Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Mengambil Milik Umum dan Menunda Bayar Hutang

Hukum Mengambil Milik Umum dan Menunda Bayar Hutang

Ammar menyampaikan berdasarkan ucapan dari penanya, Ammar mengatakan: "kami ingin mengetahui tentang bagaimana hukum Islam menyikapi gejala-gejala membahayakan yang pada hari-hari ini sudah tersebar luas di masyarakat" Hukum itu berkenaan tentang pencurian terhadap fasilitas umum pemerintah. Bagaimana komentar Syaikh dalam masalah ini ?”

Syaikh menjawab,”Kami berlindung kepada Allah dari kemarahan-Nya, dari siksaan-Nya, dan dari kejahatan hamba-Nya, serta dari fitnah setan-setan yang tampak. Ketahuilah, wahai saudaraku, bahwa mencuri itu adalah termasuk dalam kategori memakan barang haram yang paling besar. Bahkan di samping paling besar, jelas mencuri adalah suatu pekerjaan yang paling berbahaya.” sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Ma'idah ( 5 ) ayat 38 )

Sebab pencurian itu merupakan suatu perbuatan yang tidak memandang perlunya terjadi keseimbangan terhadap batasan-batasan yang telah ditentukan Allah. Rasulullah bersabda:

Saya dibawa ke neraka hingga dalam neraka saya melihat orang yang memiliki tongkat yang melengkung di atasnya sedang menarik-narik ususnya tersebut. Dia mencuri barang orang yang sedang berhaji dengan tongkatnya itu. Jika dia diberikan pemahaman kepadanya ( terhadap apa yang dia lakukan ), dia berkata, usus ini menyangkut di tongkatkn ini. Jika dia dilupakan, maka usus itu akan hilang. (HR. Muslim)

Di antara pencurian yang tergolong paling besar adalah melakukan pencurian terhadap harta milik umum. Sebagian orang yang melakukan perbuatan seperti ini mengatakan,”Kami mencuri sebagaimana orang lain juga mencuri.”Tapi mereka tidak tahu kalau yang mereka curi itu harta semua kaum muslimin, bukan hanya satu orang saja.

Sebab, fasilitas umum itu milik semua orang. Dan orang-orang yang tidak takut kepada Allah itu tidak mempunyai hujjah untuk melegalkan kebiasaan mereka itu. Rasulullah telah bersabda:

Allah melaknat pencuri yang mencuri telur hingga tangannya dipotong (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Bagi orang-orang yang mencuri atau menggelapkan sesuatu, harus mengembalikan barang tersebut ke tempatnya semula setelah dia bertaubat kepada Allah, baik dia mengembalikannya dengan cara sem bunyi-sembunyi ataupun secara terang-terangan, ataupun dia mengembalikan sendiri atau dengan perantaraan orang lain. Jika dia tidak mampu mengembalikan barang tersebut ke tempatnya semula atau ke pemilik barang itu, padahal dia sudah berusaha mencari pemiliknya maka dia harus menyedekahkan barang tersebut dan berniat agar pahalanya diberikan kepada pemilik barang itu.

Melakukan Peminjaman Namun Enggan Mengembalikannya.

Ammar bertanya,”Apa hukumnya jika seseorang meminjam sesuatu ( berutang ) kepada orang lain dan dia berniat untuk tidak mengembalikan pinjaman itu ?”Syaikh menjawab,”Hak-hak seorang hamba di sisi Allah itu sangat besar. Seseorang bisa saja terbebas dari hak Allah dengan cara bertaubat. Akan tetapi yang berkaitan dengan hak seorang hamba, tidak ada cara lain untuk terbebas dari hak tersebut selain dengan cara menunaikan atau membayar hak itu kepada pemiliknya sebelum datangnya hari akhir di mana pada hari tersebut uang dinar dan dirham tidak berlaku. Tetapi yang berlaku hanyalah kebaikan dan keburukan. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat An-Nisa ' ( 4 ) ayat 58.

Berbagai hal yang sudah menggejala yang berlaku di masyarakat. Yaitu mereka menganggap mudah masalah utang piutang. Bahkan sebagian orang ada yang meminjam uang kepada pihak lain bukan untuk memenuhi kebutuhannya yang mendesak, tetapi untuk memperluas apa yang dia miliki dan agar keadaannya bisa sepadan dengan keadaan orang lain seperti untuk memperbarui mobil, perabot rumah tangga, dan berbagai barang-barang seni dan antik lainnya.

Kebanyakan dari mereka masuk dalam jaringan jaringan membingungkan yang melakukan jual beli dengan kredit, di mana kebanyakan dari model jaringan jual beli seperti itu tidak terlepas dan hal yang syabhat dan haram. Menganggap mudah dalam berutang itu akan menggiring seseorang untuk mengulur-ulur dan menunda-nunda pembayaran utang tersebut, atau dapat berakibat pada menghilangkan harta orang lain. Dalam sabdanya, Rasulullah telah memperingatkan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan seperti ini, Barangsiapa yang mengambil ( meminjam ) harta manusia, lalu dia berniat ingin mengembalikannya, maka Allah akan mengembalikannya. Barangsiapa yang mengambil harta ang lain, lalu dia berniat untuk menghilangkannya, maka Allah akan menghilangkannya. (HR. Al-Bukhari dan Ahmad)

Orang-orang yang menganggap mudah dalam masalah utang itu banyak sekali. Mereka menganggapnya sebagai masalah yang sepele, padahal di sisi Allah, itu adalah masalah yang sangat besar. Bahkan orang yang mati syahidpun -mempunyai keistimewaan yang besar, pahala yang melimpah dan derajat yang tinggi- tidak dapat terbebas dan beban utang. Rasulullah bersabda:
Maha suci Allah. Apa yang telah diturunkan-Nya dengan memberikan penekanan yang sangat besar terhadap hal itu adalah ) dalam masalah hutang, Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya ada terbunuh dalam jihad di jalan Allah, dia akan laki-laki yang seorang dihidupkan, kemudian setelah itu, dimatikan lagi. Kemudian dia dihidupkan, lalu dimatikan lagi ( hal ini terjadi ) karena dia masih memiliki beban utang Dia tidak akan masuk surga kecuali setelah utangnya dilunasi. (HR. An-Nasai’)

Nah, apakah setelah penjelasan ini semua, mereka, orang-orang yang menganggap mudah dan berlebih-lebihan dalam masalah utang akan menahan diri dan mengontrol diri mereka ?

Tulisan ini berdasarkan kutipan dari Kitab Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram (Terj. Uang Haram) oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir