”Ya Syaikh, ini berarti suatu kezaliman terhadapku. Dan juga kedhaliman terhadap sopir-sopir lainnya yang bekerja lebih keras dari biasanya. Namun hasil yang diperoleh tidak sepadan dengan kerja kerasnya.” Syaikh berkata,”Berbicaralah kepadaku dengan ucapan yang jelas, tidak berbelit-belit dan tergesa-gesa.”Baiklah,”kata sopir.”Apakah pemilik mobil memaksamu untuk menerima kesepakatan itu ?”tanya Syaikh.”Tidak,”jawab sopir.

Syaikh berkata,”Ini berarti kamu bekerja kepadanya dengan keinginanmu sendiri. Itu kamu lakukan tidak terpaksa dan rela melakukan semua itu.” “Saya rela melakukannya karena segan dan karena saya membutuh kan pekerjaan ini di mana saya tidak menemukan pekerjaan lain selain itu.”jelas sang sopir.

Syaikh berkata,”Ini tidak berpengaruh pada ketentuan hukum gara sedikit pun. Seandainya saja kamu mencari mobil lain, tentu kamu akan menemukannya banyak sekali, akan tetapi kamu tidak berusaha mencarinya sama sekali. Pada akhirnya, kamu akan berkata:”Kamu pergi ke pemilik mobil ini dengan pilihanmu sendiri dan dengan keinginanmu yang tulus untuk bekerja dan kamu menerima gaji ini. Sopir menjawab,”Ya.”Syaikh berkata,”Karena itulah kamu tidak boleh ( haram ) mengambil berdua.”uang dari hasil usaha mobil ini, di atas yang telah disepakati kalian. Kenapa ?”tanya sopir.

Syaikh berkata,”Karena Rasulullah bersabda: Orang-orang muslim itu tergantung pada syarat-syarat mereka yang telah disepakati )”Pemilik mobil telah memberikan ketentuan gaji sebesar itu kepadamu dan kamu pun menerimanya. Karena itu, tidak boleh merusak syarat yang telah disepakati berdua sebelumnya dan uang yang kamu ambil melebihi kesepakatan yang ada haram hukumnya.”

“Selain masalah itu, ya Syaikh, terkadang ada sebagian orang yang naik mobil saya ini membayar lebih, seperti seharusnya dia membayar satu pound, namun memberi dua pound. Nah, apakah uang tambahan ini halal bagi saya ?”tanya sopir.

Syaikh menjawab,”Kamu juga tidak boleh mengambilnya. Sebab, kamu mengemudikan mobil ini dengan dasar kamu bekerja untuk kemaslahatan pemilik mobil. Kamu berkedudukan sebagai wakilnya saja yang memperoleh upah. Dan asas pekerjaan bagi orang yang mewakili adalah demi kemaslahatan orang yang diwakili.

Maka dari itu, secara mutlak sopir tidak boleh mengambil sedikit pun dari pemasukan mobil ini melebihi apa yang telah disepakati sebelumnya walaupun hanya sedikit dan dengan berbagai cara kecuali memperoleh izin pemilik mobil.”

Sopir berkata,”Baiklah, ketaatan hanya kepada Allah. Insya Allah, kami tidak akan mengambil lagi uang pemasukan mobil sedikit pun sebagai tambahan dari kesepakatan semula.”Syaikh pun berkata,”Semoga Allah memudahkan jalanmu.”

Referensi tulisan ini adalah Dari Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram (Terj. Uang Haram) yang dikarang oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir