Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pentingnya Meminta Perlindungan Kepada Allah

Pentingnya Meminta Perlindungan Kepada Allah

Ada tiga ayat dalam al-Qur'an (surat al-A'raaf, 199, al-Mu'minun, 98 dan surat as-Sajdah, 23) yang memperingatkan adanya gangguan setan dan bisikan halus negatif yang membuat hati waswas. Jika menghadapi tipu daya setan seperti itu, maka kita diperintahkan memohon perlindungan kepada Allah (taa'awwudz). Selain itu ada lagi satu ayat yang secara khusus memerintah kita untuk terlebih dahulu berlindung kepada Allah, sebelum membaca ayat-ayat al Qur'an, yaitu: فإذا قرأت القران فاستعذ بالله من الشيطان الرجيم " (Maka apabila kamu akan membaca al-Qur'an, hendaklah kamu berlindung kepada Allah dari setan yang dirajam (dikutuk). " (Surat an-Nahl ayat ke-98).

Ada tiga pendapat mengenai di mana pembacaan ta'awwudz dilakukan ketika kita membaca surat al-Faatihah. Sebagian ulama menyatakan bahwa tempat ber ta'awwudz adalah pada awal surat atau sebelum membaca surat itu. Segolongan yang lain, di antaranya: Hamzah ', Ibn Sirin, an-Nakha'i, dan Daud ibn Ali al-Asbahani berpendapat, berta'awwudz dilakukan pada akhir pembacaan surat al-Faatihah, yaitu sehabis membaca: waladh-dhaalliin dan amiin.

Sebagian yang lain berpandangan bahwa ta'awwudz dibaca dua kali. Pertama, sebelum membaca surat al-Faatihah dan kedua sesudahnya. Tetapi jumhur ulama lebih menyetujui pandangan bahwa ta'awwudz dilakukan pada awal pembacaan al-Faatihah. Kami (penulis) memilih pendapat ini, karena perintah ta'awwudz sama dengan perintah berwudhu. Jika ta'awwudz dilakukan di belakang, tentu wudhu juga dilakukan di belakang. Adapun hukum ber-ta'awwudz, ada ulama yang menyatakan sunnah dan ada yang mewajibkannya.

Bagi yang mewajibkan, maka seseorang akan berdosa jika tidak ber-ta'awwudz. Ar-Razi menyebutkan bahwa Atha ' ibn Abi Rabah mewajibkan ta'awwudz, baik di luar maupun di dalam sembahyang. Dia memperkuat pendapat Atha ', karena ta'awwudz adalah sebuah perintah. Dan setiap perintah, selama tidak ada sebab-sebab yang mengalihkan dari hukum asalnya (wajib), maka tetap dipandang dan dihukumi sebagai wajib, seperti ditegaskan Ta'awwudz dalam kaidah (ketentuan) ilmu ushul fiqh. Nabi Muhammad sendiri tidak pernah meninggalkan ta ' awwudz setiap akan membaca Kalam Allah yang Mulia (al-Qur'an).

1. Cara Membacanya

Asy-Syafi'i dalam kitab al-Imla ' menulis, " Membaca ta'awwudz hendaklah dikeraskan (jahar), namun tidak salah jika dibaca secara pelan (sirr), sekadar bisa didengar sendiri oleh pembacanya. " Sedangkan dalam kitab al-Umm, Imam Syafi'i berpendapat bahwa dalam shalat Jahar (Magrib, Isya, Subuh, dan shalat Jumat), ta'awwudz boleh dibaca keras dan boleh pula dibaca pelan. Sebab, ada sebagian sahabat yang memang membacanya dengan keras, seperti Abu Hurairah, dan ada juga yang membacanya dengan pelan, seperti Ibn Umar.

Apakah ta'awwudz dibaca pada setiap rakaat shalat ? Sepanjang penetapan sunnah, ta'awwudz hanya dibaca pada rakaat pertama. Pada rakaat kedua, ketiga dan keempat, tidak dibaca lagi. Inilah mazhab asy-Syafi'i dan kebanyakan ulama tahqiq, seperti Ibn al-Qayyim dan yang lain.

2. Lafal-lafalnya

Menurut pilihan asy-Syafi'i, lafal ta'awwudz adalah:


أعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
" Saya berlindung kepada Allah dari setan yang dirajam ".

Ahmad ibn Hanbal memilih lafal:

أعوذ بالله السميع العليم من الشيطان الرجيم.
" Saya berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang dirajam. "

Ats-Tsauri memilih lafal:

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم إنه هوالسميع العليم.
" Saya berlindung kepada Allah dari setan yang dirajam. Sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

3. Tafsir Ta'awudh

A'uu-dzu billaahi = Saya berlindung kepada Allah.

Makna berlindung adalah memohon perlindungan, pengamanan, dan pemeliharaan kepada Allah dari segala kejahatan. Selain itu juga mengandung harapan agar Allah menjauhkan kita dari semua bencana yang didatangkan atau diperbuat oleh makhluk yang durhaka.

Minasy syai-thaani = Dari setan.

Setan adalah nama bagi semua makhluk yang melanggar aturan, baik mereka itu jin maupun manusia. Selain itu juga bermakna perangai buruk. Anggapan banyak orang bahwa yang dimaksud setan di sini hanya makhluk sejenis jin, makhluk halus yang tidak bisa dilihat oleh indera, tidak sepenuhnya benar. Yang dimaksud setan sesungguhnya adalah semua makhluk yang berperangai atau berperilaku buruk dan banyak melakukan maksiat.

Setan, menurut kamus, sama dengan mutamarrid, yaitu: orang yang berkelakuan amat jahat ; bergelimang kemaksiatan dan keburukan. Jika kita akan bersembahyang, lalu seorang teman mencegahnya dengan berucap, " Sebentar, mengapa tergesa-gesa, waktu kan masih panjang ", maka teman itu dapat dipandang sebagai pengganggu. Demikian pula ketika akan berderma, lalu datanglah kawan yang mencegah kita berderma dengan alasan macam-macam, seperti: untuk kebutuhan rumah tangga, tidak layak berderma kepada perkumpulan tertentu, maka itu adalah setan yang bisa dilihat. Jika bujukan untuk tidak berbuat kebajikan itu datang dari dalam diri sendiri, namanya bisikan iblis.

Kesimpulannya, segala hal yang menghalangi kita berbuat sesuatu yang telah nyata sebagai kebajikan dan tidak sedikit pun mendatangkan kerugian, itu layak dinamai setan. Demikianlah makna setan menurut al-Qur'an.

Ar-rajiim = Yang dirajam.

Orang yang dijauhkan dari segala kebaikan. Atau yang dilempari, baik dilempari dengan benda keras maupun dengan ucapan-ucapan keji (dihujat). Setan juga dinamai rajiim, karena berupaya menumbuhkan rasa waswas dan ragu di dalam hati manusia. Lebih-lebih ketika manusia akan mengerjakan suatu kebajikan yang bernilai tinggi dan pelaksanaannya tidak ringan.

Saya berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk dan diumpat, artinya, saya berharap mendapat penjagaan dari Allah agar setan tidak dapat mengganggu saya, baik dalam urusan dunia ataupun akhirat. Atau, agar setan tidak mampu menghalangi saya berbuat baik, setan tidak dapat menjerumuskan saya ke lembah kejahatan. Saya berharap demikian kepada Allah, karena hanya Allah yang bisa melindungi saya dari setan, sang penggoda. Kita diperintah berlindung kepada Allah dari makhluk jahat, baik dari golongan manusia maupun jin dan iblis terkutuk, lantaran gangguan datang dari kedua jenis setan itu.

" Ya, Rabbi, lindungilah aku dari gangguan setan yang tampak dan iblis yang tidak terlihat. "