Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Shahih

 

Hadits Shahih

Dalam memahami Materi Berkenaan dengan Hadits Shahih, maka kajiannya berkenaan  dengan pengertian hadits shahih, kriteria Hadits Shahih, macam-macamnya dan hal-hal lain berkenaan dengan keshahihan sebuah hadits. penjelasannya adalah sebagai berikut:

A.Definisi Hadits Shahih

Abu Amr ibn ash-Shalah mengatakan:

الحديث الصـحـيـح هـو المسنـد الـذي يـتصل إسناده بنقل العـدل الضابط عن العدل الضابط إلى منتهاه ولا يكون شاذاً ولا معللاً

Hadits shahih adalah musnad yang sanadnya muttashil melalui peri wayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit (pula) sampai ujungnya, tidak syadz dan tidak mu'allal (terkena ' illat).

Imam Nawawiy meringkas definisi Ibn ash-Sha lah. Beliau mengatakan:

هو ما اتصل سنده بالعدول الضابطون من غير شذوذ ولا علة

Hadits shahih adalah hadits yang muttashil sanadnya melalui (peri wayatan) orang-orang yang adil lagi dhabit tanpa syadz dan ' illat.

Yang dimaksud orang-orang adil lagi dhabit adalah para perawi dalam sanad itu, yakni diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabit dari perawi yang adil lagi dhabit (pula) dari awal sampai akhirnya. Dari uraian singkat itu jelaslah, bahwa hadits shahih harus memenuhi lima syarat:
  1. Muttashil sanadnya. Dengan syarat ini, dikecualikan hadits mun qathi ', mu'dhal, mu'allaq, mudallas dan jenis-jenis lain yang tidak memenuhi kriteria muttashil ini.
  2. Perawi-perawinya adil. Yang dimaksud adil adalah orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas dari kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya.
  3. Perawi-perawinya dhabit. Yang dimaksud dhabit adalah orang yang benar-benar sadar ketika menerima hadits, paham ketika mende ngarnya dan menghafalnya sejak menerima sampai menyampaikan nya. Yakni perawi harus hafal dan mengerti apa yang diriwayatkannya (bila ia meriwayatkan dari hafalannya) serta memahaminya (bila meriwayatkannya secara makna). Dan harus men jaga tulisannya dari perubahan, penggantian ataupun penambahan, bila ia meriwayatkannya dari tulisannya. Syarat ini mengecualikan periwayatan perawi yang pelupa dan sering melakukan kesalahan.
  4. Yang diriwayatkan tidak syadz. Yang dimaksud syudzudz adalah penyimpangan oleh perawi tsigat terhadap orang yang lebih kuat darinya.
  5. Yang diriwayatkan terhindar dari ' illat qadihah (' illat yang menca catkannya), seperti memursalkan yang maushul, memuttashilkan yang munqathi ' ataupun memarfu'kan yang mauquf ataupun yang sejenis yang telah saya jelaskan dalam sub Ilmu ' Ilal al-Hadits.

Definisi yang disampaikan oleh Muhammad Ajjaz Al-Khathib. Beliau mendefinisikan hadits shahih sebagai berikut:

مااتصـل سنـده برواية الثـقـة عن الثـقـة من أوله إلى منتهـاه مـن غير شذوذ ولا علة

Hadits yang muttashil sanadnya melalui periwayatan perawi tsiqat dari perawi (lain) yang tsigat pula, sejak awal sampai akhir sanad tanpa syudzudz dan tanpa ' illat.

B. Pembagian Hadits Shahih

Shahih Hadits shahih terbagi menjadi dua yaitu Shahih Li Dzatihi dan Shahih Li Ghairihi. 

Yang dimaksud shahih li dzatihi adalah hadits shahih yang memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal, yaitu hadits yang telah saya sebutkan defini sinya di atas. Sedang shahih li ghairihi adalah hadits shahih yang tidak memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal. Misalnya perawinya yang adil tidak sempurna kedhabitannya (kapasitas intelektualnya rendah). Jenis ini ada di bawah jenis yang telah saya sebutkan. Bila jenis ini dikukuhkan oleh jalur lain yang semisal, maka ia menjadi shahih li ghairihi. Dengan demikian, shahih ghairihi adalah hadits yang keshahihannya ada faktor lain, karena tidak memenuhi syarat secara maksimal. Misalnya hadits hasan yang diriwayatkan melalui beberapa jalur, bisa naik dari derajat hasan ke derajat shahih. Hal ini akan saya jelaskan lebih lanjut dalam sub bab hadits hasan.

C. Ashahhul Asanid (Sanad-sanad Paling Shahih) 

Ulama ' berusaha keras mengkomparasikan antar perawi-perawi yang maqbul dan mengetahui sanad-sanad yang memuat derajat diterima secara maksimal karena perawi-perawinya terdiri dari orang-orang terkenal dengan keilmuan, kedhabitan dan keadilannya dengan yang lainnya. Mereka menilai bahwa sebagian sanad shahih merupakan tingkat tertinggi daripada sanad-sanad lainnya, karena memenuhi syarat-syarat qabul secara maksimal dan kesempur naan para perawinya dalam hal kriteria-kriterianya. Mereka kemudian menyebutnya Ashahhul Asanid. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama ' mengenai hal itu. Sebagian mengatakan, Ashahhul Asanid adalah:
  1. Riwayat Ibn Syihab az-Zuhriy dari Salim ibn Abdillah ibn Umar dari Ibn Umar.
  2. Sebagian lain mengatakan, Ashahhul Asanid adalah riwayat Sulaiman al-A'masy dari Ibrahim an-Nakha'iy dari ' Al-qamah ibn Qais dari Ab dullah ibn Mas'ud.
  3. Imam Bukhari dan yang lain mengatakan, Ashahhul Asanid adalah riwayat Imam Malik ibn Anas dari Nafi ' Maula ibn Umar dari Ibn Umar. Dan karena Imam asy-Syafi'iy merupakan orang paling utama yang meriwayatkan dari Imam Malik, dan Imam Ahmad merupakan orang paling utama yang meriwayatkan dari Imam Syafi'iy, maka sebagian ulama ' muta'akhkhirin cenderung menilai bahwa Ashahhul Asanid adalah riwayat Imam Ahmad dari Imam Syafi'iy dari Imam Malik dari Nafi ' dari Ibn Umar ra. Inilah yang disebut dengan Silsilah adz-Dzahab (rantai emas).

Untuk memudahkan mengetahui Ashahhul Asanid dan meredam silang pendapat di kalangan ulama ' mengenai hal ini, maka Abu Abdillah al-Hakim memandang perlu mengkhususkannya dengan sahabat tertentu atau negeri tertentu. Sehingga dikatakan, sanad paling shahih dari sahabat ini adalah riwayat Fulan itu dan itu, dan sanad paling shahih dari negeri ini adalah riwayat Fulan itu dan itu, dan seterusnya.”

D. Makna pernyataan ulama tentang shahihul isnad

Dari keterangan di atas kita bisa mengetahui, bahwa hadits yang me menuhi kelima syarat di atas dinilai shahih. Dan ulama menilai wajib mengamalkannya. Akan tetapi sebagian kritikus hadits lebih memilih sebutan”Hadits Shahihul Isnad”daripada sebutan”Hadits Shahih”, karena khawatir matannya syadz atau mu'allal, sehingga yang shahih hanya sanadnya. Dalam kondisi seperti ini, tidak ada kelaziman hubungan antara keshahihan sanad dan keshahihan matan. Syeikhul Islam Ibn Hajar mengatakan, yang tidak syak lagi adalah bahwa seorang imam di antara mereka tidak beralih dari sebutan”sha hih”ke sebutan”shahihul isnad”, kecuali karena alasan tertentu. Namun bila yang menyatakan sebutan itu adalah perawi yang hafidz lagi bisa dipercaya, ه tanpa menyebut ' illah qadihah terhadap hadits yang bersangkutan, maka jelas menunjukkan keshahihan matan pula.”Perlu saya tunjukkan di sini, bahwa sebagian ulama ' muta'akhkhirin ketika menshahihkan sebagian hadits akan mengatakan”shahihul isnad”. Hal perlu ragu, bahwa yang mereka maksudkan adalah hadits shahih. ini disebabkan oleh kewira'ian dan kehati-hatian mereka. Namun kita tidak Kadang-kadang dalam suatu bab fiqh tidak ditemukan kecuali satu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat keshahihan, lalu penulisnya mengatakan Ashahhu Ma Fi al-Bab Kadza Wa Kadza”. Ini tidak mengindikasikan kesha hihan. Karena kadang-kadang hadits yang bersangkutan dha'if, dan dalam bab tersebut hanya ditemukan hadits itu. Yang mereka maksudkan adalah hadits yang paling kuat dalam bab itu, atau yang paling minim kedha'ifannya.

E. Yang Mula-mula Menyusun Karya Yang Memuat Hadits Shahih

Dari uraian pada bab dua, kita telah mengetahui bahwa kodifikasi hadits bisa dikembalikan pada abad pertama Hijriah. Dan kodifikasi-kodifikasi yang muncul berbeda-beda, baik secara kuantitas maupun kualitasnya, sesuai dengan kapasitas penyusunnya masing-masing. Bahkan banyak pula karya-karya yang muncul pada paruh pertama abad kedua Hijriah. Dan yang paling awal sampai kepada kita adalah Muwaththa ' Imam Malik. Hanya saja, Imam Malik tidak mengkhususkan karyanya untuk hadits-hadits shahih saja, tetapi juga hadits mursal, mungathi ' dan ungkapan-ungkapan hikmah. Meski jenis-jenis itu meru pakan hujjah bagi beliau dan bagi para penganut beliau, tetapi tidak memenuhi kriteria shahih yang telah saya sebutkan di atas. 11 Jadi di dalam kitab beliau itu ada yang berkualitas shahih dan ada yang berada dibawahnya, 12 Oleh karena itu, kita tidak bisa menganggapnya sebagai karya pertama yang memuat hadits-hadis shahih saja. Kemudian sampailah pada masa Imam Bukhari, yang karyanya disepakati ulama ', sebagai karya pertama yang memuat hadits-hadits shahih saja. Kemudian hal itu diikuti oleh Imam Muslim dan ulama '-ulama ' lain sesudahnya. Oleh karena itu, saya akan membicarakan secara khusus kedua penyusun itu, sesuai dengan kebutuhan.

Kesepadanan antara Shahih Bukhari dan Shahih Muslim

Syeikh Bukhari dan Syeikh Muslim telah mencurahkan segenap kemam puan untuk menyusun kitab shahih secara ilmiah yang bertumpu pada syarat-syarat keshahihan yang disepakati oleh para imam hadits. Umat Islam dapat menerimanya dengan sangat baik. Ahli ilmu juga sapakat bahwa kedua shahih itu merupakan kitab paling shahih setelah Al-Qur'an al-Karim. Dalam hal ini, Syeikhul Islam Ibn Taimiyyah mengatakan:”Di atas bumi ini, tidak ada kitab yang lebih shahih dibanding Shahih Bukhari dan Shahih Muslim setelah Al-Qur'an.”

Sementara Imam ad-Dahlawiy mengatakan:”Adapun kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, ahli hadits telah berpendapat bahwa hadits-hadits muttashil marfu ' yang ada didalamnya pasti berkualitas shahih. Dan kedua kitab itu secara mutawatir kita terima dari para penyusunnya. Siapa yang mere mehkan kedua kitab itu berarti telah berbuat bid'ah dan mengikuti selain jalan yang ditempuh kaum mukminin.”

Tak syak lagi, bahwa masing-masing memiliki ciri khusus. Imam Buk hari menyebut setiap bab dalam kitab, mengulangi beberapa hadits karena beberapa faedah dan memotong sebagian hadits dengan menempatkannya di berbagai tempat untuk menjelaskan suatu hukum atau menambah suatu penger tian ataupun mengukuhkan kemuttashilan sanad, dan lain-lain. Sementara Imam Muslim tidak melakukan hal itu, tetapi menghimpun beberapa jalur di tempat yang sama dengan sanad yang beragam dan dengan redaksi yang berbeda-beda, sehingga mudah dipelajari.

Jumhur ulama ' memilih mendahulukan Shahih Bukari atas Shahih Mus lim, namun hal itu ditentang oleh sekelompok ulama ' Maghrib (ilmuan Islam wilayah Afrika Utara). Sebagian ulama ' mengatakan bahwa beberapa ulama wilayah Afrika Utara mendahulukan Shahih Muslim atas Shahih Bukhari, karena yang pertama menghimpun jalur-jalur hadits di satu tempat yang me mudahkan merujuknya dan menggali hukum-hukum darinya. Pendahuluan itu tidak menunjukkan bahwa Shahih Muslim lebih shahih daripada Shahih Bu khari. Kenyataan menunjukkan bahwa jumhur ulama ' mendahulukan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim karena banyaknya faedah yang terkandung di dalamnya dan karena sebab-sebab lain yang tidak selayaknya saya sebutkan satu persatu di sini,

Sebagian ulama ' menyandarkan hal itu dalam dua bait berikut:

تشاجر قوم في البخاري ومسلم
لدي وقالوا أي ذين أقـدم
فقلت لقد فاق البخاري صحة
كما فاق في حسن الصناعـة مسلم

Orang-orang berdebat dihadapanku, tentang Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, mana yang didahulukan. Lalu aku katakan: Shahih Bukhari memiliki kelebihan keshahihan, sedang Shahih Muslim memiliki kelebihan baik susunannya.

Apakah Kedua Kitab Shahih Itu Telah Mencakup Seluruh Hadits Shahih ?

Patut saya sinyalir di sini, bahwa masing-masing Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tidak dimaksudkan untuk memuat seluruh hadits shahih. Buk tinya ada riwayat yang dikutip oleh Imam Tirmidziy dari Imam Bukhari tentang penilaian shahih beliau terhadap hadits-hadits yang tidak ada dalam kitabnya, bahkan dalam kitab-kitab sunan yang lain. Imam Bukhari juga mengatakan:”Saya tidak memasukkan dalam kitab al-Jami ' kecuali yang shahih saja. Tetapi saya tinggalkan sebagian hadits shahih karena khawatir terlalu panjang.”

Sedang Imam Muslim mengatakan: Tidak semua hadits shahih yang ada pada saya, saya letakkan di sini. Saya hanya meletakkan yang disepakati keshahihannya. Maksudnya, yang memenuhi syarat-syarat yang disepakati.

Yang benar adalah bahwa Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Tirmidziy dan Nasa'iy hanya meninggalkan sedikit saja. Dan yang sedikit itu bisa didapatkan di dalam kitab-kitab sunan dan kitab-kitab musnad serta karya-karya yang secara khusus memuat hadits-hadits shahih, seperti Shahih Ibn Khuzaimah (-311 H), Shahih Ibn Hibban (-354 H) dan al-Mus tadrak Ala ash-Shahihain karya Abu Abdullah al-Hakim an- Naisaburiy (321 405 H).

Urutan Kualitas Shahih Dikaitkan Dengan Shahih Bukhari Dan Shahih Muslim

Dari kajian kita tentang syarat-syarat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, jelaslah bagi kita bahwa hadits-hadits yang ditakhrij di dalam kedua kitab itu berbeda-beda, meski semuanya shahih. Ulama ' cenderung men jelaskan sebagai berikut:
  1. Hadits yang ditakhrij bersama oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Inilah yang disebut oleh ulama ' hadits sebagai”Muttafaq ' Alaih”.
  2. Yang ditakhrij sendiri oleh Imam Bukhari saja.
  3. Yang sesuai dengan syarat Muslim saja, tetapi beliau tidak mentakh rijnya.
  4. Hadits shahih yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak mentakhrijnya.
  5. Yang sesuai dengan syarat Imam Bukhari saja, namun beliau tidak mentakhrijnya.
  6. Yang sesuai dengan syarat Muslim saja, tetapi beliau tidak mentakhrijnya.
  7. Yang shahih menurut selain Bukhari dan Muslim dan tidak sesuai dengan syarat salah satunya.


Tulisan ini adalah kutipan dari buku "Ushulul Hadits" yang di tulis oleh Dr. Muhammad Ajaj Al-Khathib