Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Metode Tafsir Ijmali (Global)

Metode Tafsir Ijmali (Global)

Metode Ijmali yaitu menafsirkan Al-Quran secara global. Dalam menafsirkan Al-Qurán metode Ijmali, para mufassir berusaha menjelaskan, makna-makna Al-Quran. Penjelasan yang dilakukan ini dengan uraian singkat dan bahasa yang mudah. Penafsiran  ini bertujuan agar dapat dipahami. Terutama oleh orang awam dalam bidang tafsir. Targetnya mulai dari orang yang berpengetahuan luas sampai orang yang berpengetahuan sekadarnya selayaknya masyarakat awwam dalam bidang Tafsir.

Penafsir metode ijmali secara umum itu, bisa dikatakan sangat dekat penafsiran Al-qurán degan metode tahlili. Yaitu dilakukan terhadap ayat per ayat . kemudian dari surat per surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf Al-Qurán. Sehingga dalam penafsirannya adanya keterkaitan antara makna satu ayat dan ayat yang lain. Begitu juga keterkaitan antara surat yang satu dengan surat yang lainnya secara berurutan.

Dengan metode ijmali, mufassir berupaya pula menafsirkan kosa kata Al-Quran. Kosa kata yang ditafsirkan diupayakan sama atau hampir sama dengan kosa kata yang ada di dalam Al-Quran sendiri. Para penafsiran ini para pembaca yang melihat uraian tafsirnya yang dekat dengan konteks Al-Quran. Penafsiran ini juga tidak melenceng dari muatan makna yang dikandung Al-Qurán. Baik yang berhubungan dengan kosakata yang serupa dalam Al-Quran. Begitu juga dalam penafsiran metode ijmali terdapat keserasian antara bagian Al-Quran baik yang hubungannya antara ayat yang satu dengan ayat lainnya maupun keserasian tafsir antara satu surat dengan surat lainnya.

Metode tafsir ijmali ini lebih jelas pembahasannya. Tafsir ini juga lebih mudah dipahami para pembaca karena penjelasannya dengan singkat dan jelas. Ketika menggunakan metode ini, para mufassir menjelaskan Al Quran dengan bantuan sebab turun ayat ( ashab an-nuzul ). Sejarah yang terkandung dalam Al-Qurán, juga menggunakan hadis nabi dalam menjelaskan al-qurán, serta kutipan pendapat ulama shalafus saleh yang ahli dalam bidang tafsir.

Langkah awal yang dilakukan para mufassir pada metode ijmali adalah membahas ayat demi ayat. pembahasannya sesuai dengan urutan surat yang ada pada mushaf. Kemudian para mufassir menjelaskan arti yang dimaksud ayat-ayat tersebut dengan global. Kandungan Ma’na yang diutarakan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat. Dan juga dijelaskan berdasarkan pola-pola yang diakui jumhur ulama’. Yang paling penting di[erhatikan oleh para mufassir adalah tafsir ini mudah difahami semua orang yang mengkajinya.

Adapun kajian kebahasaan dalam penafsiran biasanya dijelaskan lafadznya yang ada kemiripan. Bahkan kadang kala menjelaskan tentang lafadz yang samadigunakan al-Quran. Dengan cara seperti ini dapat memudahkan para pembaca. Pembaca juga dapat merasakan bahwa uraian tafsirnya tidak jauh berbeda dari gaya bahasa al-Quran. Tafsir seperti ini akan terkesan bahwa penafsir benar-benar mempresentasikan pesan al-Quran dalam menafsirkan ayat atau pun surat yang ada dalam Al-Qurán.

Para pakar menganggap bahwa metode ijmali merupakan metode yang pertama kali lahir dalam sejarah. Pandangan seperti ini didasarkan pada kenyataan penafsiran al-Qurán oleh Nabi Muhammad. Penafsiran dengan metode ini juga diikuti oleh para sahabat Nabi setelahnya. Penafsiran ijmali ini lebih menekankan kepada persoalan Bahasa. Bahasa Arab bukanlah menjadi penghambat dalam memahami al-Qur`an bagi para shahabat Nabi karena itu adalah bahasa mereka sendiri. Penafsiran ijmali oleh para shahabat ini juga menjelaskan latar belakang turunnya (asbab al-Nuzul) ayat. Karena mereka menyaksikan serta terlibat langsung dalam situasi dan kondisi ketika ayat Al-Qur`an turun kepada Nabi. Mereka orang yang paling faham terhadap konteks ayat diturunkan.

Para shahabat tidak memerlukan penjelasan yang rinci dari Nabi tentang Tafsir. Mereka cukup memahami al-qur'an dari Nabi dengan isyarat dan uraian sederhana. Sebagaimana yang dilakukan Nabi dalam menafsirkan kata “az-Zulm”. Rasul hanya menjelaskan bahwa artinya adalah Syirk. Ini sebagaimana dijelaskan juga oleh al-qurán yang lain. Para shahbat sangat memahami penjelasannya.

Boleh dikatakan bahwa pada awal-awal islam metode ijmali menjadi satu-satunya opsi dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur`an. Prosedur metode Ijmali yang praktis dan mudah dipahami inilah yang turut memotivasi ulama tafsir belakangan untuk menulis karya tafsir. Tentunya dengan menerapkan metode ijmali sebagai landasana dan pengembangan dengan metode lainnya setelahnya.

Di antara para ulama tafsir yang menjelaskan Al-qurán dengan metode ijmali adalah Jalaluddin al-Mahalli dan dilanjutkan oleh saudara beliau Jalaluddin al-Suyuthi. Al-Sayuti ini yang mempublikasikan kitab tafsir dengan judul tafsir al-Jalalain karena penulisnya adalah dua orang jalal Yaitu Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin As-suyuti.

Dasar penafsiran dengan metode ijmali ini karya tafsir yang diatributkan kepada sahabat `Abdullah bin Abbas. Tafsir ini berjudul Tanwirul Miqbas fi Tafsir ibn Abbas. Tafsir Ibnu Abbas ini yang ditulis oleh al-Fairuzzabady.

Langkah-langkah yang digunakan mufassir dalam penafsiran metode Ijmali adalah sebagai berikut:
  1. Menjelaskan ayat demi ayat dalam Al-qurán. Penjelasan ayat ini berdasarkan urutan yang ada di dalam mushaf Al-qurán.
  2. Menjelaskan maksud ayat atau surat secara global saja.
  3. Makna yang terkandung di dalamnya diletakkan di dalam rangkaian ayat. Sedangkan makana tafsirnya diletakkan setelah rangkaian aya tersebut (biasanya menggunakan tanda kurung dalam rangkaian ayat). Ini adalah pola yang diakui oleh jumhur Ulama. Pola ini sangat mudah dipahami semua orang yang mengkajinya.
  4. Bahasa yang digunakan sangat mudah difahami dan diupayakan lafaznya mirip dengan ayat yang di tafsirkan. Bahkan kadang-kadang menggunakan lafaz yang sama dengan yang digunakan Al-Qur`an.
Di antara kitab tafsir yang dituliskan oleh para ulama yang menggunakan metode ijmali adalah :
  1. Tafsir Al-Quran Al-Karim, karya Ustadz Muhammad Farid Wajd Islamiyyah.
  2. Tafsir al-Jalalayn, karya Jalal ad-Din as-Suyuthi dan Jalal ad-Din al-Mahalli.
  3. Shafwah al-Bayan Lima’ani al-Qurân, karya Syeikh Hasanain Muhammad Makhluf.
  4. Tafsir al-Wasith, karya Tim Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah (Lembaga Penelitian Islam) al-Azhar Mesir.
  5. Taj al-Tafasir, karya Muhammad ‘Utsman al-Mirghani.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmaliy

Adapun Kelebihan Metode Tafsir Ijmaliy adalah sebagai berikut:
  1. Praktis, simplistis dan mudah dipahami
  2. Bebas dari penafsiran israiliyat
  3. Akrab dengan bahasa al-Quran
Yang termasuk bagian dari kekurangan Metode Tafsir Ijmaliy adalah sebagai berikut:
  1. Menjadikan petunjuk al-Quran bersifat parsial dan tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai
  2. Tidak mampu mengantarkan pembaca untuk mendialogkan al-Quran dengan permasalahan sosial maupun keilmuan yang aktual dan problematika
  3. Menimbulkan ketidakpuasan pakar al-Quran dan memicu mereka untuk menemukan metode lain yang dipandang lebih baik dari metode global
Metode Tafsir Ijmali (Global)

Contoh Metode Tafsir Ijmali

Contoh penafsiran Ijmali dapat kita lihat pada tafsir al Jalalain. Tafsir ini sangat singkat seperti contoh berikut ini:
  1. Dalam menjelaskan ayat terakhir dari surat al-fatihah. Yaitu ketika menjelaskan makna غير المغضوب عليهم ( bukannya jalan orang yang engkau murkai ) maksudnya yaitu YAHUDI dan ketika menafsirkan kata ولا الضالين ( adalah orang - orang Nasrani ).
  2. Ketika menafsirkan lima ayat pertama di dalam surat al Baqarah. Al Jalalain saat menafsirkan Firman Allah QS al-Baqarah ayat 1 memaparkan “الم “misalnya dia berkata Allah Yang Maha Tahu maksudnya. Demikian pula halnya saat menafsirkan Firman Allah “الكتاب “hanya menyatakan yang dibaca oleh Muhammad SAW. “ لا ريب فيه “ )la syakka) berfungsi sebagai predikat dan subjeknya adalah “هدى“. ”ذالك “berfurngsi sebagai predikat kedua bagi “ذالك “ yang mengandung arti memberi petunjuk bagi orang yang bertaqwa.
Referensi:
  1. Metode Tafsir Maudhu'i oleh Dr. Abdul Hayyi al-Farmawi
  2. Terjemahan Tafsir Jajalain